KEUANGAN DAERAH: PERTEMUAN KETIGA
Pengeluaran
pemerintah atau belanja pemerintah meliputi semua konsumsi pemerintah,
investasi dan pembayaran transfer yang dibuat oleh negara. Barang dan jasa
untuk digunakan saat ini untuk secara langsung memenuhi kebutuhan individu atau
kolektif anggota masyarakat digolongkan sebagai pengeluaran akhir konsumsi
pemerintah. Barang dan jasa dimaksudkan untuk menciptakan manfaat masa depan,
seperti investasi infrastruktur atau belanja penelitian, digolongkan sebagai
investasi pemerintah (pembentukan modal tetap bruto), yang biasanya merupakan
bagian terbesar dari pemerintah pembentukan modal bruto. Barang dan jasa
dilakukan melalui produksi sendiri oleh pemerintah (menggunakan tenaga kerja
pemerintah, aset tetap dan barang yang dibeli dan jasa untuk konsumsi
intermediate) atau melalui pembelian barang dan jasa dari produsen pasar.
John
Maynard Keynes adalah salah satu ekonom pertama untuk mendukung pemerintah
pengeluaran defisit sebagai bagian dari kebijakan fiskal respon terhadap
kontraksi ekonomi. Dalam ekonomi Keynesian, pengeluaran pemerintah yang
meningkat diperkirakan meningkatkan permintaan agregat dan meningkatkan
konsumsi, yang pada gilirannya menyebabkan peningkatan produksi. Ekonom
Keynesian berpendapat bahwa Great Depression berakhir dengan program-program
pengeluaran pemerintah seperti New Deal dan pengeluaran militer selama Perang
Dunia II. Menurut pandangan Keynesian, resesi berat atau depresi mungkin tidak
akan pernah berakhir jika pemerintah tidak campur tangan.
Ekonom
klasik dan ekonom Austria, di sisi lain percaya bahwa pengeluaran pemerintah
meningkat memperburuk suatu kontraksi ekonomi dengan menggeser sumber daya dari
sektor swasta, yang mereka anggap produktif, sektor publik, yang mereka anggap
tidak produktif. Menurut ekonom Austria, alasan Depresi Besar berlangsung
asalkan itu karena pengeluaran pemerintah signifikan dan peraturan pemerintah
ekonomi.
PENYABAB NAIKNYA PENGELUARAN PEMERINTAH
Pengeluaran
Pemerintah mutlak diperlukan didalam setiap bentuk atau system perekonomian yaitu tidak hanya untuk
menyediakan barang-barang publik, melainkan juga untuk mengalokasikan
barang-barang produks ataupun barang-barang konsumsi, memperbaiki distribusi
pendapatan, memelihara stabilitas nasional. Khusus bagi Negara berkembang kegiatan
pemerintah pada umumya selalu meningkat, karena pemerintah pada umumnya
bertindak sebagai peloper dan pengendali pembangunan.
Kegiatan
dan Pengeluaran Pemerintah Selalu Meningkat Semakin meningkatnya peranan
pemerintah dapat dilihat dari semakin besarnya pengeluaran pemerintah dalam
proporsinya terhadap penghasilan nasional. Artinya, semakin besar dan banyak
kegiatan pemerintah, maka semakin besar pula pengeluaran pemerintah yang
bersangkutan.
Teori
Adolf Wagner. Menyatakan bahwa pengeluaran pemerintah dan kegiatan pemerintah
semakin lama semakin meningkat. Tendensi ini oleh Wagner disebut dengan hukum
selalu meningkatnya peranan pemerintah. Inti teorinya yaitu makin meningkatnya
peran pemerintah dalam kegiatan dan kehidupan ekonomi masyarakat sebagai suatu
keseluruhan. Berkaitan dengan hukum Wagner, dapat dilihat beberapa penyebab
semakin meningkatnya pengeluaran pemerintah, yakni :
a. meningkatnya
fungsi pertahanan keamanan dan ketertiban,
b. meingkatnya fungsi kesejahteraan,
c. meningkatnyaa fungsi perbankan dan
d. meningkatnya fungsi pembangunan
EFESIENSI
DALAM PENGELUARAN PEMERINTAH
Dalam
konteks makro ekonomi, governmet expenditure (pengeluaran pemerintah)
merupakan salah satu variable pembentuk Produk Domestik Bruto (PDB) bersama
dengan konsumsi masyarakat, investasi swasta dan net ekspor. Secara teori,
kebijakan pengeluaran pemerintah ini merupakan bagian dari kebijakan fiskal
yang merupakan salah satu wujud intervensi pemerintah didalam perekonomian
untuk mengatasi kegagalan pasar (market failure).
Fungsi
- fungsi yang diemban pemerintah dapat dilakukan dengan kebijakan fiskal dengan
salah satu penekanannya melalui kebijakan pengeluaran/belanja pemerintah.
Kebijakan belanja pemerintah diyakini akan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi.
Didalam teori pertumbuhan endogen, pengeluaran pemerintah memiliki peran dalam
pertumbuhan ekonomi dengan asumsi implikasi pengeluaran pemerintah adalah untuk
kegiatan produktif misalnya belanja infrastruktur. Belanja yang bersifat
produktif dan bersentuhan langsung dengan kepentingan publik akan dapat
menstimulus perekonomian. Misalnya, pembangunan infrastruktur akan mendorong
investasi, dengan adanya investasi ekonomi akan berkembang dan menciptakan
lapangan kerja baru sehingga akan menyerap pengangguran dan memperkecil kemiskinan.
Atas dasar tersebut, dilakukan penelitian untuk mengetahui tingkat efisiensi
belanja negara terhadap pertumbuhan ekonomi, tingkat kemiskinan dan
pengangguran.
Penelitian
ini bermaksud untuk membuktikan secara empiris kontribusi belanja negara terhadap
laju pertumbuhan ekonomi, tingkat kemiskinan dan pengangguran. Sementara itu,
penelitian ini memiliki tujuan untuk menyusun model efisiensi belanja negara
terhadap pertumbuhan ekonomim tingkat kemiskinan dan pengangguran.
Metodologi
yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan pendekatan kuantitatif dengan
menghubungkan beberapa variable operasional seperti pertumbuhan ekonomi, jumlah
pengangguran, tingkat kemiskinan, total belanja negara, belanja barang, belanja
modal, subsidi, bantuan sosial dan dana transfer. Metode analisis yang
digunakan adalah metode analisis lajur (path analysis) dengan tujuan
mengestimasi tingkat kepentingan (magnitude) dan tingkat signifikansi
(significance) hubungan sebab akibat hipotetikal dalam seperangkat variable.
Output
dari penelitian ini merupakan model yang menunjukan tingkat efisiensi belanja
negara terhadap pertumbuhan ekonomi, jumlah pengangguran dan tingkat
kemiskinan. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan dalam model tersebut,
terdapat relevansi atau hubungan antara tingkat belanja negara dengan
pertumbuhan ekonomi, jumlah pengangguran dan tingkat kemiskinan.
Hubungan
belanja modal dan belanja barang terhadap tingkat kemiskinan adalah negative.
Hal ini berarti ketika belanja modal dan barang ditingkatkan, maka tingkat
kemiskinan secara moderat mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan kenaikan
alokasi belanja barang dan modal akan menaikkan produktifitas dan daya beli
masyarakat yang pada akhirnya akan mengurangi tingkat kemiskinan. Sementara
itu, hubungan belanja subsidi dengan kemiskinan adalah fluktuatif, artinya pada
tahun-tahun tertentu, kenaikan belanja subsidi mampu mengurangi tingkat
kemiskinan dan pada tahun - tahun yang lain tidak mampu mengurangi kemiskinan.
Hubungan belanja barang dan belanja modal terhadap pertumbuhan ekonomi positif.
Artinya, ketika belanja barang dan modal dinaikkan maka pertumbuhan ekonomi
secara moderat juga mengalami peningkatan.
Berdasarkan
analisis model tersebut, beberapa rekomendasi yang dapat diambil antara lain,
pertumbuhan ekonomi berpeluang didorong melalui Total Belanja Negara dengan
fokus pada komponen belanja barang, belanja modal, belanja subsidi, dan belanja
transfer berdasarkan hasil anlisis path dengan struktur path tidak langsung.
Sementara itu ketika komponen belanja lainnya konstan, dan negara memiliki
ketersediaan anggaran bertambah, ketika terdapat rencana mendorong pertumbuhan
ekonomi maka dapat meningkatkan belanja barang dan subsidi.
Ketika
terdapat pengurangan tingkat pengangguran terbuka, maka perlu pencermatan yang
mendalam atas penyusunan anggaran subsidi dan dana transfer. Pengurangan
tingkat kemiskinan dapat didorong melalui komponen belanja modal, belanja
barang, dan belanja dana transfer. Hasil analisis path memberikan gambarang
pentingnya evaluasi yang mendalam atas pelaksanaan aktivitas dengan anggaran
yang tersedia untuk mencermati tingkat efisiensi belanja negara yang
dilakukan.
KEBIJAKAN SUBSIDI
Subsidi (juga
disebut subvensi) adalah bentuk bantuan keuangan yang dibayarkan kepada
suatu bisnis atau sektor ekonomi. Sebagian subsidi diberikan oleh pemerintah
kepada produsen atau distributor dalam suatu industri untuk
mencegah kejatuhan industri tersebut.
Subsidi
dapat juga dianggap sebagai suatu bentuk proteksionisme atau penghalang
perdagangan dengan memproduksi barang dan jasa domestik yang kompetitif
terhadap barang dan jasa impor. Subsidi dapat mengganggu pasar dan memakan
biaya ekonomi yang besar. Bantuan keuangan dalam bentuk subsidi bisa datang
dari suatu pemerintahan, namun istilah subsidi juga bisa mengarah
pada bantuan yang diberikan oleh pihak lain, seperti perorangan atau lembaga
non-pemerintah.
Pada
dasarnya subsidi ada untuk membantu masyarakat yang tidak mampu, namun
kebijakan subsidi ini tidak berjalan mulus sehingga subsidi tidak hanya di
nikmati oleh mesyarakat yang tidak mampu, tapi juga di nikmati oleh mereka dari
kalangan menengah ke atas, seingga pemerintah harus mengeuarkan dana yang besar
untuk program subsidi.
Meskipun
subsidi ini membantu banyak masyarakat lemah, tapi Presiden Indonesia,
Jokowidodo ingin menurunkan jumblah subsidi, khususnya BBM. Jokowi menegaskan,
angka subsidi BBM yang mencapai Rp 363,53 triliun terlalu membebani rancangan
anggaran pendapatan dan belanja (RAPBN) untuk tahun 2015. Namun dalam sebuah
artikel di nyatakan bahwa subsidi adalah uji nyali pemerintah dalam
menanganinya, memang tidaklah mudah untuk membantu masyarakat miskin, tapi itu
merupakan kewajiban pemerintah.
KLASIFIKASI PENGELUARAN PEMERINTAH
Pasal 11 Undang-undang Nomor 17 tahun 2003
tentang Keuangan Negara menetapkan klasifikasi jenis belanja negara terdiri
dari Belanja Pegawai, Belanja Barang, Belanja Modal, Bunga, Subsidi, Hibah,
Bantuan Sosial, Belanja Iain-Iain dan Belanja Daerah.
Adapun penjelasan dari macam-macam pengeluaran
pemerintah adalah :
1. Belanja
Pegawai
Pengeluaran
yang merupakan kompensasi terhadap pegawai baik dalam bentuk uang atau barang,
yang harus dibayarkan kepada pegawai pemerintah di dalam maupun di luar negeri
baik kepada pejabat negara, Pegawai Negeri Sipil dan pegawai yang dipekerjakan
oleh pemerintah yang belum berstatus PNS sebagai imbalan atas pekerjaan yang
telah dilaksanakan, kecuali pekerjaan yang berkaitan dengan pembentukan modal.
2. Belanja
Barang
Pengeluaran untuk menampung pembelian barang dan
jasa yang habis pakai untuk memproduksi barang dan jasa yang dipasarkan maupun
yang tidak dipasarkan serta pengadaan barang yang dimaksudkan untuk diserahkan
atau dijual kepada masyarakat dan belanja perjalanan. Belanja ini terdiri dari
belanja barang dan jasa, belanja pemeliharaan dan belanja perjalanan dinas.
3. Belanja
Modal
Pengeluaran anggaran yang digunakan, dalam rangka
memperoleh atau menambah aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih
dari satu periode akuntansi serta melebihi batasan minimal kapitalisasi aset
tetap atau aset lainnya yang ditetapkan pemerintah. Aset Tetap tersebut
dipergunakan untuk operasional kegiatan sehari-hari suatu satuan kerja bukan
untuk dijual.
4. Pembayaran
Bunga Utang
Pengeluaran pemerintah untuk pembayaran bunga
(interest) yang dilakukan atas kewajiban penggunaan pokok utang (principal
outstanding) baik utang dalam maupun luar negeri yang dihitung berdasarkan
posisi pinjaman jangka pendek atau jangka panjang. Jenis belanja ini khusus
digunakan dalam kegiatan dari Bagian Anggaran Pembiayaan dan Perhitungan.
5. Subsidi
Pengeluaran atau alokasi anggaran yang diberikan
pemerintah kepada perusahaan negara, lembaga pemerintah atau pihak ketiga
lainnya yang memproduksi, menjual, mengekspor atau mengimpor barang dan jasa
untuk memenuhi hajat hidup orang banyak agar harga jualnya dapat dijangkau
masyarkat. Belanja ini antara lain digunakan untuk penyaluran subsidi kepada
masyarakat melalui BUMN/BUMD dan pemsahaan swasta.
6. Hibah
Pengeluaranpemerintah berupa transfer dalam
bentuk uang, barang atau jasa, bersifat tidak wajib yang secara spesifik telah
ditetapkan peruntukannya dan tidak mengikat serta tidak terus menerus kepada
pemerintahan negara lain, pemerintah daerah, masyarakat dan organisasi
kemayarakatan serta organisasi intemasional.
7. Bantuan
Social
Transfer uang atau barang yang diberikan kepada
masyarakat guna melindungi dari kemungkinan terjadinya resiko sosial. Bantuan
sosial dapat langsung diberikan kepada anggota masyarakat dan/atau lembaga
kemasyarakatan termasuk didalamnya bantuan untuk lembaga non pemerintah bidang
pendidikan dan keagamaan. Pengeluaran ini dalam bentuk uang/ barang atau jasa
kepada masyarakat yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat,
bersifat tidak terus menerus dan selektif.
8. Belanja
Lain-Lain
Pengeluaran/belanja pemerintah pusat yang sifat
pengeluarannya tidak dapat diklasifikasikan ke dalam pos-pos pengeluaran
diatas.Pengeluaran ini bersifat tidak biasa dan tidak diharapkan berulang
seperti penanggulangan bencana alam, bencana sosial dan pengeluaran tidak terduga
lainnya yang sangat diperlukan dalam rangka penyelenggaraan kewenangan
pemerintah.
9. Belanja
Daerah (transfer ke daerah)
Bagian belanja
pemerintah pusat berupa pembagian dana APBN kepada pemerintah daerah dalam
rangka pelaksanaan otonomi daerah yang besarnya berdasarkan
perhitungan-perhitungan berdasarkan kriteria-kriteria yang ditetapkan dengan
Undang-undang dan peraturan-peraturan. Belanja daerah terbagi atas dua kelompok
besar yaitu dana perimbangan merupakan Pengeluaran/alokasi anggaran
untuk pemerintah daerah berupa dana bagi hasil, dana alokasi umum dan dana
alokasi khusus yang ditujukan untuk keperluan pemerintah daerah, dan Dana
Otonomi Khusus dan Penyesuaian, merupakan Pengeluaran/alokasi
anggaran untuk pemerintah daerah berupa dana otonomi khusus dan dana
penyesuaian yang ditujukan untuk keperluan pemerintah daerah.
Mekanisme belanja
pemerintah pusat diatur dan ditetapkan oleh Kementerian Keuangan, sedangkan
belanja daerah mengikuti mekanisme yang ditetapkan oleh masing-masing
pemerintah daerah.
0 Response to "KEUANGAN DAERAH: PERTEMUAN KETIGA"
Post a Comment