IBADAH/MENYEMBAH, BENARKAH BERZIARAH KUBUR, TAWASOL = MENYEMBAH KUBUR ?????
Tuduhan syirik merupakan tuduhan yang paling besar, karena tiada
dosa yang paling besar melainkan syirik kepada Allah. Anehnya ketika kaum Kaum Ahlus
sunnah wal Jamaah membalasnya dengan menyatakan bahwa dasar-dasar
pemahaman mereka adalah sesat maka mereka sangat marah. Padahal tuduhan mereka
lebih keji dari balasan sanggahan yang di lakukan oleh kaum ASWAJA. Mereka
memvonis kaum kaum ASWAJA sebagai pelaku amalan syirik yang artinya kaum ASWAJA
adalah kaum musyrik,(maka jangan heran bila melihat di beberapa negara di saat
mereka mempunyai kekuasaan, mereka berani membunuh kaum muslimin sambil teriakAllahu
Akbar, karena dalam keyakinan mereka, yang di bunuh tersebut adalah orang
musyrik) tetapi ulama ASWAJA hanya membalasnya dengan menyatakan bahwa kaum
wahabi adalah sesat. Ini menunjukkan kehatian-hatian ulama ASWAJA dalam
memvonis kafir ahli bid'ah.
Kembali kepada vonis kaum wahabi bahwa kaum ASWAJA sebagai
penyembah kubur dan pelaku amalan syirik karena mereka melakukan ziarah kubur
dan bertawasol kepada para Anbiya dan aulia yang telah wafat. Kaum wahabi mengatakan bahwa melakukan ziarah kubur dan bertawasol
kepada orang yang telah meninggal adalah menyembah kubur.
Benarkan berziarah dan bertawasol berarti menyembah kubur?
Benarkan berziarah dan bertawasol berarti menyembah kubur?
Maka untuk itu kami turunkan tuliskan makna ibadat (menyembah).
Sehingga kita bisa melihat apakah benar tuduhan mereka bahwa orang yang
berziarah adalah penyembah kubur?
Sebenarnya keyakinan bahwa berziarah kubur merupakan amalan syirik terbina atas keyakinan mereka tentang pembagian tauhid kepada tiga (rububiyah, uluhiyah dan asma was sifhat) . Menurut mereka kaum kafir memiliki tauhid yang di sebut tauhid Rububiyah, demikian juga orang yang berziarah adalah orang yang hanya memiliki tauhid Rububiyah dan tidak memiliki tauhid Uluhiyah.
Sebenarnya keyakinan bahwa berziarah kubur merupakan amalan syirik terbina atas keyakinan mereka tentang pembagian tauhid kepada tiga (rububiyah, uluhiyah dan asma was sifhat) . Menurut mereka kaum kafir memiliki tauhid yang di sebut tauhid Rububiyah, demikian juga orang yang berziarah adalah orang yang hanya memiliki tauhid Rububiyah dan tidak memiliki tauhid Uluhiyah.
Kaum yang meyakini pembagian tauhid kepada
tiga (rububiyah, uluhiyah dan asma was sifhat) manakala melihat bahwa kaum
musyrik bertaqarub kepada tuhan mereka dengan menyembelih, bernazar, berdoa,
meminta pertolongan, bersujud dan ta’dhim kepada mereka, maka mereka menyangka
bahwa diri melakukan perbuatan tersebutlah yang di nama kan ibadah. Maka menurut keyakinan mereka perbuatan-perbuatan tersebut bila
terjadi untuk Allah maka di namakanlah tauhid dan jika terjadi kepada selain
Allah maka di namakan sebagai syirik. Demikian juga mendatangi kubur dan
bertwasol kepada ahli kubur berarti beribadat dan menyembah ahli kubur.
Maka atas dasar pemahaman tersebut, bila ada
umat muslim yang melakukan nazar, meminta pertolongan, dan berdoa kepada selain
Allah akan mereka hukumi sebagai kaum musyrik dan mereka anggap sebagai kaum
yang hanya memiliki tauhid Rububiyah dan tidak memiliki tauhid uluhiyah. Atas dasar pemahaman inilah mereka menganggap ziarah kubur,
bertawasol, istighastah dan tabaruk sebagai amalan yang mengandung kesyirikan.
Ini adalah pemahaman yang bathil yang terjadi
karena tidak membedakan makna beribadat secara lughawi dan syar’i. Oleh karena
maka kami merasa perlu juga menerangkan makna hakikat dari ibadat.
Makna ibadat secara etimologi dan terminologi
Ibnu Manzur dalam Lisanul Arab menyatakan :
اصل العبودية الخضوع والتذلل
asal ubudiyah adalah tunduk dan merendahkan diri.
Sedangkan pengertian ibadah secara syar'I adalah :
الاتيان باقصى غاية الخضوع قلبا باعتقاد ربوبية المخضوع له
melakukan sesuatu dengan setinggi tunduk dalam hati dengan di sertai keyakinan adanya sifat rububiyah pada zat tersebut (makhdhu’ lah).
Maka bila tanpa di sertai keyakinan bahwa adanya sifat keistimewaan rububiyah pada satu zat, tunduk kepada zat tersebut walaupun dengan cara sujud tidaklah di namakan ‘ibadah pada syara’.
Adapun sebab kekufuran kaum musyrik dengan
sebab sujud, berdoa, bernazar kepada patung-patung tuhan mereka tak lain karena
adanya keyakinan sifat rububiyah atau salah satu sifat khushusiyatnya pada
patung-patung tersebut. Bukanlah sebab
kufur mereka hanya dengan semata sujud atau meminta kepada patung-patung
tersebut.
Bahkan sujud kepada zat lain tanpa keyakinan
adanya sifat ketuhanan atau salah satu sifat ke istimewaannya padanya tidaklah
di namakan ibadat sehingga bila di lakukan kepada selain Allah akan berarti ia
melakukuan perbuatan kufur. Buktinya Allah
ta’ala dalam al-quran menceritakan adanya sujud umat terdahulu kepada selain
Allah yang merupakan perintahNya. Sedangkan Allah tidak akan pernah
memerintahkan kepada kekufuran. Contohnya sujud para malaikat kepada Nabi Adam
as (surat al-Baqarah ayat 34) dan juga sujud saudara Nabi Yusud kepada beliau
(surat Yusuf ayat 100).
Imam Ibnu Katsir, ketika menafsirkan surat
Yusuf ayat 100, menerangkan bahwa sujud sebagai penghormatan kepada tokoh yang
di hormati di bolehkan dalam syariat umat terdahulu semenjak syariat Nabi Adam
hingga syariat Nabi Isa as, kemudian di haramkan pada syariat Nabi Muhammad dan
sujud hanya di bolehkan kepada Allah semata. Dalam
satu hadits riwayat ketika pergi ke negri Syam, beliau melihat penduduk Syam
sujud kepada pendeta mereka, maka ketika Mu`az pulang menghadap Rasulullah,
langsung sujud kepada Rasulullah SAW, Rasulullah bertanya "apa ini Mu’az?
Mu’az menjawab "saya melihat mereka sujud bagi pendeta mereka, sedangkan
engkau lebih berhak untu di sujud bagi mu ya Rasulullah. Nabi menjawab
"kalau seandainya saya memerintahkan untuk sujud bagi seseorang maka
sungguh akan saya perintahan wanita untuk sujud kepada suaminya".
dalam hadits yang lain di sebutkan bahwa ketika Salman bertemu dengan Rasulullah di jalan kota Madinah, saat itu Salman baru saja memeluk Islam, Salman langsung sujud bagi Nabi. Nabi menjawab "jangan kamu sujud bagi ku ya Salman, dan sujudkan bagi zat yang maha hidup yang tidak akan pernah mati"
Dari kisah dalam hadits ini tersirat bahwa,
semata-mata sujud tanpa ada keyakinan adanya sifat rububiyah padanya tidaklah
menjadikan seseorang kufur, karena Rasulullah ketika melihat para shahabat
sujud kepada beliau tidak mengatakan bahwa hal tersebut kufur tetapi hanya
mengajarkan mereka.
Masalah
ketauhidan tidak berbeda dalam semua syariat yang di bawa oleh para Rasul,
semenjak dari Nabi Adam hingga Nabi Muhammad. Maka semua hal yang bisa
menjadikan kufur adalah sama dalam semua syariat para Nabi. Selain itu Allah
tidak pernah memerintahkan dan meridhai kufur. Sedangkan semata-mata sujud
kepada selain Allah pernah Allah perintahkan pada umat terdahulu, seperti sujud
para malaikat kepada Nabi Adam, sujud saudara Nabi Yusuf kepada Nabi Yusuf.
Maka dapat di simpulkan bahwa semata-mata sujud tidaklah menjadikan seseorang
syirik dan kufur selama tidak ada keyakinan adanya sifat ketuhanan pada zat
tersebut.
Adapun kaum musyrikin, mereka menjadi kufur dengan sebab sujud kepada patung-patung sesembahan mereka karena ada keyakinan bahwa patung-patung tersebut memiliki sifat keistimewaan tuhan seperti mampu memberi manfaat dan mudharat secara tersendiri.
Adapun kaum musyrikin, mereka menjadi kufur dengan sebab sujud kepada patung-patung sesembahan mereka karena ada keyakinan bahwa patung-patung tersebut memiliki sifat keistimewaan tuhan seperti mampu memberi manfaat dan mudharat secara tersendiri.
Dalam syariat kita umat Nabi Muhammad, para ulama memang menghukumi
kufur dengan sebab sujud kepada berhala dan matahari. Hal ini di karenakan sujud
kepada berhala merupakan tanda-tanda keingkarannya terhadap agama, sama halnya
sebaliknya, seseorang akan di hukumi sebagai mukmin bila telah mengucap dua
kalimat syahadat karena mengucap dau kalimat syahadat menjadi tanda keimanan
seseorang.
Kaum musyrikin menjadi kufur dengan sebab sujud kepada
berhala-berhala dan sesembahan mereka karena mereka meyakini bahwa sesembahan
mereka mampu memberi manfa`at dan mudharat secara tersendiri. Mereka
meng`ibaratkan Allah itu sebagai tuhan yang besar (Rabb Akbar) dan ketuhanan
sesembahan mereka berada dibawah ketuhanan Allah. Dengan adanya sifat ketuhanan
pada sesembahan mereka menurut mereka kehendak dari sesembahan tersebut wajib
terpenuhi. Ini adalah syirik, karena syirik ialah meyakini ada beberapa zat
yang memiliki sifat ketuhanan. Keyakinan demikian tidak ada pada umat Islam
yang melakukan ziarah, tawasol dan tabaruk dll.
Dalam al-quran, Allah menerangkan bahwa kaum musyrik memiliki
keyakinan adanya sifat ketuhanan pada sesembahan mereka.
Firman Allah yang mencela keyakinan kaum musyrik dalam surat
an-Nisa 43 :
أَمْ لَهُمْ آلِهَةٌ تَمْنَعُهُمْ مِنْ دُونِنَا لَا يَسْتَطِيعُونَ
نَصْرَ أَنْفُسِهِمْ وَلَا هُمْ مِنَّا يُصْحَبُونَ
Atau adakah mereka mempunyai tuhan-tuhan yang dapat memelihara mereka dari (azab) Kami. Tuhan-tuhan itu tidak sanggup menolong diri mereka sendiri dan tidak (pula) mereka dilindungi dari (azab) Kami itu?
istifham yang terdapat pada ayat adalah istifham inkari taubikhi yang bermakusd untuk mencela mereka atas apa yang mereka yakini .
Allah SAW menghikayahkan perkataan kaum Nabi Hud kepada Nabi Hud AS :
إِنْ نَقُولُ إِلَّا اعْتَرَاكَ بَعْضُ آلِهَتِنَا بِسُوءٍ
Kami tidak mengatakan melainkan bahwa sebagian sembahan kami telah menimpakan penyakit gila atas dirimu (Q.S. Hud 54)
Dalam surat asy-Syu’ara 97-98 Allah menceritakan percakapan kaum kafir kepada tuhan mereka yang mereka yakini ada sifat ketuhanan pada mereka :
تَاللَّهِ إِنْ كُنَّا لَفِي ضَلَالٍ مُبِينٍ (97) إِذْ نُسَوِّيكُمْ
بِرَبِّ الْعَالَمِينَ
"Demi Allah: sungguh kita dahulu (di dunia) dalam kesesatan yang nyata, karena kita mempersamakan kamu dengan Tuhan semesta alam.". (Q.S. Asy-Syu’ara 97-98)
Maka dapat di pahami bahwa ibadah bukan semata-mata berbuat atau berkata yang dengannya patut untuk beribadah, akan tetapi ibadah ialah melakukan setiap perbuatan dan perkataan dengan niat menyembah untuk orang yang kita i`tiqatkan ada padanya ada sifat-sifat ketuhanan ataupun khususiyatnya.
Adapun jika perbuatan atau perkataan
tersebut tanpa di sertai dari niat menyembah (ibadah) atau keyakinan ada
padanya ada suatu khususiat ketuhanan, maka bukanlah ibadah. Sujud para malaikat bagi Nabi Adam `alaihi sallam manakala sunyi
dari niat ibadah bagi Nabi Adam maka bukanlah syirik, tetapi taat bagi Allah,
karena disertai dengan niat menjunjung tinggi perintah Allah ta`ala
Demikian juga sujud saudara Nabi Yusuf bagi
beliau manakala sunyi dari niat ibadah tetapi hanya dengan niat menghormatinya
maka ia bukanlah syirik, dan bukanlah menyembah bagi yusuf, walaupun sujud
untuk menghormati itu haram menurut syariat kita umat Nabi Muhammad SAW.
Demikian lagi menta`dhimkan baitullah
dengan cara bertawaf disekelilingnya dan mencium hajar aswad, maka karena sunyi
dari niat menyembah bagi baitullah atau hajar Aswad bukanlah syirik, akan
tetapi ia adalah taat bagi allah, karena menyertai dengan menjunjung tinggi
perintahNya.
Demikian juga pada orang yang berziarah kubur dan bertawasol dan berdoa di kuburan tersebut, hal tersebut bukanlah syirik karena sama sekali tidak ada keyakinan di dalam hati mereka bahwa orang yang di dalam kubur tersebut memiliki kemampuan untuk memenuhi hajat mereka secara tersendiri.
Demikian juga pada orang yang berziarah kubur dan bertawasol dan berdoa di kuburan tersebut, hal tersebut bukanlah syirik karena sama sekali tidak ada keyakinan di dalam hati mereka bahwa orang yang di dalam kubur tersebut memiliki kemampuan untuk memenuhi hajat mereka secara tersendiri.
Adapun lafadh tawasol yang di gunakan
yang secara dhahir menunjuki meminta kepada mereka, ini sama halnya dengan lafadh-lafadh
yang di gunakan dalam kehidupan sehari-hari untuk meminta tolong kepada orang
lain yang masih hidup. seorang mukmin yang telah mengimani bahwa Allah yang
menciptakan manusia dan pekerjaan mereka maka sama sekali tidak ada ada
keyakinan bahwa para anbiya dan aulia yang di jadikan tempat mereka bertawasol
sama sekali tidak mampu memberi bekas secara tersendiri pada hajat mereka. Sama halnya keyakinan mereka terhadap makanan, sama sekali tidaklah
mampu memberikan kekenyangan, obat-obatan, sama sekali tidak mampu memberi
kesembuhan. Namun kesembuhan dan kekenyangan tersebut adalah murni ciptaan
Allah semata, makan dan minum obat hanyalah sebab dhahiriyah saja. Demikian
juga bertawasol kepada orang yang telah meninggal, karena di hadapan Allah,
tidak ada beda sama sekali antara orang yang telah meninggal dengan orang yang
masih hidup, keduanya sama sekali tidak mampu memberi bekas secara tersendiri.
dan meyakini salah satu dari keduanya mampu memberi bekas dan memenuhi hajat
manusia secara tersendiri adalah syirik.
Kesimpulan:
kaum muslimin Ahlus sunnah wal Jamaah ketika berziarah kubur, bertwasol, istighastah dan bertabaruk kepada para anbiya, syuhada tidaklah menjadikan mereka syirik karena kaum muslimin melakukan hal demikian tidak di sertai dengan keyakinan bahwa para nabiya dan ulama tersebut memiliki sifat-sifat ketuhanan sebagaimana yang di yakini oleh kaum musyrik kepada tuhan sembahan mereka. Maka tuduhan bahwa kaum muslimin yang melakukan ziarah dan tawasol kepada orang yang telah meninggal merupakan orang-orang yang hanya memiliki tauhid Rububiyah dan tidak memiliki tauhid uluhiyah merupakan tuduhan yang sesat dan bathil.
0 Response to "IBADAH/MENYEMBAH, BENARKAH BERZIARAH KUBUR, TAWASOL = MENYEMBAH KUBUR ?????"
Post a Comment