GORESAN KEGILAAN
Malam mengajarkan ketenangan saat mata
tertutup dan jiwa berangan, kala mimpi merobek batas imajinasi, menelusuri
tepi-tepi ketidakmungkinan yang remang-remang menjadi kenyataan, namun malam
ini ketenangan hilang saat mata tak ingin terpejam, pikiran pun berjalan tak
punya tujuan, memikirkan hal yang tak ada akhir, tak ada solusi, tak ada
penyelesaian. Melupakan sama dengan mengingat hal yang ingin di lupakan, namun
mengingat tak pernah terganti dengan hilang, sirna bahkan hanya menjadi makna
yang tak berarti sama sekali. Di dalam ribuan cobaan, ratusan masalah, hati dan
jiwa seakan terpisan, ada yang memikirkan cobaan yang tak pernah berakhir, ada
pula yang kembali mengingat dia yang tak pernah kembali hadir, bukan mati, tapi
pergi, atau mungkin pulang, sebab kenyamanan tak pernah di dapatkan dalam jiwa
ini.
Aku kembali rindu, rindu si mata biru,
sering bergamis ungu, dan berparas begitu lugu, seakan rasa itu tak pernah
layu, apalagi hilang tertutup debu, engkau pelangiku berwarna ungu, kembalilah
jika tak kau dapat apa yang kau cari di sana, sebab di sini aku ingin menjadi alasan
engkau kembali, sebab hati ini telah kujadikan rumah untukmu, pulanglah
kapanpun itu, dan jika saat engkau kembali rumah ini telah hancur, ataupun
pondasinya telah terganti, tersenyumlah, tapi jangan masuk lagi, bahagialah
sebab jauh sebelum ini terjadi, engkau masih terpatri di sini, di tempat yang
tak mungkin kau temukan lagi. Mungkin kamu adalah yang terindah yang pernah ada
di sini, namun aku tak ingin terkubur dalam keindahanku sendiri, atau terkubur
dalam keindahanmu, sebab kita masih saling merindu, kamu dengan kerinduanmu,
dan aku dengan kerinduanku yang tak pernah palsu.
Di malam yang terang ini, meski kau
mengartikannya gelap, aku hanya ingin menulis kegilaanmu, atau kegilaanku yang
sudah sekian lama aku sembunyikan, meski tidak semua yang kutulis adalah aku,
dan tidak semua yang engkau baca adalah kau. Terkadang aku menulis tentang
engkau, tapi engkau malah membaca itu sebagai aku, sepertinya kau tidak akan
pernah membaca tulisan yang benar-benar kutujukan untukmu dan mungkin aku tidak
benar-benar mengerti yang sedang kutuliskan ini, entah itu untukku atau malah
untukmu yang dulu, tapi aku yakin kita, aku dan kamu bukan seperti sepasang
sepatu yang mereka gambarkan untuk pencinta, tidak persis sama, tapi bisa
berjalan bersama, bahkan saat yang satu hilang yang satunya lagi tak berarti,
itu bukan kita, aku dan kamu. tapi kita, aku dan kamu itu sama, hanya saja
kita, aku dan kamu dalam raga yang berbeda, entah engkau yang bersemanyam di ragaku
atau aku yang terpatri dalam ragamu. Sebab kita tak pernah bersama atau mungkin
tidak akan pernah, tapi kita tetap tak dapat terpisahkan, sebab jiwa kita sama,
terkadang aku rindu, dan terkadang pula aku tau kau merindukanku. Kita, kau dan
aku sama-sama merindu. Hingga kau bahagia bersamanya dan akupun ikut bahagia,
atau aku yang duluan berbahagia, dan aku yakin kau akan senantiasa berbahagia
dengan kebahagiaanmu.
Sekarang aku mulai terengah-engah
dalam kegilaan, kegilaan yang aku menyadarinya sebagai kegilaan, mungkin saat
kau membaca goresan kegilaan ini kau tak akan pernah mengerti, meski kau bisa
memaknai, tapi aku yakin kau tak bisa menjabarkannya, sebab akupun tidak
mengerti apa yang ku tulis saat ini, kadang aku menulis tentang diriku, kadang
pula aku menulis tentang dirimu. Kadang aku menulis untukmu, tapi kau malah
menyangka itu untukku, kadang pula aku menulis untukku, tapi kau membaca
sebagai dirimu, kapan kau bisa menjadi aku, mengkin tak akan pernah, sebab kau
itu aku, dan aku adalah kau, mungkin yang dulu.
Terjemahkan jika kau bisa, dan jika
engkau benar-benar bisa, maka sadarlah kau sedang dalam kegilaan yang sama,
atau mungkin kegilaan ini yang membuat kita sama.
Terima kasih kegilaanku atau kegilaanmu.
Terima kasih goresan kegilaan, coretan yang bagai dalam tinta, hitam dan tak
dapat di baca.
0 Response to "GORESAN KEGILAAN"
Post a Comment