KEUANGAN DAERAH : PERTEMUAN KE SEBELAS
Perhitungan APBD
Kepmendagri No. 29/2002 menyiratkan bahwa
untuk tujuan akuntabilitas atas pengelolaan dana-dana yang dikelolanya, Pemda
diwajibkan menyiapkan laporan keuangan daerah sebagai bagian dari laporan
pertanggungjawaban kepala daerah, yang meliputi Neraca Daerah, Laporan
Perhitungan APBD, Nota Perhitungan APBD, dan Laporan Aliran Kas. Neraca Daerah
menunjukkan posisi keuangan Pemda pada tanggal tertentu, Laporan Perhitungan
APBD dan Nota Perhitungan APBD memuat informasi tentang kinerja keuangan Pemda
selama periode anggaran tertentu (meliputi pendapatan, belanja, dan
pembiayaan), dan Laporan Aliran Kas menyajikan informasi mengenai kemampuan
Pemda dalam menghasilkan dan menggunakan kas dari aktifitas-aktifitas yang
dilaksanakannya (operasi, investasi, dan pendanaan). Dari Laporan APBD, dapat dianalisis sumber dan penggunaan dana oleh
pemda selama satu tahun fiskal
PERHITUNGAN APBD PERUBAHAN 2012
Sejumlah Anggaran SKPD Berbeda Perhitungan
Laporan : Jhamhur Anjasmara
POLEWALI–Upaya Komisi II menciftakan pemanfaatan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Perubahan tahun 2012 secara maksimal,
membuahkan hasil dalam metode pembahasan yang terbangun di Komisi II. Salah
satunya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama sejumlah mitranya, Komisi II
menemukan sejumlah perbedaan perhitungan.
Perbedaan perhitungan anggaran disejumlah Satuan Perangkat Kerja
Daerah (SKPD) terjadi di Dinas Koperasi, Usaha Kecil Menengah (Diskop-UKM),
Dinas Perdagangan (Disperindag) Dinas Kelautan Perikanan (DKP). Bahkan
perbedaan yang terjadi antara penjabaran Rancangan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (RAPBD) Perubahan buku panduan anggaran yang dipegang oleh
masing masing Satuan Perangkat Kerja Daerah (SKPD).
Perbedaan juga terjadi antara rincian penjelasan penganggaran
dengan rekap anggaran pada tiap program. Akibatnya Komisi II dengan ketelitian
yang diterapkan dari awal pembahasan dapat menemukan perbedaan tersebut.
Sehingga jika tiap perbedaan yang ditemukan disejumlah SKPD, membuat RDP
diskors hingga usai perbaikan oleh SKPD terkait dengan koordinasi ke Tim
Panitian Anggaran Daerah (TPAD) di Pemkab Polewali Mandar.
“Makanya dari awal kami meminta kepada pimpinan agar kami jangan dibatasi, sebab dihari pertama hingga kedua pembahasan saja, kami masih terus RDP dengan SKPD yang kami RDP dihari sebelumnya” ujar Mahyadin Mahdi Ketua Komisi II DPRD Polman, Kamis 18 Oktober.
“Makanya dari awal kami meminta kepada pimpinan agar kami jangan dibatasi, sebab dihari pertama hingga kedua pembahasan saja, kami masih terus RDP dengan SKPD yang kami RDP dihari sebelumnya” ujar Mahyadin Mahdi Ketua Komisi II DPRD Polman, Kamis 18 Oktober.
Ia menyampaikan, jika tidak ingin terburu buru melakukan
pembahasan, karena jika pembahasan dipaksakan dipercepat, maka akan ada
sejumlah program di SKPD yang nantinya bakal mengalami kelebihan anggaran,
bahkan bisa juga kekurangan anggaran. Sementara dalam RAPBD anggarannya sudah
tepat, hal seperti inilah yang ingin dihindari Komisi II, sehingga lebih teliti
dan membutuhkan waktu melakukan pembahasan.
“Olehnya kami berharap ini dapat dipahami, sebab kami temukan sendiri perbedaan itu, dan jumlahnya tidak sedikit” kunci Mahyadin. (*)
“Olehnya kami berharap ini dapat dipahami, sebab kami temukan sendiri perbedaan itu, dan jumlahnya tidak sedikit” kunci Mahyadin. (*)
Pertanggung jawaban keuangan daerah
1.
Pertanggungjawaban Penggunaan Dana
Bendahara pengeluaran secara administratif wajib mempertanggung jawabkan
penggunaan uang persediaan/ganti uang persediaan/tambah uang persediaan kepada
kepala SKPD melalui PPK-SKPD paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya. Hal ini dilaksanakan dengan menutup Buku Kas Umum setiap bulan
dengan sepengetahuan dan persetujuan pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran.
Selanjutnya Bendahara Pengeluaran menyusun laporan pertanggungjawaban
penggunaan uang persediaan. Dalam hal laporan pertanggungjawaban telah sesuai,
pengguna anggaran menerbitkan surat pengesahan laporan pertanggungjawaban.
Untuk tertib laporan pertanggungjawaban pada akhir tahun anggaran,
pertanggungjawaban pengeluaran dana bulan Desember disampaikan paling lambat
tanggal 31 Desember. Disamping pertanggungjawaban secara administratif, Bendahara
Pengeluaran pada SKPD juga wajib mempertanggungjawabkan secara fungsional atas
pengelolaan uang yang menjadi tanggung jawabnya dengan menyampaikan laporan
pertanggungjawaban pengeluaran kepada PPKD selaku BUD paling lambat tanggal 10
bulan berikutnya. Penyampaian pertanggungjawaban tersebut dilaksanakan setelah
diterbitkan surat pengesahan pertanggungjawaban pengeluaran oleh pengguna
anggaran/kuasa pengguna anggaran.
2.
Penetapan
Raperda Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD
Kepala
daerah menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban
pelaksanaan APBD kepada DPRD paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun
anggaran berakhir. Rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban
pelaksanaan APBD memuat laporan keuangan yang meliputi laporan realisasi
anggaran, neraca, laporan arus kas, catatan atas laporan keuangan, serta
dilampiri dengan laporan kinerja yang telah diperiksa BPK dan ikhtisar laporan
keuangan badan usaha milik daerah/perusahaan daerah. Persetujuan bersama
terhadap rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD
oleh DPRD paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak rancangan peraturan daerah
diterima.
3. Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang Pertanggungjawaban
Pelaksanaan APBD dan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran
Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD
Rancangan peraturan daerah provinsi
tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD yang telah disetujui bersama DPRD
dan rancangan peraturan gubernur tentang penjabaran pertanggungjawaban
pelaksanaan APBD sebelum ditetapkan oleh gubernur paling lama 3 (tiga) hari
kerja disampaikan terlebih dahulu kepada Menteri Dalam Negeri untuk dievaluasi.
Hasil evaluasi disampaikan oleh Menteri Dalam Negeri kepada Gubernur paling
lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak diterimanya rancangan dimaksud. Apabila
Menteri Dalam Negeri menyatakan hasil evaluasi rancangan peraturan daerah
tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD dan rancangan peraturan gubernur
tentang penjabaran pertanggungjawaban pelaksanaan APBD sudah sesuai dengan
kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, gubernur
menetapkan rancangan peraturan daerah dan rancangan peraturan gubernur menjadi
peraturan daerah dan peraturan gubernur.
Rancangan peraturan daerah kabupaten/kota tentang
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD yang telah disetujui bersama DPRD dan
rancangan peraturan bupati/walikota tentang penjabaran pertanggungjawaban
pelaksanaan APBD sebelum ditetapkan oleh bupati/walikota paling lama 3 (tiga)
hari kerja disampaikan kepada gubernur untuk dievaluasi. Hasil evaluasi
disampaikan oleh gubernur kepada bupati/walikota paling lama 15 (lima belas)
hari kerja terhitung sejak diterimanya rancangan peraturan daerah
kabupaten/kota dan rancangan peraturan bupati/walikota tentang penjabaran
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.
Apabila gubernur menyatakan hasil evaluasi rancangan peraturan
daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD dan rancangan peraturan
bupati/walikota tentang penjabaran pertanggungjawaban pelaksanaan APBD sudah
sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi, bupati/walikota menetapkan rancangan dimaksud menjadi peraturan daerah
dan peraturan bupati/walikota.
Pengawasan pengelolaan keuangan daerah
Di era reformasi pengelolaan keuangan daerah sudah mengalami
berbagai perubahan regulasi dari waktu ke waktu. Perubahan tersebut merupakan
rakaian bagaimana suatu Pemerintah Daerah dapat menciptakan good
governance dan clean govermentdengan melakukan tata kelola pemerintahan
dengan baik. Keberhasilan dari suatu pembangunan di daerah tidak terlepas
dari aspek pengelolaan keuangan daerah yang di kelola dengan manajemen yang
baik pula. Pengelolaan
Keuangan Daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan,
penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah.
Pengelolaan keuangan daerah yang diatur dalam
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 20013 pasal 3 meliputi kekuasaan
pengelolaan keuangan daerah, azas umum dan struktur APBD, penyusunan rancangan
APBD, penetapan APBD, penyusunan dan penetapan APBD bagi daerah yang belum
memiliki DPRD, pelaksanaan APBD, perubahan APBD, pengelolaan kas,
penatausahaan keuangan daerah, akuntansi keuangan daerah, pertanggungjawaban pelaksanaan
APBD, pembinaan dan pengawasan pengelolaan keuangan daerah, kerugian daerah,
dan pengelolaan keuangan BLUD. Pengelolaan
keuangan daerah harus dikelola secara tertib, taat pada peraturan
perundang-undangan, efektif, efisien, ekonomis, transparan, dan bertanggung
jawab dengan memperhatikan azas keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk
masyarakat.
Proses Pengelolaaan keuangan daerah dimulai dengan
perencanaan/penyusunan anggaran pendapatan belanja daerah (APBD). APBD
merupakan rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan
disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan
peraturan daerah. Oleh karena itu APBD merupakan kesepakatan bersama antara
eksekutif dan legislatif yang dituangkan dalam peraturan daerah dan dijabarkan
dalam peraturan bupati. APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan
pemerintahan dan kemampuan pendapatan daerah. Penyusunan APBD berpedoman kepada
RKPD dalam rangka mewujudkan pelayanan kepada masyarakat untuk tercapainya
tujuan bernegara. Sesuai dengan Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah pasal 181 dan Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang
Keuangan Negara pasal 17-18, yang menjelaskan bahwa proses penyusunan APBD
harus didasarkan pada penetapan skala prioritas dan plafon anggaran, rencana
kerja Pemerintah Daerah dan Kebijakan Umum APBD yang telah disepakati bersama
antara DPRD dengan Pemerintah Daerah. Berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dalam Bab IV
Penyusunan Rancangan APBD Pasal 29 sampai dengan pasal 42 dijelaskanbahwa
proses penyusunan RAPBD berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah (RPJMD), Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), Kebijakan Umum APBD,
Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) dan Rencana Kerja Anggaran SKPD
(RKA-SKPD).
APBD mempunyai fungsi :
ü Fungsi Otorisasi mengandung arti bahwa anggaran daerah menjadi
dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan;
ü Fungsi Perencanaan mengandung arti bahwa anggaran daerah menjadi
pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang
bersangkutan;
ü Fungsi Pengawasan mengandung arti bahwa anggaran daerah menjadi pedoman
untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan
ketentuan yang telah ditetapkan;
ü Fungsi Alokasi mengandung arti bahwa anggaran daerah harus
diarahkan untuk menciptakan lapangan kerja/ mengurangi pengangguran dan
pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas
perekonomian;
Fungsi Distribusi mengandung arti bahwa kebijakan anggaran daerah
harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan;
Fungsi stabilisasi mengandung arti bahwa anggaran pemerintah daerah
menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental
perekonomian daerah.
Sebelum berlakunya sistem Anggaran Berbasis Kinerja, APBD disusun
dengan menggunakan metoda tradisional atau item line budget. Mekanisme
penyusunan anggaran ini tidak didasarkan pada analisa rangkaian kegiatan yang
harus dihubungkan dengan tujuan yang telah ditentukan, namun lebih
meniitikberatkan pada kebutuhan untuk belanja/pengeluaran.
Sasaran (target), keluaran (output) dan
hasil (outcome) dari kegiatan/program yang akan atau telah dicapai
sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas yang
terukur tidak dapat disajikan dengan baik sehingga esiensi dari pengertian
anggaran berbasis kinerja (performance based budgeting) semakin tidak
jelas.
Namun dalam perkembangannya, sistematika anggaran berbasis kinerja
muncul sebagai pengganti dari anggaran yang bersifat tradisional. Anggaran
berbasis kinerja pada dasarnya memiliki makna yang mendalam yaitu suatu
pendekatan sistematis dalam proses penyusunan anggaran yang mengaitkan
pengeluaran yang dilakukan organisasi pemerintahan di daerah dengan kinerja
yang dihasilkannya serta menggunakan informasi kinerja yang terencana. Proses
penyusunan anggaran pemerintah daerah, dimulai dengan dokumen-dokumen
perencanaan seperti Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), Rencana
Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas dan
Plafon Anggaran Sementara (PPAS). Sedangkan, pada tingkat satuan kerja
pemerintah daerah (SKPD), dokumen-dokumen tersebut meliputi Rencana Stratejik
(Renstra) SKPD, Rencana Kerja (Renja) SKPD dan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA)
SKPD. Dalam implementasinya penerapkan penganggaran berbasis kinerja tidak
hanya dibuktikan dengan adanya dokumen-dokumen tersebut, melainkan substansi
dari dokumen tersebut harus ada keselarasan antar dokumen-dokumen dengan
memperhatikan indikator kinerja yang hendak dicapai. Indikator-indikator
kinerja di SKPD dituangkan dalam Renja SKPD seyogyanya terdapat keselarasan
dalam pencapaian indikator kinerja yang termuat dalam Renstra SKPD. Indikator
kinerja Renja SKPD harus selaras dengan indikator-indikator kinerja yang
dituang dalam RKA SKPD. Keselarasan indikator kinerja secara otomatis akan
dapat mengaitkan tujuan-tujuan yang hendak dicapai dalam dokumen perencanaan
strategis (Renstra SKPD) yang selanjutnya dituangkan dalam program dan
kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan SKPD.
Oleh karena itu, kedudukan APBD sangatlah penting sebagai alat
untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian daerah
dalam proses pembangunan di daerah. APBD juga merupakan alat/wadah untuk
menampung berbagai kepentingan publik (public accountability) yang
diwujudkan melalui program dan kegiatan. APBD merupakan instrumen kebijakan
yaitu sebagai alat untuk meningkatkan pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat
di daerah yang harus mencerminkan kebutuhan riil masyarakat sesuai dengan
potensi dan karakteristik daerah serta dapat memenuhi tuntutan terciptanya
anggaran daerah yang berorientasi pada kepentingan dan akuntabilitas publik.
Proses penganggaran yang telah direncanakan dengan baik dan dilaksanakan dengan
tertib serta disiplin akan mencapai sasaran yang lebih optimal. APBD juga
menduduki posisi sentral dan vital dalam upaya pengembangan kapabilitas dan
efektivitas pemerintah daerah. Proses pembangunan di era otonomi daerah
memberikan celah dan peluang yang besar bagi Pemerintah Daerah dalam menentukan
kebijakan dan arah pembangunan yang mengutamakan potensi serta keunggulan
daerah sesuai dengan karakteristik daerah sehingga esensi dari dokumen APBD
yang dihasilkan dapat memenuhi keinginan dari semangat otonomi daerah itu
sendiri. Pemerintah Daerah juga dituntut melakukan pengelolaan keuangan daerah
yang tertib, transparan dan akuntabel agar tujuan utama dapat tercapai yaitu
mewujudkan good governance dan clean goverment.
0 Response to "KEUANGAN DAERAH : PERTEMUAN KE SEBELAS"
Post a Comment