KEUANGAN DAERAH: PERTEMUAN KELIMA
PENGERTIAN
ANGGARAN NEGARA
Menurut Ibnu Syamsi, anggaran negara adalah
hasil dari suatu perencanaan yang berupa daftar mengenai bermacam-macam
kegiatan terpadu, baik menyangkut penerimaannya maupun pengeluarannya yang
dinyatakan dalam satuan uang dalam jangka waktu tertentu. Negara Indonesia
menetapkan anggaran negaranya dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) yang ditetapkan tiap tahun dengan undang-undang setelah mendapatkan
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Anggaran
negara merupakan salah satu alat politik fiskal untuk mempengaruhi arah dan
percepatan pendapatan nasional. Adapun mengenai anggaran yang akan digunakan
tergantung pada keadaan ekonomi yang dihadapi. Dalam keadaan ekonomi yang
normal dipergunakan anggaran negara yang seimbang, kemudian dalam keadaan
ekonomi yang deflasi biasanya dipergunakan anggaran negara yang defisit dan
sebaliknya dalam keadaan ekonomi yang inflasi dipergunakan anggaran negara yang
surplus.
SISTEM
PENYUSUSNAN APBN
Ketentuan mengenai penyusunan dan
penetapan APBN/APBD dalam UU No. 17 Tahun 2003 meliputi
penegasan tujuan dan fungsi penganggaran pemerintah, penegasan peran DPR/DPRD
dan pemerintah dalam proses penyusunan dan penetapan anggaran, pengintegrasian
sistem akuntabilitas kinerja dalam sistem penganggaran, penyempurnaan
klasifikasi anggaran, penyatuan anggaran, dan penggunaan kerangka pengeluaran
jangka menengah dalam penyusunan anggaran.
Sehubungan dengan itu, dalam UU No.
17 Tahun 2003 ini disebutkan bahwa belanja negara dan belanja daerah dirinci sampai dengan unit
organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja. Hal tersebut berarti
bahwa setiap pergeseran anggaran antarunit organisasi, antarkegiatan, dan
antarjenis belanja harus mendapat persetujuan DPR/DPRD.
Adapun sebelum diberlakukannya UU No. 17 Tahun 2003, anggaran
belanja pemerintah dikelompokkan atas anggaran belanja rutin dan anggaran
belanja pembangunan.
Pengelompokan dalam anggaran belanja rutin dan anggaran belanja pembangunan
yang semula bertujuan untuk memberikan penekanan pada arti pentingnya
pembangunan dalam pelaksanaannya telah menimbulkan peluang terjadinya
duplikasi, penumpukan, dan penyimpangan anggaran.
Penyusunan dan penetapan APBN
Tujuan dan fungsi dan klasifikasi APBN (Pasal 11):
(1) APBN merupakan wujud pengelolaan keuangan negara
yang ditetapkan tiap tahun dengan undang- undang.
(2) APBN terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran belanja,
dan pembiayaan.
(3) Pendapatan negara terdiri atas penerimaan
pajak, penerimaan bukan pajak, dan hibah.
Pasal 1 angka 13 UU No. 17 Tahun
2003
mendefinisikan pendapatan negara adalah hak pemerintah pusat
yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih.
(4) Belanja negara dipergunakan untuk keperluan
penyelenggaraan tugas pemerintahan pusat dan pelaksanaan perimbangan keuangan
antara pemerintah pusat dan daerah.
Pasal 1 angka 14 UU No. 17 Tahun 2003 mendefinisikan belanja
negara adalah kewajiban pemerintah pusat yang diakui sebagai pengurang
nilai kekayaan bersih.
(5) Belanja negara dirinci menurut organisasi, fungsi, dan
jenis belanja.
Rincian
belanja negara menurut organisasi disesuaikan dengan susunan
kementerian negara/lembaga pemerintahan pusat.
Rincian
belanja negara menurut fungsi antara lain terdiri dari
pelayanan umum, pertahanan, ketertiban dan keamanan, ekonomi, lingkungan hidup,
perumahan dan fasilitas umum, kesehatan, pariwisata, budaya, agama, pendidikan,
dan perlindungan sosial.
Rincian
belanja negara menurut jenis belanja (sifat ekonomi) antara
lain terdiri dari belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, bunga,
subsidi, hibah, bantuan sosial, dan belanja lain-lain.
Ketentuan umum penyusunan APBN (Pasal 12):
(1) APBN disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan
pemerintahan negara dan kemampuan dalam menghimpun pendapatan negara.
Dalam
menyusun APBN dimaksud, diupayakan agar belanja operasional tidak melampaui
pendapatan dalam tahun anggaran yang bersangkutan.
(2) Penyusunan Rancangan APBN sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) berpedoman kepada rencana kerja Pemerintah dalam rangka
mewujudkan tercapainya tujuan bernegara.
(3) Dalam hal anggaran diperkirakan defisit, ditetapkan
sumber-sumber pembiayaan untuk menutup defisit tersebut dalam Undang-undang
tentang APBN.
Defisit
anggaran dibatasi maksimal 3% dari Produk Domestik Bruto. Jumlah pinjaman
dibatasi maksimal 60% dari Produk Domestik Bruto.
(4) Dalam hal anggaran diperkirakan surplus, Pemerintah
Pusat dapat mengajukan rencana penggunaan surplus anggaran kepada Dewan
Perwakilan Rakyat.
Penggunaan
surplus anggaran perlu mempertimbangkan prinsip pertanggungjawaban
antargenerasi sehingga penggunaannya diutamakan untuk pengurangan utang,
pembentukan dana cadangan, dan peningkatan jaminan sosial.
Mekanisme penyusunan APBN (Pasal 13):
(1) Pemerintah Pusat menyampaikan pokok-pokok kebijakan
fiskal dan kerangka ekonomi makro tahun anggaran
berikutnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat selambat-lambatnya pertengahan bulan
Mei tahun berjalan.
(2) Pemerintah Pusat dan Dewan Perwakilan Rakyat membahas kerangka
ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal yang
diajukan oleh Pemerintah Pusat dalam pembicaraan pendahuluan rancangan
APBN tahun anggaran berikutnya.
(3) Berdasarkan kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok
kebijakan fiskal, Pemerintah Pusat bersama Dewan Perwakilan Rakyat membahas kebijakan
umum dan prioritas anggaran untuk dijadikan acuan bagi setiap kementerian
negara/lembaga dalam penyusunan usulan anggaran.
Mekanisme penyusunan APBN Pasal 14
(1) Dalam rangka penyusunan rancangan APBN, menteri/
pimpinan lembaga selaku pengguna anggaran/pengguna barang menyusun rencana
kerja dan anggarankementerian negara/lembaga tahun berikutnya.
(2) Rencana kerja dan anggaran sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) disusun berdasarkan prestasi kerja yang akan
dicapai.
(3) Rencana kerja dan anggaran sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) disertai dengan prakiraan belanja untuk tahun
berikutnya setelah tahun anggaran yangsedang disusun.
(4) Rencana kerja dan anggaran dimaksud dalam ayat
(1) disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk dibahas dalam pembicaraan
pendahuluan rancangan APBN.
(5) Hasil pembahasan rencana kerja dan anggaran disampaikan
kepada Menteri Keuangan sebagai bahan penyusunan rancangan undang-undang
tentang APBNtahun berikutnya.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan rencana
kerja dan anggarankementerian negara/lembaga diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Mekanisme penyusunan dan penetapan APBN (Pasal 15):
(1) Pemerintah Pusat mengajukan Rancangan Undang-undang
tentang APBN, disertainota keuangan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada
Dewan Perwakilan Rakyat pada bulan Agustus tahun sebelumnya.
(2) Pembahasan Rancangan Undang-undang tentang APBN dilakukan
sesuai dengan undang-undang yang mengatur susunan dan kedudukan Dewan
Perwakilan Rakyat.
(3) Dewan Perwakilan Rakyat dapat mengajukan usul yang
mengakibatkan perubahan jumlah penerimaan dan pengeluaran dalam Rancangan
Undang-undang tentang APBN.
Perubahan
Rancangan Undang-undang tentang APBN dapat diusulkan oleh DPR sepanjang tidak
mengakibatkan peningkatan defisit anggaran.
(4) Pengambilan keputusan oleh Dewan Perwakilan Rakyat
mengenai Rancangan Undangundang tentang APBN dilakukan
selambat-lambatnya 2 (dua) bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan
dilaksanakan.
(5) APBN yang disetujui oleh DPR terinci sampai dengan unit
organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja.
(6) Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui
Rancangan Undang-undang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Pemerintah Pusat
dapat melakukan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBN tahun
anggaran sebelumnya.
Penyusunan dan penetapan APBD
Tujuan dan fungsi dan klasifikasi APBD (Pasal 16):
(1) APBD merupakan wujud pengelolaan keuangan daerah yang
ditetapkan setiap tahun dengan Peraturan Daerah.
(2) APBD terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran belanja,
dan pembiayaan.
(3) Pendapatan daerah berasal dari pendapatan asli daerah,
dana perimbangan, dan lain-lain pendapatan yang sah.
Pendapatan
daerah adalah
hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih.
(4) Belanja daerah dirinci menurut organisasi, fungsi, dan
jenis belanja.
Belanja
daerah adalah
kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih.
Rincian
belanja daerah menurut organisasi disesuaikan dengan susunan perangkat
daerah/lembaga teknis daerah.
Rincian
belanja daerah menurut fungsi antara lain terdiri dari pelayanan umum,
ketertiban dan keamanan, ekonomi, lingkungan hidup, perumahan dan fasilitas
umum, kesehatan, pariwisata, budaya, agama, pendidikan, serta perlindungan
sosial.
Rincian
belanja daerah menurut jenis belanja (sifat ekonomi) antara lain terdiri dari
belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, bunga, subsidi, hibah, dan bantuan
sosial.
Ketentuan umum penyusunan APBD (Pasal 17):
(1) APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan
pemerintahan dan kemampuan pendapatan daerah.
Dalam
menyusun APBD dimaksud, diupayakan agar belanja operasional tidak melampaui
pendapatan dalam tahun anggaran yang bersangkutan.
(2) Penyusunan Rancangan APBD sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) berpedoman kepada rencana kerja Pemerintah Daerah dalam rangka
mewujudkan tercapainya tujuan bernegara.
(3) Dalam hal anggaran diperkirakan defisit, ditetapkan
sumber-sumber pembiayaan untuk menutup defisit tersebut dalam Peraturan Daerah
tentang APBD.
Defisit
anggaran dimaksud dibatasi maksimal 3% dari Produk Regional Bruto daerah yang
bersangkutan. Jumlah pinjaman dibatasi maksimal 60% dari Produk Regional Bruto
daerah yang bersangkutan.
(4) Dalam hal anggaran diperkirakan surplus, ditetapkan
penggunaan surplus tersebut dalam Peraturan Daerah tentang APBD.
Penggunaan
surplus anggaran perlu mempertimbangkan prinsip pertanggungjawaban antar
generasi, sehingga penggunaannya diutamakan untuk pengurangan utang,
pembentukan cadangan, dan peningkatan jaminan sosial.
Mekanisme penyusunan APBD (Pasal 18):
(1) Pemerintah Daerah menyampaikan kebijakan umum APBD tahun
anggaran berikutnya sejalan dengan Rencana Kerja Pemerintah Daerah,
sebagai landasan penyusunan RAPBD kepada DPRD selambat-lambatnya pertengahan
Juni tahun berjalan.
(2) DPRD membahas kebijakan umum APBD yang diajukan
oleh Pemerintah Daerah dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD tahun
anggaran berikutnya.
(3) Berdasarkan kebijakan umum APBD yang telah
disepakati dengan DPRD, Pemerintah Daerah bersama Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah membahas prioritas dan plafon anggaran sementara untuk
dijadikan acuan bagi setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah.
Mekanisme penyusunan APBD (Pasal 19):
(1) Dalam rangka penyusunan RAPBD, Kepala Satuan Kerja
Perangkat Daerah selaku pengguna anggaran menyusun rencana kerja dan
anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah tahun berikutnya.
(2) Rencana kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah
disusun dengan pendekatan berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai.
(3) Rencana kerja dan anggaran dimaksud dalam ayat
(1) disertai dengan prakiraan belanja untuk tahun berikutnya setelah
tahun anggaran yang sudah disusun.
(4) Rencana kerja dan anggaran dimaksud dalam ayat
(1) dan (2) disampaikan kepada DPRD untuk dibahas dalam pembicaraan
pendahuluan RAPBD.
(5) Hasil pembahasan rencana kerja dan anggaran disampaikan
kepada pejabat pengelola keuangan daerah sebagai bahan penyusunan Rancangan
Peraturan Daerah tentang APBD tahun berikutnya.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan rencana
kerja dan anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah diatur dengan Peraturan
Daerah.
Mekanisme penyusunan dan penetapan APBD (Pasal 20):
(1) Pemerintah Daerah mengajukan Rancangan Peraturan
Daerah tentang APBD, disertai penjelasan dan dokumen-dokumen
pendukungnya kepada DPRD pada minggu pertama bulan Oktober tahun
sebelumnya.
(2) Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dilakukan
sesuai dengan undang-undang yang mengatur susunan dan kedudukan DPRD.
(3) DPRD dapat mengajukan usul yang mengakibatkan perubahan
jumlah penerimaan dan pengeluaran dalam Rancangan Peraturan Daerah tentang
APBD.
Perubahan
Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dapat diusulkan oleh DPRD sepanjang
tidak mengakibatkan peningkatan defisit anggaran.
(4) Pengambilan keputusan oleh DPRD mengenai Rancangan
Peraturan Daerah tentang APBD dilakukan selambat-lambatnya satu bulan
sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan.
(5) APBD yang disetujui oleh DPRD terinci sampai dengan unit
organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja.
(6) Apabila DPRD tidak menyetujui Rancangan Peraturan Daerah
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), untuk membiayai keperluan setiap bulan
Pemerintah Daerah dapat melaksanakan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar
angka APBD tahun anggaran sebelumnya.
PENERAPAN PLANNING, PROGRAMING AND BUDGETING SSTEM
DAN ANGGARAN TRADISIONAL
PPBS
(planning, programing, budgeting system) merupakan teknik penganggaran yang didasarkan
pada teori sistem yang berorientasi pada output dan tujuan dengan penekanan
utamanya adalah alokasi sumberdaya berdasarkan analisis ekonomi. Sistem
anggaran PPBS tidak mendasarkan pada struktur organisasi tradisional yang
terdiri dari divisi-divisi, namun berdasarkan program, yaitu pengelompokkan
aktivitas untuk mencapai tujuan tertentu.
PPBS
adalah salah satu program penganggaran yang ditujukan untuk membantu manajemen
pemerintahan di dalam membuat keputusan alokasi sumberdaya secara lebih baik. Hal
tersebut disebabkan oleh sumberdaya yang dimiliki pemerintah yang terbatas
jumlahnya, sementara tuntutan masyarakat sangat banyak bahkan tidak terbatas
jumlahnya. Dalam keadaan seperti itu, pemerintah dihadapkan pada pilihan
alternatif keputusan yang memberikan manfaat paling besar dalam pencapaian
tujuan organisasi secara keseluruhan. PPBS memberikan kerangka untuk membuat
pilihan tersebut.
Lebih lanjut PPBS dijelaskan dalam beberapa istilah antara lain:
1. Planning,
pada pokoknya memikirkan dan memastikan segala apa yang menjadi kebutuhan riil,
menentukan data-data, tujuan serta memilih jalannya guna mencapai data-data
tersebut dari sekian banyak alternatif.
2. Programming,
adalah mengatur, mengorganisir, dan membimbing rangkaian jalan-jalan tertentu
yang menuju tercapainya tujuan dan data-data sebagaimana yang ditetapkan dalam
planning.
3. Budgeting,
yaitu menterjemahkan keputusan-keputusan planning programming tersebut diatas
menjadi rencana-rencana keuangan khusus selama suatu periode.
4. System,
adalah mekanisme yang melakukan integrasi, checking, dan peninjauan kembali
serta koreksi terhadap semua desisi planning, programming, budgeting, sehingga
segala sesuatunya berlangsung didalam ranga administrasi yang stabil dan
konsekuen.
Karakteristik
PPBS
Ada
beberapa Karakteristik dari PPBS:
Ø Berfokus
pada tujuan dan aktivitas (program) untuk mencapai tujuan.
ØSecara
eksplisit menjelaskan implikasi terhadap tahun anggaran yang akan datang karena
PPBS berorientasi pada masa depan.
Ø Mempertimbangkan
semua biaya yang terjadi.
Ø Dilakukan
analisis secara sistematik atas berbagai alternatif program, yang meliputi:
o
identifikasi tujuan,
o
identifikasi secara sistematik alternatif program
untuk mencapai tujuan,
o
estimasi biaya total dari masing-masing
alternatif program, dan
o
estimasi manfaat (hasil) yang ingin
diperoleh dari masing-masing alternatif program.
Implementasi
PPBS
Langkah-langkah
implementasi PPBS meliputi :
Ø Menentukan
tujuan umum organisasi dan tujuan unit organisasi dengan jelas,
Ø Mengidentifikasi
program-program dan kegiatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan,
Ø Mengevaluasi
berbagai alternatif program dengan menghitung pos benevit dari masing-masing
program,
Ø Pemilihan
program yang memiliki manfaat besar dengan biaya yang kecil,
Ø Alokasi
sumber daya kemasing-masing program yang disetujui.
Ø Program
yang disusun harus terkait dengan tujuan organisasi dan tersebar ke seluruh
bagian organisasi
Pengertian
Anggaran Tradisional
Sistem
anggaran tradisional (Traditional budgeting system) adalah suatu cara
menyusun anggaran yang tidak didasarkan atas pemikiran dan analisa rangkaian
kegiatan yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Penyusunannya lebih didasarkan pada kebutuhan untuk belanja atau pengeluaran.
Dalam
sistem ini, perhatian lebih banyak ditekankan pada pertanggungjawaban
pelaksanaan anggaran secara akuntansi yang meliputi pelaksanaan anggaran,
pengawasan anggaran dan penyusunan pembukuannya. Pengelompokan pos-pos anggaran
didasarkan atas obyek-obyek pengeluaran, sedangkan distribusi anggaran
didasarkan atas jatah tiap-tiap departemen/lembaga. Dasar pemikirannya adalah
setiap pengeluaran negara harus didasarkan pada perhitungan dan penelitian yang
ketat agar tidak terjadi pemborosan dan penyimpangan atas dana yang terbatas.
Anggaran
tradisional merupakan pendekatan yang paling banyak digunakan di negara
berkembang dewasa ini. Terdapat dua ciri utama dalam pendekatan ini, yaitu:
ü cara
penyusunan anggaran yang didasarkan atas pendekatan incrementalism dan
ü struktur
dan susunan anggaran yang besifat line-item.
Adapun ciri-ciri dari
sistem anggaran tradisional:
Cara penyusunan anggaran berdasarkan
pendekatan incrementalism, yakni:
a.
Penekanan & tujuan utama
pendekatan tradisional adalah pada pengawasan dan pertanggungjawaban yg
terpusat.
b.
Bersifat incrementalism,
yaitu hanya menambah atau mengurangi jumlah rupiah pada item-item anggaran yg
sudah ada sebelumnya dengan data tahun sebelumnya sebagai dasar menyesuaikan
besarnya penambahan/pengurangan tanpa kajian yg mendalam/kebutuhan yg wajar.
c.
Masalah utama anggaran tradisional
adalah tidak memperhatikan konsep value for money (ekonomi, efisiensi dan
efektivitas).
d.
Kinerja dinilai berdasarkan habis
tidaknya anggaran yg diajukan, bukan pada pertimbangan output yang dihasilkan
dari aktivitas yg dilakukan dibandingkan dengan target kinerja yang dikehendaki
(outcome).
e.
Cenderung menerima konsep harga
pokok pelayanan historis(historic cost of service) tanpa memperhatikan
pertanyaan berikut:
·
Apakah pelayanan tertentu yg dibiayai
dengan pengeluaran pemerintah masih dibutuhkan atau masih menjadi prioritas?
·
Apakah pelayanan yg diberikan telah
terdistribusi secara adil & merata di antara kelompok masyarakat?
·
Apakah pelayanan diberikan secara
ekonomis dan efisien?
·
Apakah pelayanan yg diberikan
mempengaruhi pola kebutuhan publik?
f.
Akibat konsep historic cost of
service adalah suatu item, program atau kegiatan muncul lagi dlm anggaran
tahun berikut meski sudah tak dibutuhkan. Perubahan menyangkut
jumlah rupiah yg disesuaikan dg tingkat inflasi, jumlah penduduk, dan
penyesuaian lainnya.
0 Response to "KEUANGAN DAERAH: PERTEMUAN KELIMA"
Post a Comment