REINVENTING GOVERMENT & 10 PRINSIPNYA
REINVENTING GOVERMENT
Konsep reinventing
government pada dasarnya
merupakan representasi dari paradigma New Public Management dimana
dalam New Public Management (NPM), negara dilihat sebagai
perusahaan jasa modern yang kadang-kadang bersaing dengan pihak swasta, tapi di
lain pihak dalam bidang-bidang tertentu memonopoli layanan jasa, namun tetap
dengan kewajiban memberikan layanan dan kualitas yang maksimal. Segala hal yang
tidak bermanfaat bagi masyarakat dianggap sebagai pemborosan dalam paradigm New
Public Management (NPM).
Warga pun tidak dilihat sebagai abdi lagi,
tetapi sebagai pelanggan layanan publik yang karena pajak yang dibayarkan
memiliki hak atas layanan dalam jumlah tertentu dan kualitas tertentu pula.
Prinsip dalam New Public Management (NPM) berbunyi, “dekat
dengan warga, memiliki mentalitas melayani, dan luwes serta inovatif dalam
memberikan layanan jasa kepada warga”
Konsep reinventing
government, apabila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia konsep ini berarti
menginventarisasikan lagi kegiatan pemerintah. Pada awalnya, gerakan reinventing
government diilhami oleh beban pembiayaan birokrasi yang besar, namun
dengan kinerja aparatur birokrasi yang rendah. Pressure dari
publik sebagai pembayar pajak mendesak pemerintah untuk mengefisiensikan
anggarannya dan meningkatkan kinerjanya. Pengoperasian fungsi pelayanan publik
yang tidak dapat diefisiensikan lagi dan telah membebani keuangan Negara
diminta untuk dikerjakan oleh sektor non-pemerintah. Dengan demikian, maka akan
terjadi proses pereduksian peran dan fungsi pemerintah yang semula memonopoli
semua bidang pelayanan publik, kini menjadi berbagi dengan pihak swasta, yang
semula merupakan “big government” ingin dijadikan “small government”
yang efektif, efisien, responsive, dan accountable terhadap
kepentingan publik.
Proses inventarisasi dan reduksi
pemerintah paling tidak dilakukan melalui dua cara. Pertama, melalui
perbaikan menajemen pemerintahan dari gaya birokratis ke gaya entrepreuner yang
umumnya diterapkan di sektor bisnis. Perspektif ini mereformasi pendekatan
manajemen pelayanan publik di Indonesia yang sebelumnya menggunakan
pendekatan birokratis. Teknik-teknik manajemen yang biasa digunakan disektor
bisnis telah digunakan disektor pemerintahan, seperti penyusunan Renstra dan
pengukuran kinerja untuk pemerintahan lokal dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)
yang tertuang dalam AKiP (Akuntabilitas Kinerja Pemerintah). Inefisiensi
unsur-unsur sektor pemerintah seperti Departemen, Badan Usaha Milik Negara
(BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan lain-lain, menyebabkan pendekatan
ini mendapatkan tempat, apalagi didukung realita anggaran pemerintah yang
mengalami defisit dan keharusan membayar hutang luar negeri (Wijaya, 2006:152).
Cara yang kedua yakni
dengan mentransfer beberapa fungsi-fungsi pelayanan publik ke sektor
non-pemerintah, seperti penggunaan manajemen kontrak, privatisasi, dan membuka
alternatif-alternatif pelayanan sehingga masyarakat memiliki banyak pilihan.
Tapi dalam melakukan privatisasi harus terlebih dahulu melalui kajian yang
mendalam dan penuh kehati-hatian (prudential measures).
Ada sepuluh
prinsip reinventing government yang diungkapkan oleh Osborne dan Gaebler (1996 :29-343), yaitu:
1.
Pemerintahan
katalis;
fokus pada pemberian pengarahan, bukan produksi pelayanan publik. Pemerintah
harus menyediakan beragam pelayanan publik, tetapi tidak harus terlibat secara
langsung dengan proses produksinya. Sebaiknya pemerintah memfokuskan diri pada
pemberian arahan, sedangkan produksi pelayanan publik diserahkan pada pihak
swasta dan/atau sektor ketiga (lembaga swadaya masyarakat dan non profit
lainnya).
2.
Pemerintahan milik masyarakat; memberdayakan masyarakat
daripada melayani. Pemerintah sebaiknya memberikan wewenang kepada masyarakat
sehingga mereka mampu menjadi masyarakat yang dapat menolong dirinya sendirinya
(self-help community).
3.
Pemerintah yang kompetitif; menyuntikkan semangat
kompetisi dalam pemberian pelayanan publik. Kompetisi adalah satu-satunya cara
untuk menghemat biaya sekaligus meningkatkan kualitas pelayanan. Dengan
kompetisi, banyak pelayanan publik yang dapat ditingkatkan kualitasnya tanpa
harus memperbesar biaya.
4.
Pemerintah
yang digerakkan oleh misi; mengubah
organisasi yang digerakkan oleh peraturan menjadi organisasi yang digerakkan
oleh misi. Apa yang dapat dan tidak dapat dilaksanakan oleh pemerintah diatur
dalam mandatnya. Namun tujuan pemerintah bukanlah mandatnya tetapi misinya.
5.
Pemerintah
yang berorientasi hasil; membiayai
hasil bukan masukan. Pada pemerintah tradisional, besarnya alokasi anggaran
pada suatu unit kerja ditentukan oleh kompleksitas masalah yang dihadapi.
Semakin kompleks masalah yang dihadapi, semakin besar pula dana yang
dialokasikan. Kebijakan seperti ini kelihatannya logis dan adil, tapi yang
terjadi adalah unit kerja tidak punya insentif untuk memperbaiki kinerjanya.
Justru, mereka memiliki peluang baru, semakin lama permasalahan dapat
dipecahkan, semakin banyak dana yang dapat diperoleh. Pemerintah wirausaha
berusaha mengubah bentuk penghargaan dan insentif itu, yaitu membiayai hasil
dan bukan masukan. Pemerintah wirausaha akan mengembangkan suatu standar
kinerja yang mengukur seberapa baik suatu unit kerja mampu memecahkan
permasalahan yang menjadi tanggung jawabnya. Semakin baik kinerjanya semakin
banyak pula dana yang akan dialokasikan untuk mengganti semua dana yang telah
dikeluarkan oleh unit kerja tersebut.
6.
Pemerintah
berorientasi pada pelanggan; memenuhi kebutuhan pelanggan, bukan birokrasi.
Pemerintah tradisional seringkali salah dalam mengidentifikasikan pelanggannya.
Mereka akan memenuhi semua kebutuhan dan keinginan birokrasi, sedangkan kepada
masyarakat seringkali menjadi arogan. Pemerintah wirausaha tidak akan seperti
itu. Ia akan mengidentifikasikan pelanggan yang sesungguhnya. Dengan cara
seperti ini, tidak berarti bahwa pemerintah tidak bertanggung jawab pada dewan
legislatif; tetapi sebaliknya, ia menciptakan sistem pertanggungjawaban ganda :
kepada legislatif dan masyarakat. Dengan cara seperti ini, pemerintah tidak
akan arogan tetapi secara terus menerus akan berupaya untuk lebih memuaskan
masyarakat.
7.
Pemerintahan
wirausaha; mampu
menciptakan pendapatan dan tidak sekedar membelanjakan. Pemerintah tradisional
cenderung tidak berbicara tentang upaya menghasilkan pendapatan dari
aktivitasnya. Padahal, banyak yang bisa dilakukan untuk menghasilkan pendapatan
dari proses penyediaan pelayanan publik. Pemerintah wirausaha dapat
mengembangkan beberapa pusat pendapatan, seperti : BPS dan Bappeda yang dapat
menjual informasi tentang daerahnya kepada pusat-pusat penelitian, pemberian
hak guna usaha kepada pengusaha dan masyarakat, penyertaan modal, dan lain-lain.
8.
Pemerintah
antisipatif; berupaya
mencegah daripada mengobati. Pemerintah tradisional yang birokratis memusatkan
diri pada produksi pelayanan publik untuk memecahkan masalah publik, serta
cenderung bersifat reaktif. Pemerintah wirausaha tidak reaktif tetapi proaktif.
Ia tidak hanya mencoba untuk mencegah masalah, tetapi juga berupaya keras untuk
mengantisipasi masa depan. Ia menggunakan perencanaan strategis untuk
menciptakan visi.
9. Pemerintah
desentralisasi; dari
hierarki menuju partisipatif dan tim kerja. lima puluh tahun yang lalu,
pemerintahan yang sentralistis dan hierarkis sangat diperlukan. Pengambilan
keputusan harus berasal dari pusat, mengikuti rantai komando hingga sampai pada
staf yang paling berhubungan dengan masyarakat dan bisnis. Pada masa itu,
sistem tersebut sangat cocok, karena teknologi informasi masih sangat primitif,
komunikasi antar lokasi masih lamban, dan aparatur pemerintah masih sangat
membutuhkan petunjuk langsung. Tetapi pada saat sekarang, keadaan sudah
berubah, perkembangan teknologi sudah sangat maju dan keinginan masyarakat
sudah semakin kompleks, sehingga pengambilan keputusan harus digeser ke tangan
masyarakat, asosiasi-asosiasi, pelanggan, dan lembaga swadaya masyarakat.
10. Pemerintah
berorientasi pada mekanisme pasar; mengadakan perubahan dengan mekanisme pasar (sistem
insentif ) dan bukan dengan mekanisme administratif (sistem prosedur dan
pemaksaan). Manajemen pemerintahan yang mengimplementasikan pemikiran New
Public Management ini sangat berorientasi pada jiwa dan semangat kewirausahaan,
maka manajemen publik baru di tubuh pemerintah dapat disebut sebagai Manajemen
Kewirausahaan. Di dalam doktrin Reinventing Government, pemerintah dianjurkan
untuk meninggalkan paradigma administrasi tradisional yang cenderung mengutamakan
sistem dan prosedur, dan menggantikannya dengan orientasi pada kinerja atau
hasil kerja.
0 Response to "REINVENTING GOVERMENT & 10 PRINSIPNYA"
Post a Comment