SAMPAIKAH FAHALA AMALAN ORANG HIDUP KEPADA ORANG YANG TELAH MENINGGAL
DR. Syeikh Wahbah Zuhail merupakan
seorang ulama besar zaman ini yang banyak melahirkan karya kitab-kitab terutama
dalam bidang fiqh, tafsir dan ushul fiqh. Karya-karya beliau banyak di minati
oleh berbagai kalangan. Dalam bidang fiqh, beliau lebih memilih mazhab Syafii
sebagaimana beliau utarakan sendiri ketika berkunjung ke Banda Aceh tahun yang
lalu. Keahlian beliau dalam ilmu fiqih lintas mazhab terlihat dengan banyaknya
karya-karya beliau dalam berbagai mazhab yang berbeda. Salah satu karya beliau
yang fenomenal adalah kitab Fiqh Islamy wa adillahtuh. Kitab ini telah
diterjemahkan dalam bahasa Malaysia dan Inggris.
Syeikh Wahbah
Zuhaily tetap berpandangan layaknya ulama-ulama Ahlus sunnah dahulu. Salah
satunya adalah dalam hal sampai hadiah pahala amalan orang hidup bagi orang
yang meninggal. Berikut ini penjelasan beliau dalam kitab Fiqh Islamy wa
Adillatuh jilid 3 hal 2095 Cet. Dar Fikr thn 1997.
Masalah
kedua; hadiah pahala amalan bagi mayat.
Sepakat
para ulama tentang sampai pahala doa, shadaqah dan hadiah bagi mayat karena
hadits: “apabila meninggal manusia, putuslah amalannya kecuali dari tiga,
shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang mendoakannya”.
Mayoritas
ulama Ahlus sunnah berkata: boleh bagi manusia menjadikan pahala amalannya bagi
orang lain, baik shalat, puasa, shadaqah atau bacaan al-quran, dengan membaca;
“Ya Allah jadikan pahala amalan yang saya kerjakan bagi si fulan.
Hal ini berdasarkan hadits Nabi SAW: Rasulullah berqurban dengan dua qurban
yang berwarna kelabu, salah satunya untuk diri beliau sendiri dan yang lain
untuk umatnya yang mengakui dengan keesaan Allah dan bersaksi dengan risalah.
(H.R.Ibnu Majah). Beliau menjadikan salah satu kambing qurban untuk umatnya.
Dan juga berdasarkan hadits tentang seorang laki-laki yang bertanya kepada Nabi
SAW; saya berbuat baik kepada dua ibu bapak saya ketika kedua masih hidup,
bagaimana bagi saya untuk berbuat baik setelah keduanya meninggal? Rasulullah
menjawab: sebagian dari kebaikan setelah kebaikan adalah kamu shalat untuk
keduanya bersama shalatmu dan kamu berpuasa bagi kedua bersama puasamu.
Sedangkan
firman Allah: tiada bagi manusia kecuali hasil usahanya (an-Najmu 39) maka
maksudnya adalah; kecuali apabila ia menghibahkan baginya sebagaimana
diterangkan oleh Kamal bin Hamam ataupun maksudnya; tidak ada bagi insan
kecuali hasil amalannya dengan jalan keadilan Allah, namun bagi manusia (bisa
mendapatkan hasil selain amalannya) dari jalan karunia Allah. Hal ini juga
dikuatkan dengan ayat 21 ath-Thur.
Adapun
hadist: “apabila mati anak adam putuslah amalnya kecuali dari tiga …maka sama
sekali tidak menunjuki putus amalan dari selain nya. Sedangkan hadist: “tidak
boleh seseorang berpuasa untuk orang lain dan tidak boleh seseorang berpuasa
untuk orang lain”, maka hadist ini berlaku pada keluar dari tuntutan kewajiban
bukan tentang pahala”.
Hal
tersebut bukanlah satu perkara mustahil pada akal, karena ini hanyalah
menjadikan pahala miliknya untuk orang lain, sedangkan Allahlah yang
menyampaikannya, dan Allah maha kuasa terhadap hal tersebut. Hal tersebut tidak
hanya terkhusus pada sebagian amal saja.
Kaum
Mu`tazilah berkata: tidak boleh bagi manusia menjadikan pahala amalannya untuk
orag lain dan hal tersebut tidak akan sampai dan tidak bermanfaat bagi orang
lain tersebut berdasarkan firman Allah an-Najmu 39-40, dan karena pahala itu
adalah surga sedangkan hamba tidak mampu menjadikan surge tersebut untuk
dirinya sendiri apalagi untuk orang lain.
Berkata
Imam Malik dan Imam Syafii; boleh menjadikan pahala amalan untuk orang lain
pada shadaqah, ibadah maliah, dan haji, dan tidak boleh pada perbuatan sunat
yang lain seperti shalat, puasa, membaca al-quran dll.
Dari
penjelasan di atas sangat jelas bahwa menurut Prof. DR. Syeikh Wahbah Zuhaily
mayoritas ulama Ahlus sunnah berpendapat bahwa hadiah pahala boleh, hanya kaum
mu`tazilah yang berpendapat mutlak tidak boleh. Kita melihat bagaimana beliau
menanggapi perbedaan yang tampak antara ayat al-Quran dengan beberapa hadist
shahih, beliau tidak langsung memvonis bahwa hadits shahih tersebut adalah
hadist dhaif yang sama sekali tidak bisa dijadikan hujjah (sebagaimana yang di
utaraan oleh Bapak Aliwari dalam bukunya Hadiah Pahala Amalan Rekayasa.
Adapun
pendapat Imam Syafii yang mengatakan bahwa tidak sampai pahala bacaan orang
hidup kepada orang meninggal, hanya berlaku apabila bacaan al-quran tersebut
bukan di baca di hadapan mayat atau di samping kuburan atau tidak di iringi
dengan doa. Para ashhab (pengikut utama) Imam Syafii memahami pendapat Imam
Syafii dengan demikian karena ada nash Imam Syafii yang lain yang menyebutkan
di sunatkan membaca al-quran ketika berziarah kubur. Imam Nawawi menerangkan
dalam kitab Majmuk Syarah Muhazzab jilid 5 hal 311 Cet. Dar Fikr
ويستحب
للزائر أن يسلم على المقابر ويدعو لمن يزوره ولجميع أهل المقبرة والأفضل أن يكون
السلام والدعاء بما ثبت في الحديث ويستحب أن يقرأ من القرآن ما تيسر ويدعو لهم
عقبها نص عليه الشافعي واتفق عليه الأصحاب
Dan
disunatkan bagi penziarah untuk mengucapkan salam atas kubur dan berdoa bagi
orang yang diziarahi dan ahli maqbarah. Yang lebih utama adalah mengucapkan
salam dan berdoa sebagaimana yang tersebut dalam hadits dan disunatkan membaca
ayat al-quran semudahnya dan berdoa setelahnya sebagaiman Imam Syafii sebutkan
secara jelas dan hal ini disepakati oleh ashshab (pengikut Imam Syafii)
Dari
nash ini maka dapat di pahami bahwa Imam Syafii juga berpendapat bahwa bacaan
al-quran di atas kuburan dapat bermanfaat bagi mayat. Karena kalau seandainya
pembacaan al-quran di di hadapan mayat juga tidak bermanfaat bagi mayat sama
sekali maka tidak mungkin Imam Syafii berpendapat sunat hukumnya bagi penziarah
kubur membaca al-quran di samping kubur ketika berziarah. Kemudian para ulama
telah ijmak bahwa doa dapat bermanfaat bagi mayat. Ijmak ini di sebutkan oleh
mayoritas para ulama seperti Imam Ibnu Katsir dalam tafsir al-Quran al-karim
beliau. Termasuk salah satu hal yang boleh di doakan adalah supaya Allah
memberikan pahala seumpama pahala bacaan al-quran yang ia baca kepada orang
yang meninggal. Karena itu salah satu bentuk pengucapan doanya adalah:
اللهم
اجعل مثل ثواب ما قرأته إلى
Ya Allah
berikanlah seumpama pahala bacaanku ini kepada…
Kalaupun dalam
pengucapannya tidak di sebutkan lafadh مثل /seumpama,
misalnya hanya di baca:
...اللهم
اجعل ثواب ما قرأته إلى
Ya Allah berikanlah pahala bacaanku kepada…
maka doa tersebut tetap sah karena dalam maknanya tetap di maksudkan lafadh مثل karena pemakaian kata-kata ثواب ما قرأته (pahala bacaanku) sedangkan maksudnya مثل ثواب ما قرأته (umpama bacaanku) adalah satu hal yang telah masyhur.
0 Response to "SAMPAIKAH FAHALA AMALAN ORANG HIDUP KEPADA ORANG YANG TELAH MENINGGAL"
Post a Comment