MAKALAH PERGERAKAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT
Keseimbangan
Cairan, Elektrolit, Asam dan Basa
Beberapa
kali kejadian dengan kasus tertentu di rumah sakit, perhatian dokter dan para
petugas medis sering kali luput terhadap kebutuhan pasien akan cairan,
elektrolit dan nutrisi. Ini biasanya terjadi pada pasien tertentu yang dirawat
karena sesuatu keluhan yang tidak menunjukkan perbaikan setelah beberapa hari
perawatan atau pun pada pasien yang baru datang setelah mengalami keluhan
beberapa hari sebelumnya. Sebetulnya hal ini termasuk masalah sepele dan sangat
yakin semua dokter sudah mendapat ilmunya tentang hal ini. Namun sekali lagi,
karena lebih terfokus perhatian dokter terhadap kejadian penyakitnya justru
hal-hal kecil ini kurang diperhitungkan sehingga dampaknya dapat menimbulkan
sesuatu efek yang fatal terhadap pasien. Tulisan ini juga ditujukan kepada
pasien maupun keluarga sebagai pengetahuan, siapa tahu nantinya bakalan pernah
menghadapi hal yang sama.
Kejadian
tersebut sering terjadi pada pasien yang dirawat karena muntah-muntah, diare,
kelainan yang menyebabkan pasien untuk berpuasa atau sengaja dipuasakan,
gangguan pada sistem pencernaan, kelainan jantung, ginjal, paru atau yang
lainnya dimana pemberian cairan infus terkadang terlampau berhati-hati atau
pada pasien-pasien yang berumur ekstrim –pasien bayi maupun pasien tua-. Pada
kasus bedah kejadian kekurangan nutrisi lebih sering ditemukan pada penderita
pasca operasi yang membutuhkan perawatan lama atau memang sudah didasari
kondisi preoperatif yang dialami sebelumnya. Biasanya, jika pasien sampai
terpaksa harus dirawat di ruang intensif, dokter anasthesi atau intensifis
sudah sangat fasih memperhatikan keadaan ini. Namun masalah muncul, kalau
kondisi kekurangan ini sudah terjadi sebelum masuk ruang ICU, apalagi dalam
situasi yang susah untuk dikembalikan atau diperbaiki (irreversible).
Padahal
tidak sulit untuk mengetahui seseorang pasien itu jatuh pada kondisi dehidrasi
(kekurangan cairan). Bisa dilihat dari penampakan kulit, keadaan kering pada
mulut atau bibir dan yang lebih parah lagi mata akan tampak lebih cowong.
Sayangnya kalau gejala yang ditimbulkan pada kondisi yang telah parah, seperti
kejang, gangguan fungsi jantung, kesadaran menurun atau terjadi kegagalan
fungsi ginjal yang akut dianggap sebagai suatu penyakit berdiri sendiri, tanpa
ditelusuri bahwa dehidrasi itulah penyebab utamanya. Begitu juga terhadap
penyembuhan luka, baik yang telah dilakukan operasi maupun tidak, sangat juga
ditentukan oleh status nutrisi penderita, terutama komposisi proteinnya. Dan
tidak jarang keadaan kekurangan cairan, elektrolit dan nutrisi ini saling
berkaitan. Guna menanggulangi ketidakseimbangan ini salah satunya dengan cara
pemberian cairan infuse, selain memberikan secara langsung makanan dan minuman
untuk dikonsumsi pasien. Itu juga mengapa tersedia berbagai jenis cairan infus
yang pada prinsipnya berguna untuk menggantikan kekurangan cairan, elektrolit
dan nutrisi (parentral nutrisi).
Kekurangan
atau kecukupan cairan dapat dilihat dari kondisi pasien dan secara obyektif
bisa dinilai dari produksi urine, jika memang tidak ada kelainan berkenaan
dengan ginjal dan salurannya. Sedangkan untuk mengetahui kadar nutrisi dan
elektrolit secara obyektif bisa terlihat dari pemeriksaan laboratorium,
misalnya pemeriksaan kandungan albumin dan Natrium/Kalium dalam darah. Secara
normal tubuh seorang dewasa memerlukan cairan sekitar 2,5 liter per hari. Dan
produksi urine yang baik jika berkisar antara 0,5 sampai 2cc/kgBB/jam.
Sedangkan keadaan nutrisi secara aplikatif lebih banyak berhubungan dengan pengukuran
kebutuhan kalori seorang penderita. Tubuh pada orang dewasa rata-rata
memerlukan 1500 sampai 2000 kkal per hari yang idealnya kebutuhan itu didapat
dari lebih kurang 60% karbohidrat, 25% lemak dan 15% protein. Maka dengan
demikian pemberian jenis cairan dan nutrisi parenteral beserta seberapa banyak
volumenya menjadi suatu yang membutuhkan perhitungan juga.
Jadi
biasakanlah perhatian kita terhadap hal tersebut di atas pada keadaan-keadaan
seperti; pasien yang dirawat berkelamaan, pasien yang datang dengan kondisi
lemah dan pasien yang sudah lanjut usia.
BAB
I
PENDAHULUAN
Manusia
sebagai organisme multiseluler dikelilingi oleh lingkungan luar (milieu
exterior) dan sel-selnya pun hidup dalam milieu interior yang berupa
darah dan cairan tubuh lainnya. Cairan dalam tubuh, termasuk darah, meliputi
lebih kurang 60% dari total berat badan laki-laki dewasa. Dalam cairan tubuh
terlarut zat-zat makanan dan ion-ion yang diperlukan oleh sel untuk hidup,
berkembang dan menjalankan tugasnya.
Untuk
dapat menjalankan fungsinya dengan baik sangat dipengaruhi oleh lingkungan di
sekitarnya. Semua pengaturan fisiologis untuk mempertahankan keadaan normal
disebut homeostasis. Homeostasis ini bergantung pada kemampuan tubuh
mempertahankan keseimbangan antara subtansi-subtansi yang ada di milieu
interior.
Pengaturan
keseimbangan cairan perlu memperhatikan dua parameter penting, yaitu: volume
cairan ekstrasel dan osmolaritas cairan ektrasel. Ginjal mengontrol volume
cairan ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan garam dan mengontrol
osmolaritas cairan ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan cairan. Ginjal
mempertahankan keseimbangan ini dengan mengatur pengeluaran garam dan urine
sesuai kebutuhan untuk mengkompensasi asupan dan kehilangan abnormal dari air dan
garam tersebut.
Ginjal
juga turut berperan dalam mempertahankan keseimbangan asam-basa dengan mengatur
pengeluaran ion hidrogen dan ion karbonat dalam urine sesuai kebutuhan. Selain
ginjal, yang turut berperan dalam keseimbangan asam-basa adalah paru-paru
dengan mengekskresikan ion hidrogen dan CO2, dan sistem dapar (buffer) kimi
dalam cairan tubuh.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Komposisi
Cairan Tubuh
Telah
disampaikan pada pendahuluan di atas bahwa cairan dalam tubuh meliputi lebih
kurang 60% total berat badan laki-laki dewasa. Prosentase cairan tubuh ini
bervariasi antara individu, sesuai dengan jenis kelamin dan umur individu
tersebut. Pada wanita dewasa, cairan tubuh meliputi 50% dari total berat badan.
Pada bayi dan anak-anak, prosentase ini relatif lebih besar dibandingkan orang
dewasa dan lansia.
Cairan
tubuh menempati kompartmen intrasel dan ekstrasel. 2/3 bagian dari cairan tubuh
berada di dalam sel (cairan intrasel/CIS) dan 1/3 bagian berada di luar sel
(cairan ekstrasel/CES). CES dibagi cairan intravaskuler atau plasma darah yang
meliputi 20% CES atau 15% dari total berat badan; dan cairan intersisial yang
mencapai 80% CES atau 5% dari total berat badan. Selain kedua kompatmen
tersebut, ada kompartmen lain yang ditempati oleh cairan tubuh, yaitu cairan transel.
Namun volumenya diabaikan karena kecil, yaitu cairan sendi, cairan otak, cairan
perikard, liur pencernaan, dll. Ion Na+ dan Cl- terutama terdapat
pada cairan ektrasel, sedangkan ion K+ di cairan intrasel. Anion protein
tidak tampak dalam cairan intersisial karena jumlahnya paling sedikit
dibandingkan dengan intrasel dan plasma.
Perbedaan
komposisi cairan tubuh berbagai kompartmen terjadi karena adanya barier yang
memisahkan mereka. Membran sel memisahkan cairan intrasel dengan cairan
intersisial, sedangkan dinding kapiler memisahkan cairan intersisial dengan
plasma. Dalam keadaan normal, terjadi keseimbangan susunan dan volume cairan
antar kompartmen. Bila terjadi perubahan konsentrasi atau tekanan di salah satu
kompartmen, maka akan terjadi perpindahan cairan atau ion antar kompartemen
sehingga terjadi keseimbangan kembali.
B. Perpindahan
Substansi Antar Kompartmen
Setiap
kompartmen dipisahkan oleh barier atau membran yang membatasi mereka. Setiap
zat yang akan pindah harus dapat menembus barier atau membran tersebut. Bila
substansi zat tersebut dapat melalui membran, maka membran tersebut permeabel
terhadap zat tersebut. Jika tidak dapat menembusnya, maka membran tersebut
tidak permeabel untuk substansi tersebut. Membran disebut semipermeable (permeabel
selektif) bila beberapa partikel dapat melaluinya tetapi partikel lain tidak
dapat menembusnya.
Perpindahan
substansi melalui membran ada yang secara aktif atau pasif. Transport aktif
membutuhkan energi, sedangkan transport pasif tidak membutuhkan energi.
1. Difusi
Partikel
(ion atau molekul) suatu substansi yang terlarut selalu bergerak dan cenderung
menyebar dari daerah yang konsentrasinya tinggi ke konsentrasi yang lebih
rendah sehingga konsentrasi substansi partikel tersebut merata. Perpindahan
partikel seperti ini disebut difusi. Beberapa faktor yang mempengaruhi laju
difusi ditentukan sesuai dengan hukum Fick (Fick’s law of diffusion).
Faktor-faktor tersebut adalah:
Peningkatan
perbedaan konsentrasi substansi.
Peningkatan
permeabilitas.
Peningkatan
luas permukaan difusi.
Berat
molekul substansi.
Jarak
yang ditempuh untuk difusi.
2. Osmosis
Bila
suatu substansi larut dalam air, konsentrasi air dalam larutan tersebut lebih
rendah dibandingkan konsentrasi air dalam larutan air murni dengan volume yang
sama. Hal ini karena tempat molekul air telah ditempati oleh molekul substansi
tersebut. Jadi bila konsentrasi zat yang terlarut meningkatkan, konsentrasi air
akan menurun.Bila suatu larutan dipisahkan oleh suatu membran yang
semipermeabel dengan larutan yang volumenya sama namun berbeda konsentrasi zat
terlarut, maka terjadi perpindahan air/zat pelarut dari larutan dengan
konsentrasi zat terlarut lebih tinggi. Perpindahan seperti ini disebut dengan
osmo
3. Filtrasi
Filtrasi
terjadi karena adanya perbedaan tekanan antara dua ruang yang dibatasi oleh
membran. Cairan akan keluar dari daerah yang bertekanan tinggi ke daerah
bertekanan rendah. Jumlah cairan yang keluar sebanding dengan besar perbedaan
tekanan, luas permukaan membran dan permeabilitas membran. Tekanan yang
mempengaruhi filtrasi ini disebut tekanan hidrostatik.
4. Transport
aktif
Transport
aktif diperlukan untuk mengembalikan partikel yang telah berdifusi secara pasif
dari daerah yang konsentrasinya rendah ke daerah yang konsentrasinya lebih
tinggi. Perpindahan seperti ini membutuhkan energi (ATP) untuk melawan
perbedaan konsentrasi. Contoh: Pompa Na-K
C. Keseimbangan
Cairan dan Elektrolit
Pengaturan
keseimbangan cairan perlu memperhatikan dua parameter penting, yaitu volume
cairan ekstrasel dan osmolaritas cairan ekstrasel. Ginjal mengontrol volume
cairan ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan garam dan mengontrol
osmolaritas cairan ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan cairan. Ginjal
mempertahankan keseimbangan ini dengan mengatur keluaran garam dan air dalam
urine sesuai kebutuhan untuk mengkompensasi asupan dan kehilangan abnormal dari
air dan garam tersebut.
1.
Pengaturan volume cairan ekstrasel.
Penurunan
volume cairan ekstrasel menyebabkan penurunan tekanan darah arteri dengan
menurunkan volume plasma. Sebaliknya, peningkatan volume cairan ekstrasel dapat
menyebabkan peningkatan tekanan darah arteri dengan memperbanyak volume plasma.
Pengontrolan volume cairan ekstrasel penting untuk pengaturan tekanan darah
jangka panjang.
a. Mempertahankan
keseimbangan asupan dan keluaran (intake dan output) air. Untuk mempertahankan
volume cairan tubuh kurang lebih tetap, maka harus ada keseimbangan antara air
yang ke luar dan yang masuk ke dalam tubuh. hal ini terjadi karena adanya
pertukaran cairan antar kompartmen dan antara tubuh dengan lingkungan
luarnya. Water turnover dibagi dalam: 1.eksternal fluid
exchange, pertukaran antara tubuh dengan lingkungan luar; dan
2. Internal fluid exchange, pertukaran cairan antar pelbagai
kompartmen, seperti proses filtrasi dan reabsorpsi di kapiler ginjal.
Memeperhatikan
keseimbangan garam. Seperti halnya keseimbangan air, keseimbangan garam juga
perlu dipertahankan sehingga asupan garam sama dengan keluarannya. Permasalahannya
adalah seseorang hampir tidak pernah memeprthatikan jumlah garam yang ia
konsumsi sehingga sesuai dengan kebutuhannya. Tetapi, seseorang mengkonsumsi
garam sesuai dengan seleranya dan cenderung lebih dari kebutuhan. Kelebihan
garam yang dikonsumsi harus diekskresikan dalam urine untuk mempertahankan
keseimbangan garam.
ginjal
mengontrol jumlah garam yang dieksresi dengan cara:
a. mengontrol
jumlah garam (natrium) yang difiltrasi dengan pengaturan Laju Filtrasi
Glomerulus (LFG)/ Glomerulus Filtration Rate (GFR).
mengontrol
jumlah yang direabsorbsi di tubulus ginjal
Jumlah
Na+ yang direasorbsi juga bergantung pada sistem yang berperan mengontrol
tekanan darah. Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron mengatur reabsorbsi
Na+ dan retensi Na+ di tubulus distal dan collecting. Retensi
Na+ meningkatkan retensi air sehingga meningkatkan volume plasma dan
menyebabkan peningkatan tekanan darah arteri.Selain sistem
Renin-Angiotensin-Aldosteron, Atrial Natriuretic Peptide (ANP) atau
hormon atriopeptin menurunkan reabsorbsi natrium dan air. Hormon ini disekresi
leh sel atrium jantung jika mengalami distensi peningkatan volume plasma.
Penurunan reabsorbsi natrium dan air di tubulus ginjal meningkatkan eksresi
urine sehingga mengembalikan volume darah kembali normal.
2.
Pengaturan Osmolaritas cairan ekstrasel.
Osmolaritas
cairan adalah ukuran konsentrasi partikel solut (zat terlarut) dalam suatu
larutan. semakin tinggi osmolaritas, semakin tinggi konsentrasi solute atau
semakin rendah konsentrasi solutnya lebih rendah (konsentrasi air lebih tinggi)
ke area yang konsentrasi solutnya lebih tinggi (konsentrasi air lebih rendah).
Osmosis
hanya terjadi jika terjadi perbedaan konsentrasi solut yang tidak dapat menmbus
membran plasma di intrasel dan ekstrasel. Ion natrium menrupakan solut yang
banyak ditemukan di cairan ekstrasel, dan ion utama yang berperan penting dalam
menentukan aktivitas osmotik cairan ekstrasel. sedangkan di dalam cairan
intrasel, ion kalium bertanggung jawab dalam menentukan aktivitas osmotik
cairan intrasel. Distribusi yang tidak merata dari ion natrium dan kalium ini
menyebabkan perubahan kadar kedua ion ini bertanggung jawab dalam menetukan
aktivitas osmotik di kedua kompartmen ini.
Pengaturan
osmolaritas cairan ekstrasel oleh tubuh dilakukan dilakukan melalui:
a. Perubahan
osmolaritas di nefron
Di
sepanjang tubulus yang membentuk nefron ginjal, terjadi perubahan osmolaritas
yang pada akhirnya akan membentuk urine yang sesuai dengan keadaan cairan tubuh
secara keseluruhan di dukstus koligen. Glomerulus menghasilkan cairan yang
isosmotik di tubulus proksimal (300 mOsm). Dinding tubulus ansa Henle pars
decending sangat permeable terhadap air, sehingga di bagian ini terjadi
reabsorbsi cairan ke kapiler peritubular atau vasa recta. Hal ini menyebabkan
cairan di dalam lumen tubulus menjadi hiperosmotik.
Dinding
tubulus ansa henle pars acenden tidak permeable terhadap air dan secara aktif
memindahkan NaCl keluar tubulus. Hal ini menyebabkan reabsobsi garam tanpa
osmosis air. Sehingga cairan yang sampai ke tubulus distal dan duktus koligen
menjadi hipoosmotik. Permeabilitas dinding tubulus distal dan duktus koligen
bervariasi bergantung pada ada tidaknya vasopresin (ADH). Sehingga urine yang
dibentuk di duktus koligen dan akhirnya di keluarkan ke pelvis ginjal dan
ureter juga bergantung pada ada tidaknya vasopresis (ADH).
b. Mekanisme
haus dan peranan vasopresin (antidiuretic hormone/ADH)
Peningkatan
osmolaritas cairan ekstrasel (>280 mOsm) akan merangsang osmoreseptor di
hypotalamus. Rangsangan ini akan dihantarkan ke neuron hypotalamus yang
mensintesis vasopresin. Vasopresin akan dilepaskan oleh hipofisis posterior ke
dalam darah dan akan berikatan dengan reseptornya di duktus koligen. ikatan
vasopresin dengan reseptornya di duktus koligen memicu terbentuknya aquaporin,
yaitu kanal air di membrane bagian apeks duktus koligen. Pembentukkan aquaporin
ini memungkinkan terjadinya reabsorbsi cairan ke vasa recta. Hal ini
menyebabkan urine yang terbentuk di duktus koligen menjadi sedikit dan
hiperosmotik atau pekat, sehingga cairan di dalam tubuh tetap
dipertahankan.Selain itu, rangsangan pada osmoreseptor di hypotalamus akibat
peningkatan osmolaritas cairan ekstrasel juga akan dihantarkan ke pusat haus di
hypotalamus sehingga terbentuk perilaku untuk membatasi haus, dan cairan di
dalam tubuh kembali norma
3.
Pengaturan Neuroendokrin dalam Keseimbangan Cairan dan Elektrolit
Sebagai
kesimpulan, pengaturan keseimbangan keseimbangan cairan dan elektrolit
diperankan oleh system saraf dan sistem endokrin. Sistem saraf mendapat
informasi adanya perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit melalui
baroreseptor di arkus aorta dan sinus karotikus, osmoreseptor di hypotalamus,
dan volume reseptor atau reseptor regang di atrium. Sedangkan dalam sistem
endokrin, hormon-hormon yang berperan saat tubuh mengalami kekurangan cairan
adalah Angiotensin II, Aldosteron, dan Vasopresin/ADH dengan meningkatkan
reabsorbsi natrium dan air. Sementara, jika terjadi peningkatan volume cairan
tubuh, maka hormone atriopeptin (ANP) akan meningkatkan eksresi volume natrium
dan air. Perubahan volume dan osmolaritas cairan dapat terjadi pada beberapa
keadaan.Faktor lain yang mempengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit di
antaranya ialah umur, suhu lingkungan, diet, stres, dan penyakit.
D. Keseimbangan
Asam-Basa
Keseimbangan
asam-basa terkait dengan pengaturan konsentrasi ion H bebas dalam cairan tubuh.
pH rata-rata darah adalah 7,4; pH darah arteri 7,45 dan darah vena 7,35. Jika
pH <7,35 dikatakan asidosi, dan jika pH darah >7,45 dikatakan alkalosis.
Ion H terutama diperoleh dari aktivitas metabolik dalam tubuh. Ion H secara
normal dan kontinyu akan ditambahkan ke cairan tubuh dari 3 sumber, yaitu:
pembentukkan
asam karbonat dan sebagian akan berdisosiasi menjadi ion H dan bikarbonat.
katabolisme
zat organik
disosiasi
asam organik pada metabolisme intermedia, misalnya pada metabolisme lemak
terbentuk asam lemak dan asam laktat, sebagian asam ini akan berdisosiasi
melepaskan ion H.
Fluktuasi
konsentrasi ion H dalam tubuh akan mempengaruhi fungsi normal sel, antara lain:
perubahan
eksitabilitas saraf dan otot; pada asidosis terjadi depresi susunan saraf
pusat, sebaliknya pada alkalosis terjadi hipereksitabilitas.
mempengaruhi
enzim-enzim dalam tubuh
mempengaruhi
konsentrasi ion K
bila
terjadi perubahan konsentrasi ion H maka tubuh berusaha mempertahankan ion H
seperti nilai semula dengan cara:
mengaktifkan
sistem dapar kimia
mekanisme
pengontrolan pH oleh sistem pernafasan
mekasnisme
pengontrolan pH oleh sistem perkemihan
Ada
4 sistem dapar:
Dapar
bikarbonat; merupakan sistem dapar di cairan ekstrasel terutama untuk perubahan
yang disebabkan oleh non-bikarbonat
Dapar
protein; merupakan sistem dapar di cairan ekstrasel dan intrasel
Dapar
hemoglobin; merupakan sistem dapar di dalam eritrosit untuk perubahan asam
karbonat
Dapar
fosfat; merupakan sistem dapar di sistem perkemihan dan cairan intrasel.
sistem
dapat kimia hanya mengatasi ketidakseimbangan asam-basa sementara. Jika dengan
dapar kimia tidak cukup memperbaiki ketidakseimbangan, maka pengontrolan pH
akan dilanjutkan oleh paru-paru yang berespon secara cepat terhadap perubahan
kadar ion H dalam darah akinat rangsangan pada kemoreseptor dan pusat
pernafasan, kemudian mempertahankan kadarnya sampai ginjal menghilangkan
ketidakseimbangan tersebut. Ginjal mampu meregulasi ketidakseimbangan ion H
secara lambat dengan menskresikan ion H dan menambahkan bikarbonat baru ke
dalam darah karena memiliki dapar fosfat dan amonia.
E. Ketidakseimbangan
Asam-Basa
Ada
4 kategori ketidakseimbangan asam-basa, yaitu:
Asidosis
respiratori, disebabkan oleh retensi CO2 akibat hipoventilasi.
Pembentukkan H2CO3 meningkat, dan disosiasi asam ini akan meningkatkan
konsentrasi ion H.
Alkalosis
metabolik, disebabkan oleh kehilangan CO2 yang berlebihan akibat hiperventilasi.
Pembentukan H2CO3 menurun sehingga pembentukkan ion H menurun.
Asidosis
metabolik, asidosis yang bukan disebabkan oleh gangguan ventilasi paru, diare
akut, diabetes melitus, olahraga yang terlalu berat dan asidosis uremia akibat
gagal ginjal akan menyebabkan penurunan kadar bikarbonat sehingga kadar ion H
bebas meningkat.
Alkalosis
metabolik., terjadi penurunan kadar ion H dalam plasma karena defiensi asam
non-karbonat. Akibatnya konsentrasi bikarbonat meningkat. Hal ini terjadi
karena kehilangan ion H karena muntah-muntah dan minum obat-obat alkalis.
Hilangnya ion H akan menyebabkan berkurangnya kemampuan untuk menetralisir
bikarbonat, sehingga kadar bikarbonat plasma meningkat.untuk mengkompensasi
gangguan keseimbangan asam-basa tersebut, fungsi pernapasan dan ginjal sangat
penting.
BAB
III
KESIMPULAN
Pengaturan
keseimbangan cairan perlu memperhatikan 2 parameter penting, yaitu: volume
cairan ekstrasel dan osmolaritas cairan ekstrasel. Ginjal mengontrol volume
cairan ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan garan dan mengontrol
osmolaritas ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan cairan. Ginjal
mempertahankan keseimbangan ini dengan mengatur keluaran garam dan air dalam
urine sesuai kebutuhan untuk mengkompensasi asupan dan kehilangan abnormal dari
air dan garam tersebut. Ginjal juga turut berperan dalam mempertahankan
keseimbangan asam-basa dengan mengatur keluaran ion hidrogen dan ion bikarbonat
dalam urine sesuai kebutuhan. Selain ginjal, yang turut berperan dalam
keseimbangan asam-basa adalah paru-paru dengan mengeksresikan ion hidrogen dan
CO2 dan sistem dapar (buffer) kimia dalam cairan tubuh.
Daftar
Pustaka
Sherwood,
Lauralee. (2004). Human Physiology: From cells to system. 5th ed.
California: Brooks/Cole-Thomson Learning, Inc.
Silverthorn,
D.U. (2004). Human Physiology: An Integrated approach. 3th ed. San
Fransisco: Pearson Education.
http://www.google.co.id/imgres?q=osmosis&num=10&um=1&hl=id&client=firefox-a&rls=org.mozilla:en-US:official&channel=s&biw=1366&bih=664&tbm=isch&tbnid=gA_J3cjTWkXaRM:&imgrefurl=http://www.benbest.com/cryonics/protocol.html&docid=ArhvsAu_uE_f-M&imgurl=http://www.benbest.com/cryonics/Osmosis.jpg&w=568&h=295&ei=jjTzTrDNI4bKrAfu28njDw&zoom=1
0 Response to "MAKALAH PERGERAKAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT"
Post a Comment