MAKALAH PERLINDUNGAN HUKUM PRAKTEK KEPERAWATAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Undang
– undang praktik keperawatan sudah lama menjadi bahan diskusi para perawat.
PPNI pada kongres Nasional keduanya di Surabaya tahun 1980 mulai
merekomendasikan perlunya bahan-bahan perundang-undangan untuk perlindungan
hukum bagi tenaga keperawatan. Tidak adanya undang-undang perlindungan bagi
perawat menyebabkan perawat secara penuh belum dapat bertanggung jawab terhadap
pelayanan yang mereka lakukan. Tumpang tindih antara tugas dokter dan perawat
masih sering terjadi dan beberapa perawat lulusan pendidikan tinggi merasa
frustasi karena tidak adanya kejelasan tentang peran, fungsi dan kewenangannya.
Hal ini juga menyebabkan semua perawat dianggap sama pengetahuan dan
ketrampilannya, tanpa memperhatikan latar belakang ilmiah yang mereka miliki.
Salah
satu tenaga kesehatan yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan adalah
tenaga profesi perawat. Perawat merupakan tenaga profesional yang
memiliki body of knowledge yang khusus dan spesifik dan dalam menjalankan
praktik profesinya memiliki tanggung jawab dan tanggung gugat, sehingga perawat
juga sangat terikat oleh atauran-aturan hukum yang mengatur praktik tenaga
kesehatan.
Dari
sebab itu, pada kesempatan kali ini kami akan menulis tentang “Perlindungan
Hukum Praktik Keperawatan” dengan ringkas dan mudah di pahami.
B. Rumusan masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah adalah sebagai
berikut :
1. Apa
definisi dan tujuan dari praktik keperawatan.
2. Apa
saja bunyi UU praktik keperawatan.
3. Apa
saja tujuan dan komponen regulasi dalam perlindungan praktik keperawatan.
C. Tujuan penulisan
1. Mengetahui
definisi dan tujuan dari praktik keperawatan.
2. Memahami
isi UU yang berkaitan dengan praktik keperawatan.
3. Dan
mengetahui tujuan dan komponen regulasi dalam perlindungan praktik keperawatan.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Tinjauan
teoritis
1.
Pengertian
Praktik Keperawatan Profesional
Keperawatan
adalah fungsi unik dari perawat membantu individu sakit atau sehat dalam
melaksanakan segala aktivitasnya untuk mencapai kesehatan atau untuk meninggal
dunia dengan tenang yang dapat dapat ia lakukan sendiri tanpa bantuan apabila
cukup kekuatan, harapan dan pengetahuan (Virginia Handerson, 1958).
Perawatan
adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari
pelayanan kesehatan yang di dasarkan ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk
pelayanan bio-psiko-sosio-spritual yang komprehensif serta di tujukan kepada
individu, keluarga, dan masyarakat baik sakit maupun sehat yg mencakup seluruh
siklus kehdpan manusia (Lokakarya keperawatan Nasional 1986).
Praktik
keperawatan berarti membantu individu atau kelompok dalam mempertahankan atau
meningkatkan kesehatan yang optimal sepanjang proses kehidupan dengan mengkaji
status, menentukan diagnosa, merencanakan dan mengimplementasi strategi
keperawatan untuk mencapai tujuan, serta mengevaluasi respon terhadap perawatan
dan pengobatan (National Council of State Board of Nursing/NCSBN). Praktik
keperawatan profesional tertuang juga dlm Nurse Practice Art New York 1972 Praktik
keperawatan terdapat dalam American Nursing Association/ANA).
2.
Aspek
Hukum Praktik Keperawatan
a. Hubungan
Hukum Dengan Profesi Keperawatan
Masyarakat
profesi dengan masyarakat umum telah mengadakan suatu kontrak ( social
contract) yang memberikan hak otonomi profesi untuk melakukan self
regulation, self governing dan self disciplining. Dengan kewajiban
memberikan jaminan profesional yang kompeten dan melaksanakan praktik sesuai
etika dan standar profesinya. Profesi perawat memiliki kewajiban untuk mampu
memberikan jaminan pelayanan keperawatan yang profesional kepada masyarakat
umum. Kondisi demikian secara langsung akan menimbulkan adanya konsekuensi
hukum dalam praktik keperawatan. Sehingga dalam praktik profesinya dalam
melayani masyarakat perawat terikat oleh aturan hukum, etika dan moral.
Di
Indonesia salah satu bentuk aturan yang menunjukan adanya hubungan hukum
dengan perawat adalah UU No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan, Pasal 1
angka 2 menyebutkan bahwa ”Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang
mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau
keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu
memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan”. Berdasarkan PP
No. 32/1996 Pasal 2 ayat (1) jo, ayat (3) perawat dikatagorikan sebagai tenaga
keperawatan.
Ketentuan
Pasal 53 ayat (2) UU No. 23 tahun 1992 jo. Pasal 21 ayat (1) PP No. 32 tahun
1996 tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya diwajibkan untuk memenuhi
standar profesi dan menghormati hak pasien. Standar profesi merupakan pedoman
bagi tenaga kesehatan/perawat dalam menjalankan upaya pelayanan kesehatan,
khususnya terkait dengan tindakan yang harus dilakukan oleh tenaga
kesehatan terhadap pasien, sesuai dengan kebutuhan pasien, kecakapan, dan
kemampuan tenaga serta ketersediaan fasilitas dalam sarana pelayanan kesehatan
yang ada.
b. Instrumen
Normatif Bagi Perawat Dalam Upaya Menjalankan Pelayanan Keperawatan
Perawat
dalam menjalankan proses keperawatan harus berpedoman pada Lafal Sumpah
Perawat, Standar Profesi Perawat, Standar Asuhan Keperawatan, dan Kode Etika
Keperawatan. Keempat instrumen tersebut berisi tentang norma-norma yang berlaku
bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan. Ketentuan-ketentuan
yang berlaku bagi perawat disebut instrumen normatif, karena keempatnya
meskipun tidak dituangkan dalam bentuk hukum positif/Undang-Undang, tetapi
berisi norma-norma yang harus dipatuhi oleh perawat agar terhindar dari
kesalahan yang berdampak pada pertanggungjawaban dan gugatan ganti kerugian
apabila pasien tidak menerima kegagalan perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan.
1) Lafal
Sumpah Perawat
Lulusan
pendidikan keperawatan harus mengucapkan janji/sumpah sesuai dengan program
pendidikannya, D3 atau S1. Lafal sumpah ada dua macam yaitu lafal Sumpah/Janji
Sarjana Keperawatan dan lafal Sumpah/Janji Ahli Madya Keperawatan.
2) Standar
Profesi Perawat
Pasal
24 ayat (1) PP 23/1996 tentang Tenaga Kesehatan menentukan bahwa perlindungan
hukum diberikan kepada tenaga kesehatan yang melakukan tugas sesuai dengan
Standar Profesi tenaga kesehatan. Standar profesi merupakan ukuran kemampuan
rata-rata tenaga kesehatan dalam menjalankan pekerjaannya (Praptianingsih,
2006). Dengan memenuhi standar profesi dalam melaksanakan tugasnya, perawat terbebas
dari pelanggaran kode etik.
Sebagai
tolak ukur kesalahan perawat dalam melaksanakan tugasnya, dapat dipergunakan
pendapat Leenen dalam Koeswadji (1996) sebagai standar pelaksanaan profesi keperawatan,
yang meliputi : terapi harus dilakukan dengan teliti; harus sesuai dengan
ukuran ilmu pengetahuan keperawatan; sesuai dengan kemampuan rata-rata
yang dimilki oleh perawat dengan kategori keperawatan yang sama; dengan sarana
dan upaya yang wajar sesuai dengan tujuan kongkret upaya pelayanan yang
dilakukan. Dengan demikian, manakala perawat telah berupaya dengan
sungguh-sungguh sesuai dengan kemampuannyadan pengalaman rata-rata seorang
perawat dengan kualifikasi yang sama, maka dia telah bekerja dengan memenuhi
standar profesi.
3)
Standar
Asuhan Keperawatan
Pelayanan
keperawatan dalam upaya pelayanan kesehatan di rumah sakit merupakanfaktor
penentu citra dan mutu rumah sakit. Di samping itu, tuntutan masyarakat
terhadap pelayanan perawatan yang bermutu semakin meningkat seiring
dengan meningkatnya kesadaran akan hak dan kewajiban dalam masyarakat. Oleh
karena itu, kualitas pelayanan keperawatan harus terus ditingkatkan sehingga
upaya pelayanan kesehatan dapat mencapai hasil yang optimal.
Salah
satu upaya untuk menjaga mutu kualitas pelayanan keperawatan adalah dipergunakannya
Standar Asuhan Keperawatan dalam setiap pelayanan keperawatan. Standar ini
dipergunakan sebagai pedoman dan tolak ukur mutu pelayanan rumah sakit. Di
dalamnya berisi tentang tahapan yang harus dilakukan oleh perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan. Standar Asuhan Keperawatan terdiri dari delapan
standar yang harus dipahami dan dilaksanakan oleh perawat dalam memberikan
pelayanan kesehatan, khsusunya pelayanan keperawatan, yang terdiri dari :
a) Standar
I berisi falsafah keperawatan,
b) Standar
II berisi tujuan asuhan keperawatan,
c) Standar
III menentukan pengkajian keperawatan,
d) Standar
IV tentang diagnosis keperawatan,
e) Standar
V tentang perencanaan keperawatan,
f) Standar
VI menentukan intervensi keperawatan,
g) Standar
VII menentukan evaluasi keperawatan,
h) Standar
VIII tentang catatan asuhan keperawatan.
4.
Batas
Tanggung Jawab dalam Keperawatan
Menjalan
Pesanan Dokter Menurut Becker (Dlm Kozier,Erb 1990) empat hal yg hrs di
tanyakan perawat untuk melindungi mereka secara hukum:
a) Tanyakan
pesanan yg di tanyakan pasien
b) Tanyakan
setiap pesanan setiap kondisi pasien berubah
c) Tanyakan
dan catat pesan verbal untuk mencegah kesalahan komunikasi.
d) Tanyakan
pesanan (Standing Order ), terutama bila perawat tdk berpengalaman.
5.
Fungsi
Hukum Dalam Praktek Keperawatan
a) Hukum
memberikan kerangka untuk menentukan tindakan keperawatan mana yang sesuai
dengan hukum.
b) Membedakan
tanggung jawab perawat dengan profesi yang lain.
c) Membantu
menentukan batas-batas kewenangan tindakan keperawatan mandiri.
d) Membantu
dalam mempertahankan standar praktik keperawatan dengan meletakkan posisi
perawat memiliki akuntabilitas di bawah hukum (Kozier, Erb, 1990)
e)
6.
Undang-Undang
yang berkaitan dengan Praktik Keperawatan
Undang-undang
praktik keperawatan sudah lama menjadi bahan diskusi para perawat. PPNI pada
kongres Nasional ke duanya di Surabaya tahun 1980 mulai
merekomendasikan perlunya bahan-bahan perundang-undangan untuk perlindungan
hukum bagi tenaga keperawatan. Tidak adanya Undang-Undang perlindungan bagi
perawat menyebabkan perawat secara penuh belum dapat bertanggung jawab terhadap
pelayanan yang mereka lakukan. Tumpang tindih antara tugas dokter dan perawat
masih sering tejadi dan beberapa perawat lulus pendidikan tinggi merasa
prustasi karena tidak adanya kejelasan tentang peran, fungsi dan kewenangannya.
Hal ini juga menyebabkan semua perawat dianggap sama pengetahuan dan
ketrampilannya, tanpa memperhatikan latar belakang ilmiah yang mereka
miliki. UU dan peraturan lainnya yang ada di Indonesia yang
berkaitan dengan praktek keperawatan :
1) UU
No. 9 tahun 1960, tentang pokok-pokok kesehatan
Bab
II (tugas Pemerintah), pasal 10 antara lain menyebutkan bahwa pemerintah
mengatur kedudukan hukum, wewenang dan kesanggupan hukum.
2) UU
No. 6 tahun 1963 tentang tenaga kesehatan
UU
ini merupakan penjabaran dari UU No. 9 tahun 1960. UU ini membedakan tenaga
kesehatan sarjana dan bukan sarjana. Tenaga sarjana meliputi dokter, doter gigi
dan apoteker. Tenaga perawat termasuk dalam tenaga bukan sarjana atau tenaga
kesehatan dengan pendidikan rendah, termasuk bidan dan asisten farmasi dimana
dalam menjalankan tugas dibawah pengawasan dokter, dokter gigi dan apoteker.
Pada keadaan tertentu kepada tenaga pendidik rendah dapat diberikaqn kewenangan
terbats untuk menjalankan pekerjaannya tanpa pengawasan langsung.
UU
ini boleh dikatakan sudah using karena hanya mengklaripikasikan tenaga
kesehatan secara dikotomis (tenaga sarjana dan bukan sarjana). UU ini juga
tidak mengatur landasan hukum bagi tenaga kesehatan dalam menjalankan
pekerjaannya. Dalam UU ini juga belum tercantum berbagai jenis tenaga sarjana
keperawatan seperti sekarang ini dan perawat ditempatkan pada posisi yang
secara hukum tidak mempunyai tanggung jawab mandiri karena harus tergantung
pada tenaga kesehatan lainnya.
3) UU
kesehatan No. 14 tahun 1964, tentang wajib keja paramedis
Pada
pasal 2,ayat (3) dijelasakan bahwa tenaga kesehatan sarjana muda, menengah dan
rendah wqajib menjalankan wajib kerja pada pemerintah selama 3 tahun. Dalam
pasal 3 dihelaskan bahwa selama bekerja pada pemerintah, tenaga kesehatan yang
dimaksut pada pasal 2 memiliki kedudukan sebagain pegawai negeri sehingga
peraturan-peraturan pegawai negeri juga diberlakukan terhadapnya. UU ini untuk
saat ini sudah tidak sesuai dengan kemampuan pemerintah dalam mengangkat
pegawai negeri. Penatalaksanaan wajib kerja juga tidak jelas dalam UU tersebut
sebagai contoh bagai mana sisitem rekruitmen calon pesrta wajib kerja, apa
sangsinya bila seseorang tidak menjalankaqn wajib kerja dll. Yang perlu
diperhatikan dalam UU ini,lagi posisi perawat dinyatakan sebagai tenaga kerja
pembantu bagi tenaga kesehatan akademis termasuk dokter, sehingga dari aspek
propesionalisasian, perawat rasanya masih jauh dari kewenangan tanggung jawab
terhadap pelayanannya sendiri.
4) SK
Menkes No. 262/per/VII/1979 tahun 1979
Membedakan
para medis menjadi dua golongan yaitu paramedic keperawatan (termasuk bidan)
dan paramedic non keperawata. Dari aspek hukum, sartu hal yang perlu dicatat
disini bahwa tenaga bidan tidak lagi terpisah tetapi juga termasuk kategori
tenaga keperawatan.
5) Permenkes.
No. 363/ Menkes/ per/XX/1980 tahun 1980
Pemerintah
membuat suatu pernyataan yang jelas perbedaan antara tenaga keperawatan dan
bidan. Bidan seperti halnya dokter, diizinkan mengadakan praktik swasta,
sedangkan tenaga keperawatan secara resmi tidak diizinkan. Dokter dapat
membuka praktik swasta untuk mengobati orang sakit dan bidan dapat menolong
persalinan dan pelayanan KB. Peraturan ini boleh dikatakan kurang relevan atau
adil bagi propesi keperawatan. Kita ketahuai Negara lain perawat diizinkan
membuka praktik swasta. Dalam bidang kuratif banyak perawat harus menggantikan
atau mengisi kekujrangan tenaga dokter untuk mengobati penyakit terutam
dipuskesmas- puskesmas tetapi secara hukum hal tersebut tidak dilindungi
terutama bagi perawat yang memperpanjang pelayanan dirumah. Bila memang secara
resmi tidak diakui, maka seharusnya perawat dibebaskan dari pelayanan kuratif
atau pengobatan untuk benar-benar melakuan nursing care.
6) SK
Mentri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. 94/Menpan/ 1986,tanggal 4
Nopember 1989, tentang jabatan fungsional tenaga keperawatan dan system kredit
poin.
Dalam
system ini dijelaskan bahwa tenaga keperawatan dapat naik jabatannya atau naik
pangkatnya setiap 2 tahun bila memenuhi angka kredit
tertentu. Dalam SK ini, tenaga keperawatan yang dimaksud adalah
: penyenang kesehatan, yang sudah mencapai golongan II/a, Pengatur Rawat/
Perawat Kesehatan/Bidan, Sarjana Muda/D III Keperawatan dan Sarjana/S I
Keperawatan.System ini menguntungkan perawat karena dapat naik pangkatnya dan
tidak tergantung kepada pangkat/ golongan atasannya.
7) UU
kesehatan No. 23 tahun 1992
Merupakan
UU yang banyak member kesempatan bagi perkembangan termasuk praktik keperawatan
professional karena dalam UU ini dinyatakan tentang standar praktik, hak-hak
pasien, kewenangan, maupun perlindungan hukum bagi profesi kesehatan termasuk
keperawatan.Beberapa pernyataan UU kes. No. 23 Th. 1992 yang dapat dipakai
sebagai acuan pembuatan UU praaktik keperawatan adalah :
a. Pasal
32 ayat 4
Pelaksanaan
pengobatan dan atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran dan ilmu keperawatan,
hanya dapat dilaksanakan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan
kewenangan untuk itu.
b. Pasal
53 ayat I
Tenaga
kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesui
dengan profesinya.
c. Pasal
53 ayat 2
Tenaga
kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar profesi
dan menghormati hak pasien.
7.
Perlindungan
Hukum Dalam Praktik Keperawatan
Perawat
sebagai tenaga professional memiliki akuntabilitas terhadap keputusan dan
tindakannya. Dalam menjalankan tugas sehari-hari tidak menutup kemungkinan
perawat membuat kesalahan dan kelalaian baik yang disengaja maupun yang tidak
sengaja.
Untuk
menjalankan praktiknya, maka secara hukum perawat harus dilindungi terutama
dari tuntutan malpraktik dan kelalaian pada keadaan darurat. Sebagai contoh,
misalnya di amerika serikat terdapat UU yang bernama Good Samaritan Acts yang
melindungi tenaga kesehatan dalam memberikan pertolongan pada keadaan darurat.
Di Kanada, terdapat UU lalu lintas yang membolehkan setiap orang untuk menolong
korban pada setiap situasi kecelakaan, yang bernama Traffic Acts.
Di
Indonesia, dengan telah terbitnya UU kesehatan No.23 tahun 1992 memberikan
suatu jalan untuk mengeluarkan Peraturan Pemerintah termasuk disini UU yang
mengatur praktik keperawatan dan perlindungan dari tuntunan malpraktik.
Diberbagai Negara maju dimana tuntutan malpraktik terhadap tenaga professional
semakin meningkat jumlahnya, maka berbagai area pelayanan kesehatan telah
melindungi para tenaga kesehatan termasuk perawat dengan asuransi liabilitas
atau asuransi malpraktik. Seiring dengan perkembangan zaman, tidak menutup
kemungkinan dimasa mendatang asuransi malpraktik juga perlu
dipertimbangkan bagi semua tenaga kesehatan termasuk perawat di Indonesia.
Undang-undang
dan srategi diberlakukan untuk melindungi perawat terhadap litigasi
diantaranya:
I.
Good Samaritan Act adalah undang-undang
yang ditetapkan untuk melindungi penyediaan layanan kesehatan yang memberikan
bantuan pada situasi kegawatan terhadap tuduhan malpraktek kecuali dapat
dibuktikan terjadi penyimpangan berat dari standar asuhan normal atau kesalahan
yang disengaja di pihak penyedia layanan kesehatan.
II.
Asuransi tanggung wajib profesi seiring
meningkatnya tuntutan malpraktik terhadap para propesional kesehatan, perawat
dianjurkan mengurus asuransi tanggung wajib mereka. Kebayakan rumah sakit
memiliki asuransi pertanggungan bagi semua pegawai, termasuk semua perawat.
Dokter atau rumah sakit dapat dituntut karena tindak kelalaian yang dilakukan
perawat dan perawat juga dapat dituntut dan dianggap bertanggung jawab atas
kelalaian atau malpraktik.Rumah sakit dapat menuntut balik perawat
saat mereka terbukti lalai dan rumah sakit mengharuskan untuk membayar. Oleh karna
itu perawat dianjurkan mengurus sendiri jaminan asuransi mereka dan tidak hanya
mengandalkan asuransi yang disediakan oleh rumah sakit saja.
III.
Melaksanakan program dokter para perawat
diharap mampu menganalisis prosedur dan medikasi yang diprogramkan dokter.
Perawat bertanggung jawab mengklarifikasi program yang tampak rancu atau salah
dari dokter yang meminta.
IV.
Memberikan asuhan keperawatan yang
kompeten praktik yang kompeten adalah upaya perlindungan hukum utama bagi
perawat. Perawat sebaiknya memberikan asuhan yang tetap berada dalam batasan
hokum praktik mereka dan dalam batasan kebijakan instansimaupun prosedur yang
berlaku.penerapan proses keperawatan merupakan aspek penting dalam memberikan
asuhan klien yang aman dan efektif.
V.
Membuat rekam medis rekam medis klien
adalah dokumen hukum dan dapat digunakan dipengadilan sebagai barang bukti.
VI.
Laporan insiden adalah catatan
instantsif mengenai kecelakaan atau kejadian luar biasa.laporan insiden
digunakan untuk memberikan semua fakta yang dibutuhkan kepada personel
instansi.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Adapun
kesimpulan dari makalah yang telah dibahas pada bab sebelumnya adalah sebagai
berikut :
ü Perawat
telah memberikan konstribusi besar dalam peningkatan derajat kesehatan.
ü Kebutuhan
masyarakat akan pelayanan kesehatan khususnya pelayanan keperawatan semakin
meningkat,
ü 12
Mei 2008 adalah Hari Keperawatan Sedunia. Di Indonesia, memontum tersebut akan
digunakan untuk mendorong berbagai pihak mengesahkan Rancangan Undang-Undang
Praktik keperawatan.
ü Persatuan
Perawat Nasional Indonesia (PPNI) menganggap bahwa keberadaan Undang-Undang
akan memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat terhadap pelayanan
keperawatan dan profesi perawat.
ü Indonesia, Laos dan Vietnam adalah
tiga Negara ASEAN yang belum memiliki Undang-Undang Praktik
Keperawatan. Padahal, Indonesia memproduksi tenaga perawat dalam
jumlah besar.
ü Perawat Indonesia dinilai
belum bisa bersaing ditingkat global.
ü Undang
Undang Praktik Keperawatan, terlalu terlambat untuk disahkan, apalagi untuk
dipertanyakan. Sementara negara negara ASEAN seperti Philippines, Thailand,
Singapore, Malaysia, sudah memiliki Undang- Undang Praktik Keperawatan (Nursing
Practice Acts) sejak puluhan tahun yang lalu.
ü Tidak
adanya undang-undang perlindungan bagi perawat menyebabkan perawat secara penuh
belum dapat bertanggung jawab terhadap pelayanan yang mereka lakukan.
ü Konsil
keperawatan bertujuan untuk melindungi masyarakat, menentukan siapa yang boleh
menjadi anggota komunitas profesi (mekanisme registrasi), menjaga kualitas
pelayanan dan memberikan sangsi atas anggota profesi yang melanggar norma
profesi (mekanisme pendisiplinan).
ü UU
Praktik Perawat, selain mengatur kualifikasi dan kompetensi serta pengakuan
profesi perawat, kesejahteraan perawat, juga diharapkan dapat lebih menjamin
perlindungan kepada pemberi dan penerima layanan kesehatan di Indonesia.
B.
Saran
ü Sebagai
seorang perawat hendaknya mengetahui dengan jelas hak dan kewajiban serta
kewenangannya.
ü Seorang
perawat hendaknya tidak boleh takut dengan hukum, tetapi lebih melihat hukum
sebagai dasar pemahaman terhadap harapan masyarakat pada penyenggara pelayanan
keperawatan yang profesional.
DAFTAR PUSTAKA
Rahajo
J.Setiajadji. 2002. Aspek Hukum Pelayanan Kesehatan Edisi 1. Jakarta:EGC
Aiken,T.D.
& Catalano,J.T. (1994). Legal. Ethical, and political issues in nursing.
Philadelphia
Hariyati,Rr.T.S,.
(1999). Hubungan antara pengetahuan aspek hukum dari perawat, dan
karakteristik perawat dengan kualitas pendokumentasian asuhan keperawatan di RS
Bhakti Yuda tahun 1999. Tesis. FIk UI. Keputusan Menteri Kesehatan RI
Nomor 1239/Menkes/SK/XI/2001 tentang Registrasi dan Praktik Keperawatan.
Keputusan
Direktur Jendral Pelayanan Medik Nomor Y.M.00.03.2.6.7637 tentang Standar
Asuhahan Keperawatan di Rumah Sakit Keputusan Musyawarah Nasional IV Perastuan
Perawat Nasional Indonesia No. 09/MUNAS IV/PPNI/1989 tentang Pemberlakuan Kode
Etik Keperawatan.
Keputusan
Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 94/KEP/M.PAN/11/2001 tentang
Jabatan Fungsional Perawat dan Angka Kreditnya.
Kozier,
B. Erg,. G Blais, K., & Wilkinson, J., ( 1996 ). Pundamental of nursing :
concepts, process &practice. Calipornia : Addison Wesley Pub. Co, Inc.
Koeswadji.
Hermien Hadiati.(1998). Keadaan hukum kesehatan di Indonesia dewasa ini.
www.google.com
0 Response to "MAKALAH PERLINDUNGAN HUKUM PRAKTEK KEPERAWATAN"
Post a Comment