SAHAJA CINTA DAN NAFSU
Berbicara tentang
cinta, setiap orang pasti memiliki cinta, namun sadisnya cinta banyak di
artikan sebagai nafsu, atau tepatnya cinta di jadikan sebagai tempat
pelampiasan hawa nafsu. Hal ini karena pola pikir yang salah, yang merusak arti
kesucian cinta yang sebenarnya.
Sebenarnya cinta
itu adalah keindahan, boleh jadi karena cinta maka semua menjadi indah, boleh
juga karena indah segalanya menjadi cinta. Misalnya jika kita mencintai
seseorang, maka apanya saja menjadi indah, jalannya terlihat indah, suaranya
terdengar begitu indah, meski kenyataan cemprengnya bukan main. Bisa juga
karena indahnya, cantiknya, merdu suaranya, maka kita akan cinta padanya. Inilah
cinta yang memili banyak definisi menurut para pencinta yang intinya cinta
adalah lima huruf yang karenanya persoalan tak pernah selesai-selesai. Cinta itu
butuh pengorbanan, begitula ucap pujangga, namun selayaknya berkorbanlah untuk
hal-hal yang positif, karena dengan demikian kita akan menikmati sisi kesucian
cinta yang sesungguhnya.
Seorang pujangga
dari negeri padang pasir pernah berkata “Al muhabbatul Ulaa la tunsa fi ha”
artinya cinta yang pertama tidak pernah terlupakan. Dalam artian kata ini,
bukan mereka yang pertama menjadi pacar kita, bukan itu cinta pertama, tapi
cinta pertama adalah sebagaimana kecintaan Nabi Muhammad kepada Khadijah yang
alasannya semata-mata karena Allah. Bukan karena kecantikan khadijah, bukan
karena hartanya, tapi karena kedermawaannya yang rela menyumbangkan hartanya
untuk jihat di jalan Allah, bahkan dalam satu riwayat di ceritakan bahwa
khadijah pernah berkata, jika hartaku telah habis, maka bawalah tubuhku,
jadikan ia titi kala tentara Islam ingin menyeberangi seumpama sungai atau
kali. Begitulah kedermawaan khadijah di jalan kebaikan, karena itulah khadijah
menjadi cinta pertama rasul yang tak terlupakan. Bahkan dalam sirah nabawiyah
di kisahkan bahwa suatu waktu rasul tertidur di pangkuan Aisyah, istri muda
yang cantik jelita, sehingga di lakapkan dengan Humaira (kemerah-merahan), kala
sedang dalam tidur, rasul memanggil nama khadijah, sedangkan rasul tidur di
pangkuan aisyah, kala rasul terbangun, rasul melihat muka aisyah yang merah
api, lalu rasul bertanya “kenapa gerangan engkau wahai istriku, lalu aisyah pun
bercerita tentang hal demikian. Dengan lembut rasul mengisahkan bagaimana
kedermawaan khadijah di jalan Allah, aisyah pun dapat mengerti dengan
penjelasan rasul. Inilah kisah cinta pertama yang sebenarnya, cinta yang
semata-mata kerana Allah S.W.T.
Sedangkan nafsu
adalah suatu hal yang dapat mengotori cinta, cinta itu bukan nafsu, nafsu juga
bukan cinta, tapi pada hakikatnya nafsu di bagi kepada 6 dimensi, yang pertama
Nafsu Ammarah, yaitu nafsu yang rendah dan jahat, dia berani melakukan
kejahatan serta sukar mengambil ikhtibar. Ke dua Nafsu Lauwamah, yaitu
nafsuh yang telah sadar tapi masih lemah, sering terpengaruh dengan dorongan
nafsu jahat. Ke tiga Nafsu Mulhamah, ialah nafsu yang kedudukannya tidak
tetap, tidak konsisten, ia berada di antara nafsu mutmainnah dan nafsu
lauwamah. Ke empat Nafsu Mutmainnah, nafsu jinak dan tunduk dengan
maksud nafsu yang tenang, ke lima Nafsu Radhiah, yaitu nafsu yang
menerima dengan rela apa saja ketetapan dari Allah tentang hokum hakan dan
syariah, dan yang terakhir adalah Nafsu Mardhiah, nafsu yang
kedudukannya ridha meridhai, Allah redha kepada mereka dan mereka redha kepada
Allah. Inilah enam dimensi nafsu dalam konsep islam.
Maka dari itu
sinkronkan cinta dengan nafsu agar nilai positif dapat lahir, sehingga kita
tidak terjebak dalam kelamnya kesesatan cinta, agar kita tidak berkorban akan
hal-hal yang konyol, sebagaimana kisah cinta burung pipit di masa kerajaan
nabiyullah Sulaiman.
Baca kisah cinta
burung pipit >>> di sini
0 Response to "SAHAJA CINTA DAN NAFSU"
Post a Comment