MAKALAH ASURANSI SYARIAH
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa
ini Perkembangan asuransi di Indonesia saat ini telah mengalami kemajuan yang
sangat pesat. Berbagai perusahaan asuransi berlomba-lomba menawarkan program
asuransi baik bagi masyarakat maupun perusahaan. Indonesia merupakan Negara,
dimana mayoritas penduduknya adalah pemeluk agama Islam. Namun demikian,
perkembangan produk-produk dengan prinsip syariah baru berkembang kurang lebih
3-4 tahun yang lalu, salah satunya adalah produk asuransi syariah. Seiring
dengan perkembangan berbagai program syariah yang telah diusung oleh lembaga
keuangan lain, banyak perusahaan asuransi yang saat ini juga menawarkan program asuransi syariah.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah adalah sebagai
berikut :
1. Apa
Asuransi Syariah itu ?
2. Bagaimana
Mekanisme perusahaan Asuransi Syariah ?
3. Bagaimana
kondisi pasar asuransi syariah yang semakin kompetitif ?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan
latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan penulisan
adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui
definisi asuransi syariah.
2. Mengetahui
tentang Mekanisme perusahaan asuransi syariah.
3. Memahami
kondisi pasar asuransi syariah yang semakin kompetitif.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Asuransi
Menurut
Dr. H. Hamzah Ya’cub dalam buku Kode Etik Dagang Menurut Islam, menyebut bahawa asuransi
berasal dan dari kata dalam bahasa Inggris insurance atau assurance yang
berarti jaminan. Dalam pasal 246 Kitab Undang – undang Hukum Dagang (KUHD)
dijelaskan bahwa asuransi adalah :
“Suatu
perjanjian dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang
tertanggung dengan suatu premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena
suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang dihaerapkan, yang
mungkin akan dideritanya kerena suatu peristiwa yang tak tertentu”.
Menurut
pasal 1 undang-undang no. 2 tahun 1992 tentang usaha perasuransian, asuransi
atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana
pihak penanggung mengikat diri kepada tertanggung, dengan menerima premi
asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian,
kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum
pada pihak ketiga yang mungkin ada diderita tertanggung, yang timbul dari suatu
peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang
didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
Didalam
al-Qur’an dan al-Hadis tidak ada satupun ketentuan ketentuan yang mengatur
secara eksplisit tentang asuransi. Oleh karena itu masalah asuransi dalam islam
termasuk “ijtihadiah” artinya untuk menentukan hukumnya asuransi ini halal atau
haram masih diperlukan peranan akal pikiran para ulamaahli fiqh melalui
ijtihad.
Ada
beberapa macam pendapat para ulama tentang asuransi diantaranya:
Bahwa
asuransi termasuk segala macam bentuk dan cara operasinya hukunya haram.
Pandangan ini didukung oleh beberapa ulama antara lain, Yusuf al_Qardhawi,
Sayid sabiq, Abdullah al-Qalqili dan Muhammad Bakhit al-Muth’i
a) Asuransi
mengandung unsur perjudian yang dilarang didalam Islam.
b) Asurnasi
mengandung unsur ketidakpastian.
c) Asuransi
mengandung unsur “ Riba” yang dilarang dalam Islam.
d) Asuransi
mengandung unsur eksploitasi yang bersifat menekan.
e) Asuransi
termasuk jual beli atau tukar – menukar mata uang yang tidak secara tunai (
Akad Sharf).
f) Asuransi
obyek bisnisnya digantungkan pada hidup dan matinya seseorang, yang berarti
mendahului tak takdir Tuhan.
Bahwa
asuransi hukumnya halal atau diperbolehkan dalam islam. Pandangan ini didukung
oleh beberapa ulama antara lain, Abdul Wahab Khallaf, Muh. Yusuf Musa,
Abdurrahman Isa, Mustafa Ahmad Zarqa dan Muhammad Nejatullah Siddiqi.
a) Tidak
ada ketetapan nas, al – Qur’an maupun al – Hadis yang melarang asuransi.
b) Terdapat
kesepakatan kerelaan dari keuntungan bagi kedua belah pihak baik penanggung
maupun tertanggung.
c) Kemaslahatan
dari usaha asuransi lebih besar daripada mudharatnya.
d) Asuransi
termasuk akad mudharatnya roboh atas dasar profit and loss sharing.
e) Asuransi
termasuk kategori koparasi (Syirkah Ta’awuniyah) yang diperbolehkan dalam
islam.
Bahwa
asuransi yang diperbolehkan adalah asuransi yang bersifat komersial dilarang
dalam islam. Pandangan ini didukung oleh beberapa ulama antara lain, Muhammad
Abu Zahro dengan alasan bahwa asuransi yang bersifat sosial diperbolehkan
karena jenis asuransi sosial tidak mengandung unsur-unsur yang dilarang didalam
islam. Sedangkan asuransi yang bersifat komersial tidak diperbolehkan karena
mengandung unsur-unsur yang dilarang didalam islam.
Bahwa
hukum asuransi termasuk subhat, karena tidak ada dalil syar’I yang secara jelas
mengharamkan atau yang menghalalkan asuransi oleh karena itu kita harus
berhati-hati didalam berhubungan dengan asuransi.[1]
B. Dasar Hukum Islam terkait Asuransi Syariah
a) Surat
Yusuf :43-49 “Allah menggambarkan contoh usaha manusia membentuk sistem
proteksi menghadapi kemungkinan yang buruk di masa depan.
b) Surat
Al-Baqarah :188 Firman Allah “...dan janganlah kalian memakan harta di antara
kamu sekalian dengan jalan yang bathil, dan janganlah kalian bawa urusan harta
itu kepada hakim yang dengan maksud kalian hendak memakan sebagian harta orang
lain dengan jalan dosa, padahal kamu tahu (al:Baqarah:188)
c) Al
Hasyr:18 Artinya :”Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Alloh dan
hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuat untuk hari esok
(masa depan) dan bertaqwalah kamu kepada Alloh. Sesungguhnya Alloh Maha
Mengetahui apa yang engkau kerjakan”. [2]
C. Jenis-Jenis Asuransi
Secara
garis besar asuransi terdiri dari tiga kategori, yaitu:
a) Asuransi
Kerugian, Terdiri dari asuransi untuk harta benda (property, kendaraan),
kepentingan keungan (pecuniary), tanggung jawab hokum (liability), dan asuransi
diri (kecelakaan atau kesehatan)
b) Asuransi
Jiwa, Pada hakikatnya merupakan suatu bentuk kerjasama antara orang-orang yang
menghindarkan atau minimal mengurangi resiko yang diakibatkan oleh resiko
kematian (yang pasti terjadi tetapi tidak pasti kapan terjadinya), resiko hari
tua (yang pasti terjadi dan dapat diperkirakan kapan terjadinya, tetapi tidak
pasti berapa lama) dan resiko kecelakaan (yang tidak pasti terjadi, tetpi tidak
mustahil terjadi).
c) Asuransi
Sosial, Asuransi Sosial adalah program asuransi wajib yang diselenggarakan
pemerintah berdasarkan undang-undang. Maksud dan tujuan asuransi social adalah
menyediakan jaminan dasar bagi masyarakat dan tidak bertujuan untuk mendapat
keuntungan komersial.
D. Konsep Asuransi Syariah[3]
Konsep
asuransi syariah adalah suatu konsep dimana terjadi saling memikul resiko di
antara sesame peserta. Sehingga, antara satu dengan yang lainnya menjadi
penanggung atas resiko yang muncul. Saling pikul resiko ini dilakukan atas
dasar saling menolong dalam kebaikan dengan cara masing-masing mengeluarkan
dana tabarru atau dana kebajikan (derma) yang ditujukan untuk menanggung
resiko. Asuransi syariah dalam pengertian ini sesuai dengan Al-Quran surah
al-Ma’idah:2 “Tolong-menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan takwa,
dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran”
Asuransi
syariah yang berdasarkan konsep tolong-menolong dalam kebaikan dan ketakwaan ,
menjadikan semua peserta dalam suatu keluarga besar untuk saling melindungi dan
menanggung resiko keuangan yang terjadi diantara mereka. Konsep takaful yang
merupakan dasar dari asuransi syariah, ditegakkan diatas tiga prinsip dasar,
yaitu (1) saling bertanggung jawab, (2) saling bekerja sama dan saling
membantu, (3) saling melindungi.
E. Mekanisme Kerja Asuransi Syari’ah
Di
dalam operasional asuransi syari’ah yang sebenarnya terjadi adalah saling
bertanggung jawab, membantu dan melindungi diantara para peserta sendiri.
Perusahaan asuransi diberi kepercayaan (amanah) oleh para peserta untuk
mengelola premi, mengembangkan dengan jalan yang halal, memberikan santunan
kepada yang mengalami musibah sesuai isi fakta perjanjian tersebut.
Adapun
proses yang dilalui seputar mekanisme kerja asuransi syariah dapat diuraikan:
a. Underwriting
Underwriting
adalah proses penafsiran jangka hidup seorang calon peserta yang dikaitkan
dengan besarnya resiko untuk menentukan besarnya premi. Underwriting asuransi
syariah bertujuan memberikan skema pembagian resiko yang proposional dan adil
diantara para peserta yang secara relatif homogen.
Dalam
melakukan proses underwriting terdapat tiga konsep penting yang menjadi dasar
bagi perusahaan asuransi untuk menerima dan menolak suatu penutupan resiko.
Pertama, kemungkinan menderita kerugian, kondisi ini diramalkan berdasarkan apa
yang terjadi pada masa lalu. Kedua, tingkat resiko, yaitu ketidakpastian akan
kerugian pada masa yang akan datang. Ketiga, hukum bilangan dimana makin banyak
obyek yang mempunyai resiko yang sama atau hampir sama, akan makin bertambah
baik bagi perusahaan karena penyebaran risiko akan lebih luas dan kemungkinan
menderita kerugian dapat secara sistematis diramalkan.
Pada
asuransi syariah underwriting berperan:
a) Mempertimbangkan
risiko yang diajukan. Proses seleksi yang dilakukan oleh underwriting
dipengaruhi oleh faktor usia, kondisi fisik atau kesehatan, jenis pekerjaan,
moral dan kebiasaan, besarnya nilai pertanggungan, dan jenis kelamin.
b) Memutuskan
meneriama atau tidak risiko-risiko tersebut.
c) Menentukan
syarat, ketentuan dan lingkup ganti rugi termasuk memastikan peserta membayar
premi sesuai dengan tingkat risiko, menetapkan besarnya jumlah pertanggungan,
lamanya waktu asuransi, dan plan sesuai dengan tingkat risiko peserta.
d) Mengenakan
biaya upah (ijarah/fee) pada dana kontribusi peserta.
e) Mengamankan
profit morgin dan menjaga agar perusahaan asuransi tidak rugi.
f) Menjaga
kestabilan dana yang terhimpun agar perusahaan dapat berkembang.
g) Menghindari
anti seleksi.
h) Underwriting
juga harus memperhatikan pasar kompetetif yang ada dalam ketentuan tarif,
penyebaran resiko dan volume, dan hasil survei.[4]
Beberapa
hal yang patut menjadi perhatian para underwriter pada asuransi umum, sebelum
mengambil keputusan untuk mengaksep atau tidak suatu prospek adalah sebagai
berikut:
a) Kompetisi,
Disisni dituntut kematangan seorang underwriter. Underwriter yang baik adalah
yang adil.
b) Penyebaran
resiko dan volume.
c) Survei,
Survei akan memungkinkan underwriter memperoleh setiap detail kemungkinan
mengenai resiko kondisi fisik dan juga kesempatan mengamankan informasi
mengenai keadaan moral pemohon. Laporan survei meliputi sejumlah ciri-ciri
berikut:
i.
Deskripsi utuh
terhadap resiko.
ii.
Penilaian
tingkat resiko.[5]
iii.
Pengukuran
kemungkinan kerugian maksimal.
Calon
peserta harus mengisi formulir permohonan secara lengkap yang intinya antara
lain sebagai berikut:
a) Uraian
bisnis secara rinci.
b) Perubahan
bisnis yang dilakukan belakangan ini dan kemungkinan pengembangannya selama
masa keikutsertaannya asuransi syariah.
c) Catatan
perkara yang telah dialami.[6]
b. Polis
Polis
asuransi adalah surat perjanjian antara pihak yang menjadi peserta asuransi
dengan perusahaan asuransi. Polis asuransi merupakan bukti auntetik berupa akta
mengenai adanya perjanjian asuransi. Unsur-unsur yang harus ada dalam polis
adalah:
a) Deklarasi,
memuat data yang berkaitan dengan peserta seperti nama, alamat, jenis dan
lokasi objek asuransi, tanggal dan jangka waktu penutupan, perhitungan dan
besarnya premi serta informasi lain yang diperlukan.
b) Perjanjian
asuransi, memuat pernyataan perusahaan asuransi menyatakan kesanggupannya
mengganti kerugian atas objek asuransi apabila terjadi kerusakan.
c) Pernyataan
polis, memuat kondisi objek, batas waktu pembayaran premi, permintaan
pembatalan polis, prosedur pengajuan klaim, asuransi ganda, subrogasi.
d) Pengecualian,
memuat penyebutan dengan jelas musibah apa saja yang tidak ditutup atau diluar
penutupan asuransi.
e) Kondisi
pertanggungan, memuat kondisi objek yang diasuransikan.
f) Polis
ditandatangani oleh perusahaan asuransi.
Dalam
asuransi Islam, untuk menghindari unsur-unsur yang diharamkan di atas kontrak
asuransi, maka diberikan beberapa pilihan kontrak alternatif dalam polis
asuransi tersebut. Sebagai ilustrasi:
a) Polis
dengan akad Mudhorobah atau mudhobbah musyarakah. Pada akad Mudhorobah peserta
asuransi menyediakan modal untuk dikelola oleh operator asuransi. Sedangkan
Mudhorobah musyarakah perusahaan asuransi sebagai Mudhorib menyertkan modal atau
dananya dalam investasi bersama dana peserta. Dalam kontrak tercantum
persetujuan kontribusi yang dijadikan dana asuransi syariah dan pihak operator
berhak mengelola dan mengivestasikan dana asuransi untuk kepentingan perusahaan
sesuai dengan prinsip Mudhorobah. Peserta menyetujui kontribusinya dijadikan
tabarru’ dan digunakan untuk membantu peserta lain yan tertimpa musibah dalam
bentuk hibah.
b) Wakalah
bil ujrah, yaitu pemberian kuasa dari peserta kepada perusahaan asuransi untuk
mengelola dana peserta dengan pemberian ujrah (fee). Persetujuan kontribusi
yang dimasukkan dapat dinvestasikan dan dikelola sesuai dengan prinsip syariah,
persetujuan pembayaran klaim/manfaat asuransi, provisi dan cadangan sesuai
pedoman dan kebijakan otoritas. Persetujuan membayar biaya wakalah bil ujrah.
c. Premi
(Kontribusi)
Premi
asuransi bagi peserta secara umum bermanfaat untuk menentukan besar tabungan
peserta asuransi, mendapatkan santunan kebajikan atau dana klaim terhadap suatu
kejadian yang mengakibatkan terjadinya klaim, menambahkan investasi pada masa
yang akan datang. Sedangkan bagi perusahaan premi berguna untuk menambah
investasi pada suatu usaha untuk dikelola. Premi yang dikumpulkan dari peserta
paling tidak harus cukup untuk menutupi tiga hal, yaitu klaim resiko yang
dijamin, biaya akuisisi, dan biaya pengelolaan operasional perusahaan.
Premi
dalam asuransi syariah umumnya dibagi beberapa bagian, yaitu:
1) Premi
tabungan, yaitu bagian premi yang merupakan dana tabungan pemegang polis yang
dikelola oleh perusahaan dimana pemiliknya akan mendapatkan hak sesuai dengan
kesepakatan dari pendapatan investasi bersih. Premi tabungan dan hak bagi hasil
investasi akan diberikan kepada peserta bila yang bersangkutan dinyatakan
berhenti sebagai peserta.
2) Premi
tabarru’, yaitu sejumlah dana yang dihibahkan oleh pemegang polis dan digunakan
untuk tolong menolong dan menaggulangi musibah kematian yang akan disantunkan
kepada ahli waris bila peserta meninggal dunia sebelum masa asuransi berakhir.
3) Premi
biaya adalah sejumlah dana yang dibayarkan oleh peserta kepada perusahaan yang
digunakan untuk membiayai operasional perusahaan dalam rangka pengelolaan dana
asuransi.
Penetapan
besarnya tarif premi tidak ditentukan oleh pemerintah, karena diserahkan pada
mekanisme pasar yang berlaku. Namun pada dasarnya tarif premi menurut aturan
pemerintah harus memenuhi unsur berikut:
Penetapan
tarif premi asuransi kerugian, perhitungan jumlah premi yang akan mempengaruhi
dana klaim tergantung pada beberapa hal, antara lain:
1) Penetapan
tarif premi harus dilakukan dengan memperhitungkan:
a. Premi
murni dihitung berdasarkan profil kerugian untuk jenis asuransi yang
bersangkutan sekurang-kurangnya 5 tahun terakhir.
b. Biaya
perolehan, termasuk komisi agen.
c. Biaya
administrasi dan biaya umum lainnya.
2) Tarif
premi harus ditetapkan pada tingkat yang mencukupi, tidak melebihi dan tidak
ditetapkan secara diskriminatif. Demikian pula tidak boleh terlalu berlebihan
sehingga tidak sebanding dengan manfaat yang dijanjikan.
d. Pengeolaan
dana asuransi (Premi)
Pengelolaan
dana asuransi (premi) dapat dilakukan dengan akad mudharabah, mudharabah
musyarakah, atau wakalah bil ujrah. Pada akad mudhorobah, keuntungan perusahaan
asuransi syariah diperoleh dari bagian keuntungan dana dari investasi (sistem
bagi hasil). Para peserta asuransi syariah berkedudukan sebagai pemilik modal
dan perusahaan asuransi syariah berfungsi sebagai pihak yang menjalankan modal.
Keuntungan yang diperoleh dari pengembangan dana itu dibagi antara peserta dan
perusahaan sesuai ketentuan yang telah disepakati.
Pada
akad mudharobah musyarakah, perusahaan asuransi bertindak sebagai mudharib yang
menyertakan modal atau dananya dalam investai bersama dana para peserta.
Perusahaan dan peserta berhak memperoleh bagi hasil dari keuntungan yang
diperoleh dari investasi. Sedangkan pada akad wakalah bil ujrah, perusahaan
berhak mendapatkan fee sesuai dengan kesepakatan. Para peserta memberikan kuasa
kepada perusahaan untuk mengelola dananya dalam hal: kegiatan administrasi,
pengelolaan dana, pembayaran klaim, underwriting, pemasaran, dan investasi.[7]
Dalam
mendeskripsikan tentang cara atau mekanisme kerja asuransi syariah ini, akan
dibagi kepada dua pembahasan pokok sesuai dengan pembagian asuransi syariah itu
sendiri, yakni asuransi syariah keluarga dan asuransi umum. Pembagian ini
sangat penting dilakukan mengingat mekanisme kerja dari kedua syariah itu
memiliki sedikit perbedaan, yakni dalam pengelolaan premi yang disetor kepada
perusahaan asuransi syariah. Perbedaan itu muncul disebabkan sesuatu yang
diasuransikannya berbeda; kalau asuransi umum (kerugian) yang diasuransikan itu
harta atau hak milik peserta asuransi, sedangkan diasuransi keluarga (jiwa)
yang diasuransikan adalah diri peserta asuransi itu sendiri.
Selain
kedua topik diatas, dalam bagian ini akan dibahas pula tentang pembayaran klaim
oleh perusahaan asuransi kepada peserta asuransi yang tertimpa musibah atau
bencana.
1. Mekanisme
kerja asuransi keluarga
Mekanisme
asuransi keluarga ini diawali oleh terjadinya akad atau transaksi antara
perusahaan asuransi dengan peserta asuransi. Akad tersebut dilakukan sesuai
dengan produk asuransi yang akan dimanfaatkan oleh peserta asuransi. Untuk satu
produk asuransi akan dilakukan satu akad. Pada saat akad berlangsung peserta
asuransi harus sudah menentukan produk asuransi yang akan diambil, seperti
Asuransi Berjangka (10, 15, atau 20 tahun), Asuransi dana Investasi, Asuransi
Kesehatan, Asuransi Kecelakaan Diri. Setelah akad berlangsung, maka dalam
asuransi keluarga diatur menurut sebagai berikut:
a) Peserta
asuransi syariah bebas memilih salah satu jenis syariah keluarga yang ada
dengan ketentuan umur peserta antara 18 sampai dengan 50 tahun dengan masa
pembayaran klaim berakhir sebelum mencapai umur 60 tahun.
b) Perusahaan
asuransi syariah dan peserta asuransi syariah mengadakan perjanjian mudhorobah
(bagi hasil), yang sekaligus dinyatakan pula hak dan kewajiban diantara kedua
belah pihak.
c) Setiap
peserta asuransi syariah menyerahkan premi asuransi yang dapat dilakukan secara
bulanan, kuartalan, setengah tahunan, atau tahunan. Premi yang diserahkan
dengan kemampuan peserta, tetapi tidak boleh kurang dari jumlah minimal yang
ditetapkan perusahaan asuransi sebagai berikut:
a. Setiap
premi yang dibayarkan peserta dibagi kedalam dua rekening, yaitu rekening
peserta dan rekening derma atau tabarru’. Presentase kedua rekening itu
ditentukan sesuai kelompok umur peserta dan jangka waktu pertanggung.
b. Uang
angsuran (premi) oleh perusahaan asuransi akan akan disatukan ke dalam
“Kumpulan Dana Peserta”, yang selanjutnya diinvestasikan dalam pembiayaan-pembiayaan
proyek yang dibenarkan syariah.
c. Keuntungan
yang diperoleh dari investasi itu akan dibagi dengan peserta sesuai dengan
perjanjian mudhorobah yang telah disepakati sebelumnya.
d. Keuntungan
bagian peserta akan dikreditkan ke dalam rekening peserta dan rekening derma
atau tabarru’ secara proposional.
F. Pasar Asuransi Syariah Yang Semakin Kompetitif
Industri
asuransi syariah di Indonesia terus berkembang. Ini ditandai dengan makin
banyaknya perusahaan asuransi syariah yang bermunculan.Asuransi jenis ini kini
menjadi alternatif lain bagi masyarakat yang menginginkan perlindungan atas
diri dan keluarganya. Prinsip syariah yang dikembangkannya menjadi kelebihan
tersendiri dibandingkan asuransi konvensional.
Melihat
pasar yang masih besar tersebut, perusahaan asuransi asing pun mulai mengincar
market di dalam negeri. Ini akan membuat industri asuransi makin kompetitif.
Pakar asuransi syariah yang juga ketua umum Insurance Islamic Society (IIS),
Muhammad Syakir Sula, mengatakan setidaknya akan ada tiga asuransi asing yang
membuka unit syariah pada 2009, yaitu Manulife, Sequislife, dan Sunlife. Agar
asuransi syariah lokal dapat bersaing dengan asuransi syariah asing tersebut,
kata Syakir, mereka harus mengembangkan produk-produk inovatif dari tahun
ketahun. ''Selain itu, asuransi syariah lokal juga harus lebih taat masuk ke
pasar, melakukan inovasi produk, sumber daya manusia (SDM)-nya diperbaiki dan
modalnya dikembangkan,''. Harus diakui, ketika asuransi asing membuka unit
syariah, pertumbuhannya jauh lebih baik dari asuransi lokal. Penyebabnya,
perusahaan asuransi asing benar-benar serius dalam mempersiapkan unit
syariahnya. Untuk itu, asuransi lokal harus lebih serius dan optimal dalam
mempersiapkan diri saat akan membuka unit syariah, baik dalam sosialisasi, SDM,
dan modal. Meski demikian, ia meyakini saat ini adalah era kebangkitan asuransi
syariah lokal. Pasalnya, asuransi lokal secara finansial tidak terlalu terkena
dampak krisis dan memiliki potensi kuat untuk bertahan kecuali asuransi syariah
yang menyimpan dananya di pasar modal. ''Sedangkan perusahaan asuransi luar
negeri bisa saja terkena dampak, karena sumber mereka adalah dari negara-negara
yang terkena krisis seperti Eropa, Amerika, atau Jepang. Sedangkan asuransi
syariah lokal hanya terkena riak-riak gelombang krisis ekonomi”.
.Direktur
Utama PT Asuransi Syariah Mubarakah, Salim Al Bakry, menyambut baik adanya unit
asuransi syariah asing. ''Kami senang saja karena masyarakat akan semakin
teredukasi tentang asuransi syariah, dan niat mereka juga baik untuk mengembang
kan asuransi syariah, tak hanya sekedar alasan bisnis,'' kata Salim.Direktur
Syariah, PT Asuransi Allianz Life Indonesia, Kiswati Soeryoko, mengakui potensi
pasar asuransi syariah di Indonesia masih sangat besar. Karena itulah Allianz,
raksasa asuransi asal Jerman pun tertarik masuk ke bisnis asuransi syariah di
Indonesia. ''Selain potensi pasar yang sangat prospektif, Allianz juga
berkomitmen menjadi penyedia layanan asuransi yang lengkap, sesuai dengan moto
Allianz 'Solusi Asuransi dari A - Z bagi masyarakat Indonesia'. Apapun yang
dibutuhkan berkaitan dengan proteksi, maka Allianz adalah pilihan utamanya,''
tutur Kiswati Soeryoko kepada Republika beberapa waktu lalu. Salim
mengemukakan, pasar asuransi di Indonesia masih cukup luas. Pemegang polis
asuransi Indonesia termasuk terendah di Asia Tenggara yaitu kurang dari 10
persen. Untuk itu perlu adanya kerja sama edukasi dari pelaku perusahaan dan
akademisi tentang betapa pentingnya asuransi. Hadirnya berbagai asuransi
syariah asing, akan memacu Mubarakah untuk makin memperbaiki diri. ''Kehadiran
asuransi lokal akan dapat memberi efek ganda karena dana akan tetap di
Indonesia. Selain itu, juga bisa membangun sektor riil dan membuka lapangan
pekerjaan,'' kata Salim.
Mubarakah
pun memiliki sejumlah strategi demi mencapai target premi Rp 1,5 triliun. Di
antaranya adalah perluasan jaringan distribusi, jaringan kantor cabang dan
pengembangan produk. 'Selain itu kami juga akan meningkatkan pelayanan asuransi
untuk merebut pasar. Pengembangan SDM adalah hal penting yang harus
diperhatikan oleh industri syariah Indonesia untuk bisa bersaing dengan pemain
asing adalah meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM). Hal ini menjadi
sesuatu yang kata kunci guna mencapai pertumbuhan yang lebih tinggi di tahun
ini. Terkait dengan hal itu, Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) akan
meningkatkan pengembangan sumber daya manusia (SDM) nya. Ketua AASI, M Shaifie
Zein, mengungkapkan, SDM merupakan kunci penting di industri syariah. Karena
itu kemampuan teknis mereka harus ditingkatkan karena akan banyak pesaing
global yang masuk. ''Asuransi asing tersebut memiliki permodalan, jaringan dan
portofolio yang cukup besar. Hal itu menjadi keuntungan tersendiri bagi mereka.
Untuk itu SDM asuransi syariah kita harus ditingkatkan,'' katanya baru-baru
ini. Syakir Sula menambahkan, untuk meningkatkan kualitas SDM asuransi syariah,
maka diperlukan sertifikasi hingga tingkat agen. Pasalnya, menjual produk
asuransi syariah tak sama dengan asuransi konvensional.[8]
G. Penyebab Perkembangan Asuransi Syariah Belum
Sempurna
Salah
satu penyebab mengapa pertumbuhan Asuransi Syariah dinilai kurang maksimal oleh
sebagian pihak adalah, belum adanya pemisahan unit usaha syariah (Spin Off)
dari induk semangnya.
Pemisahan
unit usaha syariah (spin off) di perusahaan asuransi dirasa akan menjadi faktor
kuat yang dapat menstimulus pertumbuhan industri asuransi syariah. Tidak hanya
itu, pemisahan unit usaha syariah nantinya harus dimasukkan dalam undang-undang
perasuransian.
Asosiasi
Asuransi Syariah Indonesia (AASI) memberikan tanggapan tentang pemisahan unit
usaha syariah di perusahaan asuransi sebagai bentuk keharusan karena akan
mendorong industri Asuransi Syariah semakin kompetitif. ketika sudah menjadi
badan usaha sendiri, kinerja perusahaan asuransi syariah akan lebih terdorong
agar sepadan dengan perusahaan lain. “Dengan begitu, semestinya (industri
asuransi syariah) akan lebih besar”.
Kendala
jika aturan yang mewajibkan pemisahan unit usaha syariah adalah perlunya waktu
dalam mempertimbangkan modal dan sumber daya manusia (SDM). Kalau mau di pisah,
perusahaan harus melihat dulu apakah modal sudah mencukupi atau perlu ada
penambahan. Perlu diketahui, sedikitnya modal tambahan yang perlukan perusahaan
asuransi untuk spin off unit syariah sebesar Rp 50 miliar.
Lantaran
perlu tambahan modal tak sedikit dalam spin off unit syariah, sehingga spin off
dinilai masih tergantung kebijakan perusahaan induk. Karena itu, peraturan yang
mengatur pemisahan unit usaha syariah perlu menekankan komitmen perusahaan
induk terlebih dahulu. Karena terkadang perusahaan induk memilih fokus
memperbesar bisnis dulu daripada penambahan modal.[9]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Ø Proses
yang dilalui mekanisme kerja asuransi syariah, yaitu Pertama, underwriting
adalah proses penafsiran jangka hidup seorang calon peserta yang dikaitkan
dengan besarnya resiko untuk menentukan besarnya premi. Kedua, polis asuransi
adalah surat perjanjian antara pihak yang menjadi peserta asuransi dengan
perusahaan asuransi. Polis asuransi merupakan bukti auntetik berupa akta
mengenai adanya perjanjian asuransi. Ketiga, Premi asuransi bagi peserta secara
umum bermanfaat untuk menentukan besar tabungan peserta asuransi, mendapatkan
santunan kebajikan atau dana klaim terhadap suatu kejadian yang mengakibatkan
terjadinya klaim, menambahkan investasi pada masa yang akan datang. Keempat,
Pengelolaan dana asuransi (premi) dapat dilakukan dengan akad mudharabah,
mudharabah musyarakah, atau wakalah bil ujrah.
Ø Dalam
mendeskripsikan tentang cara atau mekanisme kerja asuransi syariah ini, akan
dibagi kepada dua pembahasan pokok sesuai dengan pembagian asuransi syariah itu
sendiri, yakni asuransi syariah keluarga dan asuransi umum.
Ø Perbedaan
antara asuransi syariah keluarga dan asuransi syariah umum terletak dalam
pembayaran klaim yang bersumber dari tabungan tabarru’. Dalam asuransi syariah
keluarga, peserta selain mendapatkan tabungan dan porsi bagi hasil, ia juga
mendapatkan bagian dari tabungan tabarru’, yakni tabungan yang berasal dari
peserta yang secara ikhlas diinfakan untuk membantu peserta lain yang tertimpa
musibah. Sedangkan dalam asuransi syariah umum, peserta hanya mendapatkan
pembayaran klaim yang bersumber dari tabungan peserta dan porsi bagi hasil, dan
tidak mendapatkan pembayaran klaim yang bersumber dari tabungan tabaru.
Ø Kondisi
Pasar Asuransi Syariah dewasa ini sangatlah empetitif, apalagi hadirnya
beberapa Asuransi Syariah asing menadi aroma panas tersendiri dalam pasar
asuransi, karena itu Asuransi dalam negeri harus meningkatkan SDM agar dapat
bersaing.
Ø Salah
satu penyebab mengapa pertumbuhan Asuransi Syariah dinilai kurang maksimal oleh
sebagian pihak adalah, belum adanya pemisahan unit usaha syariah (Spin Off)
dari induk semangnya.
DAFTAR PUSTAKA
SULA, Muhammad Syakir,2004,Asuransi
Syariah (Life And General) : Konsep Dan Sistem Operasional,Jakarta,Gema
Insani Press
Ismanto, Kuat, 2009,Asuransi
Syariah (Tinjauan Asas-Asas Hukum Islam),Yogyakarta,Pustaka Pelajar
Ali, Hasan. 2004. Asuransi Dalam
Perspektif Hukum Islam. Jakarta: Kencana.
Burhanuddin. 2010. Aspek Hukum
Lembaga Keuangan Syariah. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Iqbal, Muhaimin. 2006. Asuransi
Syariah Umum. Jakarta: Gema Insani.
Janwari, Yadi. 2005. Asuransi
Syariah. Bandung: Pustaka Bani Quraisy.
Soemitro, Andri. 2009. Bank dan
Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta: Kencana.
http://mujahid-ekonomisyariah.blogspot.co.id/2009/04/pasar-asuransi-syariah-makin-kompetitif.html
http://zonaekis.com/spin-off-bikin-asuransi-syariah-kompetitif/
http://kumpulan-makalahkita.blogspot.com/2012/05/mekanisme-kerja-asuransi-syariah.html
http://asuransisyariah.net/
Google.com
[1]
Hasan Ali, AM, (2004), Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam, Prenada Media ,
Jakarta
[2]
Ismanto, Kuat, 2009,Asuransi Syariah (Tinjauan asas-asas hukum
Islam),Yogyakarta,Pustaka Pelajar
[3]
SULA, Muhammad Syakir,2004,Asuransi syariah (life and general) : konsep dan
sistem operasional,Jakarta,Gema Insani Press
[4]
Andri Soemitra. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. (Jakarta: Kencana, 2009),
hal:273-274
[5]
Ir. Muhammad Syakir Sula, AAIJ, FIIS. Asuransi Syariah. (Jakarta: Gema Insani),
2004 Hal:257-258
[6]
Muhaimin Iqbal. Asuransi Umum Syariah. (Jakarta: Gema Insani), 2006. Hal: 90
[7]
Ibid, hal:275-279
[8]
http://mujahid-ekonomisyariah.blogspot.co.id/2009/04/pasar-asuransi-syariah-makin-kompetitif.html
[9]
http://zonaekis.com/spin-off-bikin-asuransi-syariah-kompetitif/
While in the United States, In 1752, the Philadelphia Contributionship for the Insurance of Houses from Loss by Fire became the first mutual fire insurance company in America. asuransi jiwa allianz
ReplyDelete