-->

MAKALAH MODEL PERUMUSAN SISTEM PENDIDIKAN ISLAM

BAB I
PENDAHULUAN
A.                Latar Belakang
 Pendidikan Islam adalah pendidikan yang berdasarkan Islam. Isi ilmu adalah teori, isi ilmu bumi adalah teori tentang bumi. Maka isi ilmu pendidikan adalah teori-teori tentang pendidikan, Ilmu pendidikan Islam secara lengkap isi suatu ilmu bukanlah hanya teori.
Hakikat manusia menurut Islam adalah makhluk (ciptaan) Tuhan, hakikat wujudnya bahwa manusia adalah mahkluk yang perkembangannya dipengaruhi oleh pembawaan dan lingkungan.
Manusia sempurna menurut Islam adalah jasmani yang sehat serta kuat dan berketerampilan, cerdas serta pandai.
Ada dua kelompok teori pendidikan sekarang, yaitu  teori pendidikan barat, (ini disebut modern) dan teori pendidikan Islam yaitu berdasarkan Quran dan Hadits. Namun ternyata pengelola sekolah Islam sendiri belum benar-benar menyintesiskan kedua teori ini. Kita lihat untuk meningkatkan mutu pembelajaran, kebanyakan orang Islam menggunakan teori barat.

B.                 Rumusan Masalah
            Dari latar belakang di atas dapat penulis ambil beberapa permasalahan dalam makalah ini, yaitu:
1.      Bagaimana pengertian pendidikan Islam?
2.      Bagaimana ilmu pendidikan perspektif Islam?
3.      Bagaimana model perumusan sistem pendidikan Islam?

C.                Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah di atas tujuan penulis dalam makalah ini adalah:
1.      Mengetahui pengertian Pendidikan Islam;
2.      Mengetahui bagaimana Ilmu Pendidikan Perspektif Islam.
3.      Mengetahui bagaimana model perumusan sistem pendidikan Islam.


1.       

BAB II
PEMBAHASAN

A.                Pengertian Pendidikan Islam
Ilmu Pendidikan adalah dua kata yang dipadukan, yakni ilmu dan pendidikan yang masing-masing memiliki arti dan makna tersendiri.
Ilmu, sains, atau ilmu pengetahuan adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Ilmu bukan sekadar pengetahuan (knowledge), tetapi merangkum sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji dengan seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu tertentu. Dipandang dari sudut filsafat, ilmu terbentuk karena manusia berusaha berfikir lebih jauh mengenai pengetahuan yang dimilikinya. Ilmu pengetahuan adalah produk dari epistemologi.[1]
Ilmu pendidikan Islam adalah ilmu pendidikn yang berdasarkan Islam. Islam adalah nama agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Ajaran Islam berpegang pada Al-Quran dan Hadits, kemudian Qiyas dan Ijmak para ulama. Jika demikian maka ilmu  pendidikan Islam adalah ilmu pendidikan berdasarkan Al-Quran dan Hadits, kemudian Qiyas dan Ijmak para ulama. Penggunaan ini harus berurutan, Alquran terlebih dahulu, bila tidak dijelaskan dalam Quran harus dicari dalam hadits, kemudian Qiyas dan Ijma’ para ulama tetapi temuan dalam akan tersebut  tidak boleh bertentangan dengan jiwa Alquran dan hadits.
Dalam Al-Qur'an banyak sekali dalil yang tentang keutamaan menuntut ilmu inimenunjukkan bahwa menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi umat manusia sejaklahir sampai mati. Seperti firman Allah dalam surat Al-Mujadallah ayat 11 yang berbunyi:
قَدۡ سَمِعَ ٱللَّهُ قَوۡلَ ٱلَّتِي تُجَٰدِلُكَ فِي زَوۡجِهَا وَتَشۡتَكِيٓ إِلَى ٱللَّهِ وَٱللَّهُ يَسۡمَعُ تَحَاوُرَكُمَآۚ إِنَّ ٱللَّهَ سَمِيعُۢ بَصِيرٌ ١
Artinya: “Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah. Dan Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat

Konferensi Internasional Pendidikan Isla Pertama (First World Conference on Muslim Education ) yang diselenggarakan oleh Universitas King Abdul Azis, Jeddah pada tahun 1977 belum meerumuskan definisi yang jelas tentang definisi pendidikan menurut Islam. Dalam bagian “Rekomendasi” Konferensi tersebut, para peserta hanya membuat kesimpulan bahwa pengertian pendidikan menurut Islam ialah keseluruhan pengertian yang terkandung di dalam istilah ta’lim, tarbiyah, dan ta’dib.[2]
 Prof. Dr. Naquib Alatas berpendapat bahwa mendidik adalah membentuk manusia untuk menempati tempatnya yang tepat dalam susunan masyarakat serta berprilaku secara proporsional sesuai dengan susunan ilmu dan teknologi yang dikuasai. Mendidik juga berkonotasi dengan pengertian bahwa pendidik harus mampu menyampaikan setiap ilmu atau hubungan ilmu dengan ilmu yang lain dalam satu susunan yang sistemik dan harus disampaikan sesuai dengan kemampuan dasar yang dimiliki peserta didik.[3]



B.                 Ilmu Pendidikan Perspektif Islam
            Mohammad Athiyah al Abrasyi membagi pendidikan itu kepada tiga macam :[4]
a.       Pendidikan Kuttab
Pendidikan ini ialah yang mengajarkan al Qu’ran kepada anak-anak dikuttab. Sebagian diantara mereka hanya berpengetahuan sekedar pandai membaca, menulis dan menghafal al Qur’an semata.
b.      Pendidikan Umum
Ialah pendidikan pada umumnya, yang mengajarkan dilembaga-lembaga pendidikan dan mengelola atau melaksanakan pendidikan Islam secara formal sperti madrasah-madrasah, pondok pesantren ataupun informal seperti didalam keluarga.
c.       Pendidikan Khusus
Adalah pendidikan secara privat yang diberikan secara khusus kepada satu orang atau lebih dari seorang anak pembesar kerajaan (pejabat) dan lainnya.

Menurut Abdul Fatah Jalal, tujuan umum pendidikan Islam ialah terwujudnya manusia sebagai hamba Allah. Jadi menurut Islam, pendidikan haruslah menjadikan seluruh manusia yang menghambakan kepada Allah. Yang dimaksud menghambakan diri ialah beribadah kepada Allah. [5]
Islam menghendaki agar manusia dididik supaya ia mampu merealisasikan tujuan hidupnya sebagaimana yang telah digariskan oleh Allah. Tujuan hidup menusia itu menurut Allah ialah beribadah kepada Allah, seperti firman Allah dalam Surat Az-Zariyat ayat 56:
وَمَا خَلَقۡتُ ٱلۡجِنَّ وَٱلۡإِنسَ إِلَّا لِيَعۡبُدُونِ ٥٦
Artinya : “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”

Jalal menyatakan bahwa sebagian orang mengira ibadah itu terbatas pada menunaikan shalat, shaum pada bulan Ramadhan, mengeluarkan zakat, ibadah Haji, serta mengucapkan syahadat. Tetapi sebenarnya ibadah itu mencakup semua amal, pikiran, dan perasaan yang dihadapkan (atau disandarkan) kepada Allah. Aspek ibadah merupakan kewajiban orang islam untuk mempelajarinya agar ia dapat mengamalkannya dengan cara yang benar.[6]
Menurut Asma hasan Fahmi, tujuan akhir pendidikan Islam dapat diperinci menjadi :[7]
a.       Tujuan keagamaan.
b.      Tujuan pengembangan akal dan akhlak.
c.       Tujuan pengajaran kebudayaan.
d.      Tujuan pembicaraan kepribadian.

Kurikulum dalam pandangan modern ialah semua yang secara nyata terjadi dalam proses pendidikan di sekolah. Suatu kurikulum terdiri atas beberapa komponen, yaitu: (a) Tujuan; (b) Isi; (c) Metode / proses belajar mengajar; dan (d) Evaluasi.
Kurikulum pendidikan Islam seharusnya mempunyai ciri-ciri, antara lain: (a) Harus menonjolkan mata pelajaran agama dan akhlak; (b) Harus memperhatikan pengembangan menyeluruh aspek pribadi siswa, yaitu aspek jasmani, rohani, dan akal; (c) Memperhatikan keseimbangan antara pribadi dan masyarakat; dunia dan akhirat; jasmani, akal, dan rohani manusia; (d) Memperhatikan seni halus, yaitu ukir, pahat, gambar, tulis indah, dll; serta (e) Memperhatikan perbedaan budaya.


Sedangkan, Kurikulum pada masa Nabi di Madinah, terdiri atas: (a) Membaca Al-Qur’an; (b) Keimanan (rukun iman); (c) Ibadah (rukun Islam); (d) Akhlak; (e) Dasar ekonomi; (f) Dasar politik; (g) Pendidikan jasmani; dan (h) Membaca dan menulis.[8]
Paham yang mengajarkan bahwa setiap pekerjaan harus dilakukan oleh orang yang ahli. Guru atau pendidik merupakan profesi yang didapat melalui upaya melatih kemampuan diri yang diperoleh melalui jalan akademik untuk memperoleh keahlian dalam mendidik peserta didik. Karena dalam arti sempit, pendidik merupakan subjek dari pendidikan. Sehingga, Islam menempatkan keprofesinalitas seorang pendidik Islam dalam arti tersendiri.
Pendidikan anak dalam rumah tangga terutama pendidikan agama ialah pendidikan yang palinh pertama dan utama yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits. Pendidikan Islam bagi anakharus dimulai jauh sebelum kelahirannya. Contohnya antara lain: (a) Memilih pasangan hidup; (b) Menjaga kehamilan; (c) Menggembirakan orang yang melahirkan; (d) Memberi adzan dan iqamah; (e) Mentahnik dan mencukur rambut; (f) Memberi nama yang baik; (g) Mengaqiqahi dan menyusui. Pendidikan dimulai pada saat anak masih dalam kandungan sampai dewasa (besar).[9]
Mengenai kapan pendidikan itu berakhir, Islam menetapkan bahwa pendidikan baru akan berakhir ketika seseorang meninggal dunia. Secara fisik mencari ilmu akan berakhir pada saat seseorang meninggal dunia, tetapi prosesnya terkandung di dalamnya berlangsung sampai batas tak terhingga. Sebab, pendidikan dalam Islam bernilai transedental; tidak hanya berproses pada dunia, tetapi tetap ada maknaya sampai akhirat kelak. Oleh karena itu pendidikan  dalam perspektif menjadi tak terbatas (no limit to study).[10]
            Pendidikan Islam merupakan amanah dan tanggung jawab yang harus diemban setiap muslim, terutama orang tua terhadap anaknya. Selain itu, subjek didik adalah individu yang memiliki fitrah dan berbagai potensi yang harus dikembangkan melalui pendidikan     yang tepat dan benar. Pendidikan yang selaras dengan fitrah dan potensi peserta didik itulah yang akan            berkembang dengan baik dan mudah.[11]
Ilmu dalam perspektif Islam bukan hanya mempelajari masalah keagamaan (akhirat) saja, tapi juga pengetahuan umum juga termasuk. Orang Islam dibekali untuk dunia akhirat, sehingga ada keseimbangan. Dan ilmu umum pun termasuk pada cabang (furu’) ilmu agama.

C.                Model Perumusan Sistem Pendidikan Islam
Menurut al-Ghazali, secara potensial pengetahuan itu telah eksis dalam jiwa manusia bagaikan benih yang ada di dalam tanah. Ia memandang bahwa sistem perkembangan kemampuan rasionalitas itu berdasarkan pola keseimbangan dengan kekuasaan Tuhan dan keseimbangan penalaran dengan pengalaman mistik yang memberikan ruang bagi bekerjanya rasio, serta keseimbangan antara berpikir edukatif dengan pengalaman empiris manusia.[12]
Ibnu Khaldun berpandangan serupa dengan al-Ghazali. Menurutnya akal pikiran (rasio) merupakan kekuatan menciptakan kehidupan dan kerja sama dengan anggota-anggota masyarakat serta untuk menerima wahyu Tuhan melalui Rasul-Nya. Akal pikiran itulah yang menjadi dasar bagi kegiatan belajarnya. Ibnu Sina yang berpandangan idealistis dalam pendidikan lebih menekankan pembinaan akhlak atau moralitas. Namun dalam operasionalisasi kependidikan ia berpaham empiris.
Lebih lanjut Muhammad Abduh lebih mengedepankan kemampuan rasional dalam proses pemahaman ajaran Islam melalui pendidikan. Ia memandang bahwa peranan sistem pendidikan besar sekali bagi proses modernisasi kehidupan umat Islam. Pendidikan harus didasari dengan moral dan agama. Pendidikan agama diintegrasikan ke dalam ilmu pendidikan agama. Pendidikan dipandang sebagai alat yang paling efektif untuk mengadakan pembaruan atau perubahan.
Pokoknya semua ilmu duniawi dan ukhrawi diintegrasikan menjadi satu ilmu pengetahuan yang bulat, karena ilmu pengetahuan pada hakekatnya berasal dari Tuhan.
قَالَ مَعَاذَ ٱللَّهِ أَن نَّأۡخُذَ إِلَّا مَن وَجَدۡنَا مَتَٰعَنَا عِندَهُۥٓ إِنَّآ إِذٗا لَّظَٰلِمُونَ
Berkata Yusuf: "Aku mohon perlindungan kepada Allah daripada menahan seorang, kecuali orang yang kami ketemukan harta benda kami padanya, jika kami berbuat demikian, maka benar-benarlah kami orang-orang yang zalim" (QS. Yusuf: 76)
عَلَّمَ ٱلۡإِنسَٰنَ مَا لَمۡ يَعۡلَمۡ
Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya (QS. Al-Alaq: 5)

Umat Islam harus mengubah sikap pandangannya  yang lama, yaitu dari pandangan terhadap lembaga pendidikan Islam hanya sebagai gudang ilmu atau transfer dan transmisi cultural menjadi sentra pengolahan ilmu yang alamiah dan ilmiah  yang mengacu kepada tuntutan masyarakat yang  thayibah warabbun ghafur dapat terwujud. Oleh karena itu, berbagai model pendidikan Islam yang berorientasi perspektif ke masa depan merupakan jawaban yang tepat guna.
Model-model pendidikan yang terbukti tidak memuaskan tuntutan umat terlihat pada praksisasinya sebagai berikut:[13]
1.      Model pendidikan Islam yang berorientasi kepada pola pikir bahwa nilai-nilai yang konservatif dan asketis harus  dilestarikan dalam sosok pribadi muslim yang resisten terhadap pukulan gelombang zaman.
2.      Jika pendidikan Islam berorientasi kepada pola pikir bahwa nilai-nilai islami yang mengandung potensi mengubah nasib masa lampau ke masa kini yang dijadikan inti kurikulum pendidikan, maka model pendidikan Islam menjadi bercorak perenialistik di man nilai-nilai yang terbukti tahan lama saja yang diinternalisasikan ke dalam pribadi anak didik. Sedang nilai-nilai yang potensial bagi semangat pembaruan ditinggalkan.
3.      Bila pendidikan Islam hanya lebih berorientasi pada personalisasi kebutuhan pendidikan dalam segala aspeknya, maka ia bercorak individualistis, di mana potensi aloplastik (bersifat mengubah dan membangun) masyarakat dan alam sekitar kurang mengacu kepada kebutuhan sosiokultural.
4.      Jika pendidikan Islam berorientasi kepada masa depan sosio, masa depan tekno, dan masa depan bio, di mana ilmu dan teknologi menjadi pelaku perubahan dan pembaruan kehidupan sosial, maka pendidikan Islam bercorak teknologis, di mana nilai-nilai samawi ditinggalkan diganti dengan nilia-nilai pragmatik-realivistik kultural.
5.      Akan tetapi, jika pendidikan Islam yang berorientasi kepada perkembangan masyarakat berdasarkan proses dialogis di mana manusia di tempatkan sebagai geiger-counter, pendeteksi sinar radioaktif elemen-elemen sosial yang berpotensi kontroversial ganda, yaitu membahagiakan dan menyejahterakan. Maka mekanisme reaksi dalam perkembangan manusia menjadi gersang dari nilai-nilai Ilahi yang mendasari fitrah.

Dengan memperhatikan potensi psikologis dan pedagogis manusia anugerah Allah, model pendidikan Islam seharusnya berorientasi kepada pandangan falsafah sebagai berikut:[14]
1.      Filosofis, memandang manusia didik adalah hamba Tuhan yang diberi kemampuan fitrah, dinamis, dan sosial-religius serta yang psiko-fisik.
2.      Etimologis, potensi berilmu pengetahuan yang berpijak pada iman dan berilmu pengetahuan untuk menegakkan iman yang bertauhid, yang basyariyah dharuriah, manjadi shibghah  manusia muslim sejati berderajat mulia.
3.      Pedagogis, manusia adalah makhluk belajar sejak dari ayunan sampai liang lahat yang proses perkembangannya didasari nilai-nilai islami yang dialogis terhadap tuntutan Tuhan dan tuntutan perubahan sosial, lebih cenderung kepada pola hidup yang harmonis antara kepentingan duniawi dan ukhrawi, serta kemampuan belajarnya disemangati oleh misi kekhalifahan di muka bumi.

Secara kurikuler model pendidikan tersebut didesain menjadi:[15]
1.      Content: lebih di fokuskan pada permasalahan sosiokultural masa kini untuk diproyeksikan ke masa depan, dengan kemampuan anak didik mengungkapkan tujuan dan nilai-nilai yang inheren dengan tuntutan Tuhan.
2.      Pendidik: bertanggung jawab terhadap penciptaan situasi komunitas yang dialogis interdependen dan terpercaya.
3.      Anak didik: dalam proses belajar mengajar melakukan hubungan dialogis dengan yang lain.




BAB III
PUNUTUP
Kesimpulan
            Adapun kesimpulan penulis dari makalah ini antara lain:
1.      Hakikat manusia menurut Islam adalah makhluk (ciptaan) Tuhan, hakikat wujudnya bahwa manusia adalah mahkluk yang perkembangannya dipengaruhi oleh pembawaan dan lingkungan
2.      Ilmu Pendidikan adalah dua kata yang dipadukan, yakni ilmu dan pendidikan yang masing-masing memiliki arti dan makna tersendiri
3.      Ilmu pendidikan Islam adalah ilmu pendidikn yang berdasarkan Islam. Islam adalah nama agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW.
4.      mendidik adalah membentuk manusia untuk menempati tempatnya yang tepat dalam susunan masyarakat serta berprilaku secara proporsional sesuai dengan susunan ilmu dan teknologi yang dikuasai.
5.      tujuan umum pendidikan Islam ialah terwujudnya manusia sebagai hamba Allah
6.      Islam menghendaki agar manusia dididik supaya ia mampu merealisasikan tujuan hidupnya sebagaimana yang telah digariskan oleh Allah
7.      Pendidikan Islam merupakan amanah dan tanggung jawab yang harus diemban setiap muslim, terutama orang tua terhadap anaknya
8.      pendidikan dalam Islam bernilai transedental; tidak hanya berproses pada dunia, tetapi tetap ada maknaya sampai akhirat kelak. Oleh karena itu pendidikan  dalam perspektif menjadi tak terbatas (no limit to study)

Saran
            Penulis berharap dengan adanya makalah ini dapat membuka mata kita bahwa pendidikan Islam itu tidak pernah terbatas, dalam artian dari lahir sampai seseorang meninggal masih berkewajiban menuntut ilmu. Jadi harapan penulis jangan pernah menyerah dalam menuntut ilmu, baik dunia atau akhirat.



DAFTAR PUSTAKA


Prof. Dr. Jusuf Amir Feisal, Reorientasi Pendidikan Islam, Jakarta: Gema Insani Press, 1995.

Dr. Moh. Roqib, M.Ag. Ilmu Pendidikan Islam, Yogyakarta: LKiS Printing Cemerlang, 2009.










[1] [1] https://id.wikipedia.org/wiki/Ilmu, diakses hari Rabu Tanggal 9 Desember 2015

[3] Prof. Dr. Jusuf Amir Feisal, Reorientasi Pendidikan Islam, Jakarta: Gema Insani Press, 1995. Hal. 94

[5] Ibid,…
[6] Ibid,…
[7] Ibid, https://udhiexz.wordpress.com,...
[9] Ibid,...
[10] Dr. Moh. Roqib, M.Ag. Ilmu Pendidikan Islam, Yogyakarta: LKiS Printing Cemerlang, 2009. Hal. 65
[11] Ibid,…
[12] http://ayugadismanja.blogspot.co.id/2014/06/model-model-pendidikan-islam.html
[13] Ibid,…
[14] Ibid,…
[15] Ibid,…

0 Response to "MAKALAH MODEL PERUMUSAN SISTEM PENDIDIKAN ISLAM"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel