OBLIGASI SYARIAH, KONVENSIONAL ; MAKALAH
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Sama
seperti orang yang membutuhkan uang, demikian juga perusahaan dan pemerintah di
seluruh dunia. Perusahaan-perusahaan perlu uang untuk ekspansi bisnis dan
membiayai pengeluaran mereka, sementara pemerintah harus membayar utangnya dan
membutuhkan dana untuk program-program pembangunan infrastruktur. Semua ini
dapat dicapai dengan penerbitkan obligasi di pasar. Dengan berkembangnya bisnis
yang berbasis syariah, maka demikian pula obligasi yang beredar di Indonesia
ini. Dualisme antara obligasi konvensional (umum) dan obligasi syariah
meramaikan pesar efek di Indonesia.
Hal
ini menjadi sesuatu yang menarik untuk dibahas. Oleh karena itu penyusun akan
mengulas bagaimana perkembangan obligasi syariah jika dibandingkan dengan obligasi
konvensional.
B. Rumusan Masalah
Sebagaimana latar belakang di atas, maka
yang menjadi rumusan masalahnya adalah sebagai berikut :
1.
Apakah
pengertian dari obligasi konvensional dan obligasi syariah?
2.
Apakah dasar dan
landasan hukumnya?
3.
Bagaimanakah
konsep dasar obligasi konvensional?
4.
Bagaimanakah
model prakteknya?
5.
Apa sajakah
problem kesyariahannya?
6.
Adakah konsep
alternatifnya dari obligasi?
7.
Bagaimana
praktiknya di lembaga keuangan syariah?
8.
Apa saja kritik
dan konsep dari obligasi tersebut?
9.
Apa Perbedaan
Obligasi Syariat dengan Obligasi Konvensional ?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan latar belakang dan rumusan
masalah di atas, maka yang menjadi tujuan penulisannya adalah sebagai berikut :
1.
Mengetahui
pengertian dari obligasi konvensional dan obligasi syariah.
2.
Memahami dasar
dan landasan hukumnya?
3.
Mengetahui
konsep dasar obligasi konvensional?
4.
Memahami model
prakteknya?
5.
Mengetahui
problem kesyariahannya?
6.
Memahami konsep
alternatifnya dari obligasi?
7.
Memahami
praktiknya di lembaga keuangan syariah?
8.
Memahami kritik
dan konsep dari obligasi tersebut?
9.
Memahami
Perbedaan Obligasi Syariat dengan Obligasi Konvensional.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Obligasi
Obligasi
berasal dari bahasa Belanda yaitu “obligate”
yang dalam bahasa Indonesia disebut dengan “obligasi” yang berarti
kontrak. Dalam keputusan RI Nomor 775/KMK 001/1982 disebutkan bahwa obligasi
adalah jenis efek berupa surat pengakuan utang atas pinjaman uang dari
masyarakat dalam bentuk tertentu, untuk jangka waktu yang sekurang-kurangnya
tiga tahun dengan menjanjikan imbalan bunga yang jumlah serta saat
pembayarannya telah ditentukan terlebih dahulu oleh emiten (Badan Pelaksana
pasar modal).[1]
Dari
pengertian diatas dapat diketahui bahwa obligasi adalah surat utang yang
dikeluarkan oleh emiten (bisa berupa badan hukum atau perusahaan, bisa juga
dari pemerintah) yang memerlukan dana untuk kebutuhan operasional maupun
ekspansi dalam memajukan investasi yang mereka laksanakan.
Sedangkan
yang dimaksud dengan obligasi syariah berdasarkan Fatwa Dewan Syariah (DSN)
Nomor 32/DSN-MUI/IX/2002 menjelaskan, yang dimaksud dengan obligasi syariah
adalah sebuah surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan oleh emiten kepada pemegang
obligasi syariah yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada
pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil/margn/fee, serta membayar kembali
dana obligasi pada saat jatuh tempo.[2]
Menurut
Heru Sudarsono, obligasi syariah bukan merupakan utang berbunga tetap
sebagaimana yang terdapat dalam obligasi konvensional, tetapi lebih merupakan
penyertaan dana yang didasarkan pada prinnsip bagi hasil. Transaksinya bukan
akad utang piutang melainkan penyertaan.
B.
Landasan
dan Dasar Hukum Obligasi
Landasan dan dasar
hukum obligasi adalah sebagai berikut :
1. Fatwa
DSN MUI No. 32/DSN-MUI/IX/2002, tentang Obligasi Syariah.
2. Fatwa
DSN MUI No. 33/DSN-MUI/IX/2002, tentang Obligasi Syariah Mudharabah.
3. Fatwa
DSN MUI No. 41/DSN-MUI/III/2004, tentang Obligasi Syariah Ijarah.
4. Fatwa
DSN MUI No. 59/DSN-MUI/V/2007, tentang Obligasi Syariah Mudharabah Konversi.
5. UU
No:19 tahun 2008, tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN)
C.
Konsep
Dasar Obligasi Secara Konvensioanl
Obligasi
sebagai surat hutang yang dapat diterbitkan oleh Pemerintah, BUMN, maupun
swasta adalah dalam rangka menambah suntikan dana yang masuk dalam katagori
jangka panjang.
Sama
halnya dengan catatan hutang, obligasi merupakan catatan hutang yang termasuk
dalam efek. Sehingga catatan utang ini dapat diperjual belikan di bursa. Namun
pada awalnya surat hutang ini (obligasi) telah mendapatkan pertambahan nilai
dalam kontrak awalnya. Sehingga walaupun tidak diperdagangkan dalam bursa efek,
sebenarnya obligasi telah mendapat untung di akhir tanggal jatuh tempo maupun
setiap tahunnya sesuai dengan perjanjian diawal.
Pertambahan
nilai investasi di obligasi didapatkan dari besarnya bunga yang dijanjikan
dalam perjanjian di awal tadi. Besarnya bunga yang diberikan di investasi
obligasi terpengaruh tingkat suku bunga deposito. Semakin tinggi bunga deposito
maka bunga obligasi akan semakin turun. Begitu pula sebaliknya.
Pada
mekanisme obligasi yang umum, terdapat pembayaran yang dilakukan pada
waktu-waktu tertentu di antara tanggal penerbitan dan tanggal jatuh tempo.
Penerbit berjanji kepada investor untuk membayarkan sejumlah uang tertentu dalam
bentuk pembayaran bunga pinjaman selama periode tertentu dan melunasi pokok
pinjaman pada saat jatuh tempo.[3]
D.
Model
Praktek Obligasi
Obligasi
merupakan hutang jangka panjang kepada investor, pemegang hanya akan memperoleh
keuntungan tetap dari hasil bunga obligasi sampai jatuh tempo. Oleh sebab itu
bunga tetap memberi jaminan yang aman selama investasi.disamping itu dalam masa
pelunasan obligasi, investor akan mendapatkan prioritas pelunasan lebih dahulu
dibandingkan pemegang saham, ketika perusahaan penerbit mengalami kesulitan
keuangan dan likuiditas. Namun investor pada obligasi tidak memiliki hak suara
dalam rapat umum seperti halnya pemegang saham.
a.
Prosedur
penerbitan obligasi
Dalam
penerbitan obligasi, perusahaan penerbit (emiten) menjelaskan jumlah dana yang
diperlukan yang dikenal dengan jumlah penerbitan obligasi (emisi obligasi).
Jika perusahaan memerlukan dana sebanyak Rp.500 milyar misalnya, maka obligasi
akan diterbitkan sesuai dengan jumlah dana yang tersediapenetapan banyak atau
sedikitnya jumlah obligasi yang diterbitkan didasarkan atas cah flow perusahaan
serta bisnis perusahaan.
Ketika
perusahaan akan menerbitkan obligasi, ia mesti memperkirakan waktu jatuh tempo
obligasi tersebut, apakah 5 atau 10 tahun. Semakin cepat waktu jatuh tempo, maka
obligasi ini akan diminati, karena mempunyai resiko yang kecil. Ketika waktu
jatuh tempo, pihak perusahaan mesti melunasi hutang pokok beserta bunga.
Disamping itu kadar bunga yang diberikan diupayakan lebih banyak dari kadar
bunga perbankan , karena penetapan ukuran bunga (kupon) sangata penting, agar
investor berminat untuk membeli obligasi.
Kemudian
perusahaan penerbit dating kepada perusahaan efek untuk memberi bantuan
terhadap persiapan syarat-syarat penerbitan, sesuai dengan aturan yang
ditetapkan oleh badan pengawas yaitu Badan Pengawas Pasar Modal
(BAPEPAM).Perusahaan efek yang dimaksud disini bertindak sebagai Wali Amanat
yang selanjutnya mempunyai peranan untuk membeli obligasi. Adapun prosedur
penerbitan obligasi yang ditetapkan adalah :[4]
Penetapan Pendaftaran yang telah dinyatakan efektif
oleh BAPEPAM
1. Laporan
yang diaudit akuntan terdaftar di BAPEPAM.
2. Nilai
nominal obligasi yang dicatatkan Rp 25 milyar.
3. Jarak
waktu pemohonan dengan penerbitan sekurang-kurangnya 6 bulan, dan waktu jatuh
tempo obligasi minimal 4 tahun
4. Perusahaan
penerbit telah beroperasi minimal 3 tahun
5. Pada
dua tahunterakhir perusahaan telah mendapat keuntungan dan tidak ada kerugian
pada 1 tahunterakhir.
6. Angota
pengawas dan pengurus memiliki nama baik.
Dokumen
yang diperlukan untuk penerbitan obligasi berbeda dengan dokumen saham.
Perbedaan ini berkaitan dengan Wali Amanat yang bertindak sebagai agen .Wali
Amanat merupakan wakil, dan juga pihak yang mempertahankan kepentingan pemegang
obligasi.
b.
Proses penawaran
dan perdagangan obligasi
Proses
penawaran pertama obligasi dilakukan melalui penyampaian isi prospectus. Hal
itu meliputi sejarah singkat perusahaan dan pemegang saham, struktur aktivitas,
serta mas depan perusahaan, jumlah nominal obligasi, harga penawaran, tingkat
buanga dan jatuh tempo. Hal ini disampaikan kepada calon investor dengan mencantumkan fakta dan pertimbangan
penting. Seperti anggaran perusahaan, bidang usaha perusahaan, jumlah nilai
obligasi dan tujuan penggunaannya.Data laporan penting seperti laporan keuangan
terbaru dilampirkan secara keseluruhan.Disamping itu dilengkapi dengan
istilah-istilah yang yang perlu dipahami oleh investor.Setelah semua disahkan
oleh lembaga pengawas (BAPEPAM), obligasi dapat diperdagangkan dipasar, baik di
pasar utama maupun di pasar sekunder.[5]
Peringkat
obligasi menunjukkan kualitas kredit dari suatu obligasi dan seberapa besar
kemungkinanpenerbit akan memenuhi kewajiban. Lembaga pemeringkat independen
seperti Standard & Poor's,Fitch Rating, dan Moody's menyampaikan
kemungkinan terjadinya gagal bayar (default) pada suatuobligasi.
c.
Perdagangan
obligasi di pasar utama
Tahap
awal yang mesti dilakuakan dalam proses transaksi obligasi adalah memilih
perusahaan efek yang memiliki perusahaan tetap (fixed income), mempunyai
peranan untuk membeli atau menjual obligasi. Selanjutnya investor membuka
rekening untuk memperoleh informasi perdagangan obligasi setiap saat.
Setelah melakukan
analisis terhadap obligsi yang akan dibeli kemudian investor memilih perusahaan
efek dan memberikan keprcayaan kepada Wali Amanat untuk membeli obligasi yang
dikehendaki dengan menjelaskan spesifikasinya. Seterusnya wali Amanat bertindak sebagai broker untuk membeli
obligasi atas nama investor.
Untuk lebih jelasnya
dapat dikemukakan penawaran dan pemesanan obligasi pada pasar utama :[6]
1. investor
dilakukan oleh Wali Amanat dan agen
penjual di pasar utama.
2. Kemudian
investor menghubungi Wali Amanat atau agen penjual (broker) sesuai dengan
prosedur yang telah ditetapkan
3. Pemesanan
obligasi diikuti dengan pembayaran.
4. Wali
Amanat atau agen penjual member pengumuman mengenai hasil penawaran umum kepada
investor.
5. Penawaran
pertama obligasi yang diterbitkan perusahaan kepada
6. Proses
pemberian (allotment) obligasi kepada investor dilakukan oleh wali Amanat dan
perusahaan penerbit obligasi.
7. Apabila
jumlah obligsi kurang dari yang dipesan investor maka kelebihan dana investor
akan dikembalikan (proses ini disebut dengan refund).
Kemudian
obligasi dibagikan kepada investor melalui pemegang kepercayaan dan agen
penjual. Obligasi yang telah diterbitkan perusahaan akan di beli atau di jual
di pasar utama dengan harga nominal.
Sistem
perdagangan melalui OTC-FIS memberi informasi tentang kuota pembekalan dan
permintaan, informasi tentang transaksi dan laporan perdagangan secara langsung
( Real time). Sistem ini memungkinkan partisipasi pasar untuk memasukkan,
membatalkan dan merubah kuota beli maupun kuotasi jual selama belum terjadi
ketetapan transaksi.
Partisipan
pasar obligasi dapat mengajukan satu kuota beli atau kuota jual dalam sistem
OTC-FIS. Kemudian partisipan lain yang berminat dengan kuota tersebut dapat
memasukkan perintah beli atau jual dalam sistem ini. Calon pembeli dan calon
penjual dapat melakukan perundingan. Apabila terjadi persetujuan, maka
masing-masing memberikan konfirmasi selambat-lambatnya pada akhir hari bursa
perdagangan obligasi tersebut.
Dipasar
ini harga obligasi dapat di atas atau di bawah nilai nominal. Hal ini
tergantung pada perbandingan antara ukuran bunga obligasi dengan ukuran bunga
yang berlaku umum yaitu ukuran bunga deposit bank.Konsekuensi dari fluktuasi
perubahan harga obligasi sebagai berikut :
a) Jika
ukuran bunga deposit bank lebih tinggi maka investor akan lebih memilih
menempatkan dananya pada doposito bank.
b) Jika
ukuran bunga dopositbang rendah maka investor akan lebih memilih menempatkan
dananya pada deposito. Sehingga menimbulkan permintaan yang tinggi dan harganya
naik.
d.
Sistem
pembayaran obligasi
Bagi
obligasi swasta, pembelian dan pembayaran obligasi dilakukan melalui pengalihan
ke rekening perusahaan efek. Sementara obligasi yang diterbitkan oleh
pemerintah, maka rekening mesti dibuka melalui institusi keuangan yang
didaftarkan sebagai sub registry oleh
Bank Indonesia. Pengalihan obligasi dari rekening penjual ke rekening pembeli
dikuasakan kepada Bank Indonesia. Berdasarkan hal itu, bank juga akan melakukan
pembayaran dari rekening pembeli kepada rekening penjual di Bank Indonesia.
Informasi jual beli diperoleh dari sub registry masing-masing ( pembeli dan
penjual ) tentang status kepemilikan obligasi. terdapat sejumlah sub registry
yang akan mengadministrasikan kepemilikan obligasi bagi investor bukan bank
atau market maker.
Investor
dikenakan biaya jasa yang diberikan sub registry, sedangkan central registry,
tidak memberi beban biaya kepada Bank Indonesia sistem kliring, registrasi dan
informasi obligasi pemerintah, ( BI-SKRIP) atau \sub registry dan market maker.
Pembayaran
obligasi dilakukan melalui prinsip Delivery Versus Payment (DVP). Delivery
Versus Payment adalah suatu prinsip bahwa jika Transfer Dana merupakan suatu
kewajiban yang timbul dari perjanjian lain antara Pengirim dan Penerima pada
saat Penyelenggara Penerima Akhir telah melakukan Pengaksepan Perintah Transfer
Dana, kewajiban Pengirim untuk melakukan pembayaran kepada Penerima telah
selesai dan Pengirim berhakatas objek yang diperjanjikan.[7]
Prinsip ini berlaku bagi obligasi swasta dan pemerintah.
Sebagai
alternatif, investor dapat membayar melalui broker atau bank, kemudian
dilakukan penyelesaian transaksi. Pendaftaran secara DVP terjadi ketika pembeli
dan penjual sepakat apabila pengalihan obligasi hanya akan terjadi jika
pembayaran telah dilakukan.
E.
Problem
Kesyariahan Obligasi
Sebagian besar ulama
Islam kontemporer melarang jual beli obligasi konvensional dalam semua jenis dan
secara keseluruhan, serta menganggap bahwa hukumnya haram mutlak. Para ulama
yang berpendapat seperti itu ialah Syaikh Shaltut, Muhammad Yusuf Mussa, Syaikh
Yusuf Qardawi, Abdul Aziz al Kahiat, Ali al Salus, dan Saleh Marzuki dengan
memberi petunjuk fiqh yang menjadi dasar keluarnya fatwa larangan tersebut
yaitu:
1. Obligasi
konvensional yang dikeluarkan oleh perusahaan atau pemerintah dianggap sama
seperti utang yang di dalamnya terdapat bunga. Bunga ini bisa dikategorikan
sebagai riba al-nasia yang diharamkan oleh Islam.
2. Utang
obligasi sama dengan deposito yang disimpan dalam bank, dan hitungan bunga atas
obligasi dianggap sama dengan bunga deposito, walaupun uang dari obligasi itu
bisa diinvestasikan secara khusus setelah diserahkan kepada pihak yang mengeluarkan
obligasi serta dijamin atas pengembaliannya setelah jatuh tempo plus tambahnya
(bunga). Cara ini dianggap sama saja dengan utang yang dipakai untuk produksi
yang dikenal di zaman jahiliah dan diharamkan oleh Al-Qur’an dan Sunah.
F.
Konsep
Alternatif
Meskipun
banyak ulama besar yang mengharamkan penjualan obligasi. Bukan berarti obligasi
harus dihapuskan. Oleh karena itu DSN-MUI memberi kelonggaran terhadap
transaksi obligasi.
Adapun batasan-batasan
obligasi yang diperbolehkan dalam syariah islamberdasarkan Fatwa Dewan Syariah
Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) tentang Obligasitersebut adalah:
a. Obligasi
yang tidak dibenarkan menurut syariah yaitu obligasi yang bersifat hutang
dengan kewajiban membayar berdasarkan bunga.
b. Obligasi
yang dibenarkan menurut syariah yaitu obligasi yang berdasarkan prinsip-prinsip
syariah.
Obligasi
syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah
yang dikeluarkan emiten kepada pemegang Obligasi Syariah yang mewajibkan Emiten
untuk membayar pendapatan kepada pemegang Obligasi Syariah berupa bagi
hasil/margin/fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.
Begitu
besar keinginan para ekonom muslim untuk mengadakan produk terutama obligasi
yang berdasarkan prinsip Islam. Namun apa yang terjadi setelah obligasi
menggunaan pembiayaan syariah, pelaksanaan dan peraturannya belum mengikuti
syariah.
Dalam
hal ini obligasi yang diadakan hanya sekedar menggunakan pembiayaan syariah,
idealnya belum berdasarkan syariah
secara keseluruhan.
Karena
itu perlunya solusi alternatif ke arah yang lebih baik, dalam artian prinsip
ini dapat diterima dan diakui secara langsung berdasarkan prinsip dan aturan
syariah. Berkaitan dengan ini para ekonom muslim memberi sumbangan pemikiran
terhadap alternatif penerapan obligasi syariah. Alternatif tersebut diantaranya
:
1.
Obligasi
Muqaradah (Muqaradah Bonds)
Muqaradah
Bond adalah suatu kontrak dengan dikan oleh beberapa orang dan pengelola
modal.Obligasi ini telah disahkan secara internasional oleh IOC Academy.
Menurut Hailani Muji Tahir bahwa obligasi muqaradah merupakan alternative bagi obligasi yang ada.
Obligasi ini merupakan dokumen-dokumen terdaftar yang diterbutkan atas nama
pemilik dengan jumlah modal tertentuuntuk membiayai suatu proyek yang dilaksanakan
dengan tujuan untuk mendapat keuntungan berdasarkan akad muqaradah.
Dalam
perdagangan muqaradah bonds, investor tidak terlibat dalam jual beli secara
diskon. Namun ketika investor bermaksud menjual muqaradah bonds sebelum jatuh
tempo, maka dapat menjual asetnya berdasarkan harga awal. Menurut ahli Fiqh,
obligasi ini diharuskan berdasarkan qiyaske atas akadmudharabah.[8]
Obligasi ini juga sering disebut dengan istilah obligasi mudharabah.[9]
Menurut Fatwa No.
33/DSN-MUI/X/2002 menyatakan bahwa obligasi syariah mudharabah adalah obligasi
syariah yang berdasarkan akad mudharabah,dimana emiten bertindak sebagai
mudharib (pengelola dana) sedangkan pemegang obligasi sebagai shahibul maal
(pemodal/investor). Adapun mekanisme obligasi syariah mudharabah sebagai berikut:[10]
a) Akad
mudharabah dituangkan dalam perjanjian perwaliamanatan
b) Nisbah
bagi hasil dapat ditetapkan berdasarkan komponen pendapatan (revenue sharing)
atau keuntungan (profit sharing).
c) Nisbah
bagi hasil dapat ditetapkan secara konstan, meningkat ataupun menurun dengan
pertimbangan proyeksi pendapatan emiten, tetapi sudah ditetapkan diawal akad.
d) Pembagian
hasil pendapatan atau keuntungan dapat dilakukan secara periodik ( tahunan,
semesteran, kuartalan, maupun bulanan)
e) Karena
besarnya pendapatan bagi hasil akan ditentukan oleh kinerja actual emiten maka
obligasi syariah memberikan indicative return tertentu
2.
Prinsip ijarah
Ijarah
adalah memberi penyewa kesempatan untuk mengambil manfaat dari barang sewaan
dalam jangka waktu tertentu dengan imbalan yang telah disepakati bersama. Dalam
akad ijarah yang paling utama adalah aset yang disewa serta jumlah aset yang
jelas dan diketahui oleh kedua belah pihak.
Berkaitan dengan hal
ini OIC Fiqh Academy di Jedah menegaskan bahwa: 1) Gabungan aset dapat diwakili
dengan catatan tertulis atau obligasi (bon), 2) catatan ini atau obligasi dapat
dijual dengan harga pasar.
Adapun ciri-ciri ari
obligasi ijarah sebagai berikut :[11]
a) Obligasi
Ijarah adalah sekuritas yang mewakili kepemilikan dari aset yang ada dan
diketahui yang mengikat melalui kontrak ijarah. Jadi obligasi ijarah dapat
diperdagangkan pada pasar dengan harga yang ditentukan oleh pasar.
b) Pendapatan
dari obligasi ijarah tidak boleh dengan pendapatan tetap dan ditentukan
terlebih dahulu.
c) Obligasi
ijarah dapat diperdagangkan di pasar sekunder, obligasi ini menawarkan tingkat
likuiditas dan fleksibeliti yang tinggi.
Obligasi
ijarah diinilai cukup perspektif bagi perusahaan yang bermaksud untuk
menerbitkan obliggasi Islam. Sistem ini sangat menguntungkan para investor sehingga
diasumsikan mampu menarik banyak investor yang akan mempercepat pertumbuhan
ekonomi Islam. Ketika dalam penyewaan terjadi gagal bayar maka posisi investor
dalam keadaan aman. Investor dapat menarik gedung tersebut, sebab pada dasarnya
gedung ini milik investor.
G.
Praktek
Obligasi di Lembaga Keuangan Syariah
Secara
perlahan namun pasti, Indonesia sebagai negara dengan penduduk mayoritas muslim
mulai dikenal luas oleh dunia, memiliki aplikasi ekonomi/keuangan syariah yang
berbeda dari negara-negara kebanyakan. Indonesia kini dikenali memiliki praktek
ekonomi syariah yang relatif komplit pada semua aspek ekonomi. Dalam bentuk
praktiknya, ekonomi syariah telah berkembang dalam bentuk kelembagaan seperti
perbankan, BPRS, Asuransi Syariah, Pegadaian Syariah, Pasar Modal Syariah,
dengan instrumen obligasi dan Reksadana Syariah, Lembaga Keuangan Mikro
Syariah, maupun lembaga keuangan publik islam seperti lembaga pengelola zakat
dan lembaga pengelola wakaf. Sehingga
sistem ini tidak hanya berkembang pada sektor perbankan saja, namun merambah
juga pada sektor keuangan mikro, keuangan sosial, dan praktek-praktek usaha
riil yang mencoba memenuhi prinsip-prinsip syariah..
H.
Kritik
Konsep dan Praktek
Semakin
menjamurnya lembaga keuangan syariah, semakin banyak pula praktek ekonomi
syariah yang dilaksanakan. Ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat
dipisahkan. Semakain maraknya pelaksanaan praktek / akad syariah yang dilakukan
menggambarkan keunggulan-keunggulan praktek ekonomi syariah.Namun semakin
tinggi keberadaan kita maka tantangan, kritik yang berkembang pun semakin marak
pula.
Salah
satunya dalam praktek obligasi syariah (SUKUK). Tidak membutuhkan waktu lama,
setelah sukuk mulai diterbitkan sekarang telah banyak yang berminat untuk
terjun dalam transaksi sukuk.Namun dalam maraknya transaksi sukuk, banyak aspek
yang masih dipertanyakan.
Motivasi
awal untuk bertransaksi sukuk misalnya.Ada yang beranggapan sukuk merupakan hal
baru yang terkadang konsepnya pun belum begitu kokoh sehingga dapat dengan
mudah disalah gunakan.
PR
besar kita dalah menyempurnakan kembali konsep dan praktiknya karena ia adalah
‘produk baru’ dimanasaat ini penerbitannya masih berdasarkan ketentuan umum
obligasi (non syariah).[12]
I.
Perbedaan
Obligasi Syariah dan Obligasi Konvensional
Adapun perbendaan
antara obligasi syariat dengan obligasi konvensional antara lain yaitu:[13]
Dari
sisi orientasi, obligasi konvensional hanya memperhitungkan keuntungannya
semata. Tidak demikian pd obligasi syariah, disamping memperhatikan keuntungan,
obligasi syariah harus memperhatikan pula sisi halal-haram, artinya setiap
investasi yg diharamkan dalam obligasi pd produk-produk yg sesuai dgn prinsip
syariah.
Obligasi
konvensional, keuntungannya di dpt dari besaran bunga yg ditetapkan, sedangkan
obligasi syariah keuntungan akan diterima dari besarnya margin/fee yg
ditetapkan ataupun dgn sistem bagi hasil yg didasakan atas aset &
prooduksi.
Obligasi
syariah disetiap transaksinya ditetapkan berdasarkan akad. Diantaranya adl akad
mudharabah, musyarakah, murabahah, salam, istisna,dan ijarah. Dana yg dihimpun
tdk dpt diinvestasikan kepasar uang & atau spekulasi di lantai bursa.
Sedangkan utk obligasi konvensional tdk terdapat akad disetiap transaksinya.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Æ Pada
prinsipnya sukuk mirip seperti obligasi konvensional dengan perbedaan pokok
antara lain berupa penggunaan konsep imbalan dan bagi hasil sebagai pengganti
bunga, adanya suatu transaksi pendukung (underlying transaction) berupa
sejumlah tertentu asset yang menjadi dasar penerbitan sukuk dan adanya akad
atau perjanjian antara para pihak yang disusun berdasarkan prinsip-prinsip
syariah. Selain itu, sukuk juga harus distruktur secara syariah agar instrument
keuangan ini aman dan terbebas dari riba, gharar dan maysir.
Æ Salah
satu perbedaan yang sangat menonjol antara obligasi konvensional dengan
obligasi syariah adalah sistem pengawasannya. Dalam obligasi syariah selain
diawasi oleh wali amanat juga diawasi oleh Dewan Syariah Nasional (DSN).
Æ Untuk
menerbitkan obligasi syariah, beberapa persyaratan harus dipenuhi, yakni
aktivitas utama (core business) haruslah usaha yang halal, dan tidak
bertentangan dengan substansi fatwa DSN. Adapun tentang penerbitan obligasi
yang sesuai dengan prinsip Islam harus sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah (DSN)
Nomor 32/DSN-MUI/IX/2002.
Æ Dari
sisi orientasi, obligasi konvensional hanya memperhitungkan keuntungannya
semata. Tidak demikian pd obligasi syariah, disamping memperhatikan keuntungan,
obligasi syariah harus memperhatikan pula sisi halal-haram, artinya setiap
investasi yg diharamkan dalam obligasi pd produk-produk yg sesuai dgn prinsip
syariah.
DAFTAR
PUSTAKA
Aziz
Budi Setiawan. Obligasi (suukok) Syariah: Alternatif pendanaan Korporasi. IEI
https://www.mozaikislam.com/206/perbedaan-obligasi-syariah-dan-obligasi-konvensional.htm
Hulwati. Ekonomi Islam (teori dan
praktikum perdagangan obligasi syariah di pasarmodal Indonesia dan Malaysia).
Jakarta : ciputat press group; 2006.
Jalil Mariam Jamilah Abdul dan Zuriah
Abdul Rahman.Sukuk investment Comparison of the profit obtained by using Ijarah
and Musharakah Muthanaqisah principles with long-term tenure vol.4 no 2/.
Malaysia: Emeral Group Publishing Limited. 2012.
MananAbdul.Hukum Ekonomi Syariah (dalam
persfektik kewenangan peradilan agama. Jakarta : kencana prenada media grup.
2012
Prututor
pendidikan investasi dua bulanan.2010.
[1]
Abdul manan, Hukum Ekonomi Syariah (dalam persfektik kewenangan peradilan
agama, (Jakarta ; kencana prenada media grup;2012), hal 325.
[2]
Ibid, hal 332.
[3]
Prututor pendidikan investasi dua bulanan.2010 diunduh dari prudential.co.id
diakses pada 19 Maret 2014
[4]
Jakarta Stock Exchange, peraturan go public, dalam Hulwati, Ekonomi Islam
(teori dan praktikum perdagangan obligasi syariah di pasarmodal Indonesia dan
Malaysia (Jakarta : ciputat press group; 2006), hal171
[5]
Hulwati, Ekonomi Islam (teori dan praktikum perdagangan obligasi syariah di
pasarmodal Indonesia dan Malaysia (Jakarta : ciputat press group; 2006), hal
173.
[6]
Bursa efek Surabaya, proses perdagangan dan penyelesaian obligasi, dalam
Hulwati, Ekonomi Islam (teori dan praktikum perdagangan obligasi syariah di
pasarmodal Indonesia dan Malaysia (Jakarta : ciputat press group; 2006), hal174
[7]
http://www.sjdih.depkeu.go.id/fullText/2011/3TAHUN2011UUPENJEL.htm diakses pada
Rabu, 19 Maret 2014 jam 12.22
[8]
Hulwati. Op. cit hal 298-299
[9]
http://www.academia.edu/5166686/Sanadat_Al-Muqaradah_Sukuk_Bond_Obligasi_Indonesian_
hal 5 diakses pada 19 Maret 2014 pukul 15.06
[10]
Abdul manan. Op. Cit h 334-335
[11]
Hulwati. Op. cit hal 306
[12]
Aziz Budi Setiawan. Obligasi (suukok) Syariah: Alternatif pendanaan Korporasi.
IEI diunduh dari iei.or.id pada 21 Maret 2014 pukul 16.55
[13]
https://www.mozaikislam.com/206/perbedaan-obligasi-syariah-dan-obligasi-konvensional.htm
0 Response to "OBLIGASI SYARIAH, KONVENSIONAL ; MAKALAH"
Post a Comment