PEUT (4) BOEH HUKOEM WAJEB DI ACEH, KURENG NGEN LEUBEH LAEN PIH BEUNA
Ungkapan di atas merupakan ungkapan
yang telah masyhur di kalangan para tertua di Aceh dulunya, meskipun demikian
ungkapan ini merupakan satu ungkapan baik yang harus di ingan oleh generasi
aceh sebelumnya, sebeb ini merupakan “keneubah indatu” (pertinggalan nenek
moyang). Adapun ungkapan di atas artinya “empat hukum yang di wajibkan belajar
untuk rakyat aceh, namun hukum selain itu di haruskan untuk mengetahuinya juga.
Adapun empat (4) hukum yang di
wajibkan di aceh, sebagaimana “indatu” telah merangkainya dalam satu
syair/bait/pepatah :
Ø Menyoe
hana ilme Tauhid, salah ta married jet ke kafe.
Ø Menyoe
hana ilme Fiqah, roeh yang salah buet the jahe.
Ø Menyoe
hana ilme Tasawoef, roeh ta pajoeh bangke-bangke.
Ø Menyoe
hana ilme Mante’k, ek-ek roeh ta toeh lam tika.
Artinya
:
Ilmu
Tauhid adalah ilmu dasar yang harus kita ketahui, sebab jika kita tidak paham
ilmu tauhid, maka jika salah dalam berbicara, salah dalam beri’tikad, itu dapat
mengkafirkan diri kita sendiri. Itu sebabnya pula saat seorang manusia lahir,
kalimat yang pertama sekali di perkenalkan kepadanya yaitu kalimat Tauhid (Di
Azankan). Begitu juga pentingnya ilmu fiqah, yang didalamnya berisi tentang
hukum-hukum, mulai dari hukum & tata cara bersuci, shalat, puasa, zakat,
haji, dan juga lain sebagainya, dan jika kita tidak belajar ilmu fiqah, maka
salah dalam perbuatan maka kita di golongkan dalam orang-orang jahil. Adapun ilmu
tasawuf, maka itu di ibaratkan sebagai pagar, dimana ilmu itu akan menjaga kita
dari perbuatan keji, terutama sekali perkara hubungan kita sesama makhluk
ciptaan Allah S.W.T. sedangkan ilmu manti’k adalah ilmu tentang tata bicara atau
bercakap-cakap, bagaimana cara berbicara keras namun lembut, berbicara tanpa
melukai hati sesama makhluk. Manti’k sendiri berasal dari kata “Munatakah” yang
masdarnya “Natkul” yang artinya bercakap-cakap.
Itulah empat (4) hukum yang di
wariskan oleh “Indatu” aceh terdahulu yang wajib di pelajari oleh generasi aceh
selamnya, maka dari itu pula petuha aceh dalam desa di sebut “Tuha Peut”,
meskipun “Tuha Peut” (petua yang 4) tidak berjumblah 4 orang, melaikan “Tuha
Peut” ini jumblahnya tergantung lebar/luasnya suatu desa, meskipun jumblahnya
ada yang 12, 18, ataupun 8 yang namun namanya tetap “Tuha Peut”. Dari ilmu yang
empat itulah di ambil sebutan untuk petua empat (Tuha Peuet).
Meskipun demikian, generasi manusia,
Aceh khususnya tidak berhenti belajar empat ilmu itu saja, tapi kita juga di
haruskan belajar ilmu-ilmu lainnya. Seperti Ilmu Bayan misalnya, dimana di
dalamnya terdapat pelajaran-pelajaran tentang “Majaz”, salah satu di antaranya
adalah “Majaz Nu’ksan” , majaz ini sebenarnya telah kita praktekkan dalam
kehidupan kita sehari-hari, namun kita tidak tau apa itu. Misalnya, seseorang
berkata pada kiata, “coba tanya di kamar sebelah, apa ada sapu di sana (missal),
dari kata itu kita di suruh bertanya pada kamar, apakah kamar bias berbicara
??? tidak, namun itulah praktik majaz nuksan, yaitu di hilangkan, maksudnya
bukan bertanya pada kamar, tapi pada penghuni kamar tersebut, itulah praktik
yang sering kita aplikasikan tapi banyak yang tidak tau kenapa bias begitu.
Maka belajarlah, belajar tidak
terhenti pada satu ilmu, satu tempat, satu guru, tapi banyak itu lebih benyak
pula pengetahuannya, dan jika ingin
mendapat ilmu yang luar biasa, maka musafirlah, sebab anak panah tidak
akan mengenai sasaran jika tidak meninggalkan bujurnya, singa tidak akan
mendapat mangsa tanpa meninggalkan sarangnya, msafirlah, musafir ilmu
pengetahuan.
Semoga
tulisan ringkas yang ambur radur ini dapat menjadi sedikit motivasi atau
pelajaran untuk kita senantiasa selalu dalam ilmu pengetahuan.
Wassalam
0 Response to "PEUT (4) BOEH HUKOEM WAJEB DI ACEH, KURENG NGEN LEUBEH LAEN PIH BEUNA"
Post a Comment