MAKALAH INTEGRASI ILMU DAN AGAMA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemikiran tentang integrasi atau Islamisasi ilmu pengetahuan
dewasa ini yang di lakukan oleh kalangan intelektual muslim, tidak lepas dari
kesadaran beragama. Secara totalitas ditengah ramainya dunia global yang sarat
dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan sebuah konsep bahwa umat
islam akan maju dapat menyusul orang-orang barat apabila mampu
mentransformasikan dan menyerap secara aktual terhadap ilmu pengetahuan dalam
rangka memahami wahyu, atau mampu memahami wahyu dalam mengembangkan ilmu
pengetahuan.
Proses Islamisasi ilmu pengetahuan
tidak lain adalah proses pengembalian atau pemurnian ilmu pengetahuan yang ada
kepada konsep yang hakiki yaitu tauhid, kesatuan makna kebenaran dan kesatuan
sumber. Dari ketiga proses inilah kemudian diturunkan aksiologi (tujuan),
epistemologi (metodologi), dan ontologi (obyek) ilmu pengetahuan.
Di pandang dari sisi aksiologis
(tujuan) ilmu dan teknologi harus memberi manfaat sebesar-besarnya bagi
kehidupan manusia. Artinya ilmu dan teknologi menjadi instrumen penting dalam
setiap proses pembangunan sebagai usaha untuk mewujudkan kemaslahatan hidup
manusia seluruhnya. Dengan demikian, ilmu pengetahuan dan teknologi haruslah
memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kehidupan manusia.
Untuk mencapai sasaran tersebut,
maka diperlukan suatu upaya mengintegrasikan ilmu-ilmu agama dengan ilmu-ilmu
umm, sehingga akan tercapailah kemajuan yang seimbang antara kemajuan di bidang
ilmu pengetahuan dan teknologi dengan
kemajuan dalam bidang ilmu agama, moral dan etika.
Sejalan dengan sasaran tersebut,
maka pembahasan dalam makalah ini diarahkan pada upaya mendeskripsikan bangunan
pohon ilmu-ilmu agama islam dan ilmu-ilmu umum secara utuh dan komprehensif
sambil mengupayakan integrasinya dngan menggunakan pendekatan normatif
teologis, historis dan filosofis.
1.2 Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas
maka rumusan masalah dalam pembahasan makalah ini adalah sebagai berikut:
·
Pengertian
Dan Model Integrasi Keilmuan
·
Pendekatan Islam Terhadap Dikotomi Ilmu
·
Latar Belakang Perlunya Integrasi
Ilmu-Ilmu Agama Islam dan Ilmu-Ilmu Umum
·
Paradigma Ilmu-Ilmu Agama Islam Dan
Ilmu-Ilmu Umum
·
Ilmu-ilmu Agama Islam
1.3 Tujuan
Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas
maka tujuan penulisan dalam pembahasan makalah ini adalah sebagai berikut:
·
Untuk Mengetahui Pengertian Dan Model Integrasi
Keilmuan
·
Untuk Mengetahui Pendekatan Islam Terhadap
Dikotomi Ilmu
·
Untuk Mengetahui
Latar
Belakang Perlunya Integrasi Ilmu-Ilmu Agama Islam dan Ilmu-Ilmu Umum
·
Untuk Mengetahui
Paradigma
Ilmu-Ilmu Agama Islam Dan Ilmu-Ilmu Umum
·
Untuk Mengetahui
Ilmu-ilmu
Agama Islam
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Dan Model Integrasi Keilmuan
Salah satu istilah yang paling
popular dipakai dalam konteks integrasi ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum
adalah kata “Islamisasi”. Menurut Echols dan Hasan Sadily, kata Islamisasi
berasal dari bahasa Inggris Islamization
yang berarti pengislaman. Makna yang lebih luas adalah menunjuk pada proses
pengislaman, dimana objeknya adalah orang atau manusia, bukan ilmu pengetahuan
maupun objek lainnya.
Dalam konteks Islamisasi, ilmu pengetahuan,
yang harus mengaitkan dirinya pada prinsip tauhid adalah pencari ilmunya, bukan
ilmu itu sendiri. Karena yang menentukan adalah manusia, manusialah yang
menghayati ilmu. Penghayatan para pencari ilmu itulah yang menentukan, apakah
ilmunya beroientasi pada nilai-nilai Islam ataukah tidak.
Lebih lanjut, Islamisasi ilmu
pengetahuan, menurut Faruqi, menghendaki adanya hubungan timbale balik antara
realitas dan aspek kewahyuan. Dalam konteks ini, untuk memahami nilai-nilai
kewahyuan, umat islam harus memanfaatkan ilmu pengetahuan. Karena realistasnya,
saat ini, ilmu pengethuanlah yang amat berperan dalam menentukan kemjuan umat
manusia.
Sejak abad kemunduran islam (abad
ke-12 M), karena para penguasa Muslim kurang memberikan penghargaan terhadap
ilmu pengethuan hingga akhir abad ke-16,
dimana mulai terputus hubungan antara Dunia Islam dengan aliran utama dalam
sains dan teknologi, umat Islam sangat
tertinggal jauh disbanding masyarakat Barat justru mulai bengkit dari
kegelapan pengetahuan setelah sekian lama
terbelenggu dalam indoktrinasi teologi Kristiani.
Selain masalah ketertinggalan dalam
penguasaan ilmu pengetahuan, hal terbesar yang dihadapi umat islam dewasa ini
adalah berkaitan dengan paradigm berfikir. Umat Islam masih berpikir secara
absurd. Bukan justru mengembangkan
wacana-wcana keimanan, kemanusiaan, dan pengetahuan. Ini jelas
menunjukan sebuah pola berpikir partikularistik dan ritualistik (Hidayat, 2000:
10).
Dari definisi Islamisasi pengetahuan
diatas, ada beberapa model Islamisasi pengetahuan yang bisa dikembangkan dalam
menatap era globlisasi, antara lain: model purifikasi, model moderenisasi
Islam, dan model neo-moderenisme.
Purifikasi bermakna pembersihan atau
penyucian ilmu pengetahuan agar sesuai dengan nilai dan norma Islam.
Model moderenisasi Islam ini
berangkat dari kepedulian terhadap keterbelakangan umat islam di dunia kini,
yang disebabkan oleh kepicikan berpikir, kebodohan, dan keterpurukan dalam
memahami ajaran agamanya, sehingga system pendidikan Islam dan ilmu pengetahuan
agama Islam tertinggal jauh dibelakang non-Muslim (Barat).
Sedangkan model neo-modernisme
berusaha memahami ajaran-ajaran dan nilai-nilai mendasar yang terkandung dalam
Al-Qur’an dan sunnah dengan mempertimbangkan khaznah intelektual Muslim klasik
serta mencermati kesulitan-kesulitan dan kemudahan-kemudahan yang ditawarkan
oleh dunia iptek.
Landasasan metodologis Islamisasi
pengetahuan model ini, menurut Saiful Muzani (1993) adalah sebagai
berikut:pertamporera, persoalan-persoalan kontemporer umat islam harus dicari
penjelasannya dari tradisi dan hasil ijtihad para ulama yang merupakan hasil
interpretasi terhadap Al-Quran. Kedua, bila dalam tradisi tidak ditemukan
jawaban yang sesuai dengan kondisi kontemporer, harus menelaah konteks
sosio-historis dari ayat-ayat Al-Quran yang menjadi landasan ijtihad para ulama
tersebut. ketiga, melalui telaah historis akan terungkap pesan moral Al-Quran.
Keempat, setelah itu baru menelaahnya dalam konteks umat Islam dewasa ini
dengan bantuan hasil-hasil studi yang cermat dari ilmu pengetahuan atas
persoalan yang bersifat eavaluatif dan legiminatif sehingga memberikan
pendasaran dan arahan moral terhadap persoalan yang ditanggulangi.
Dari berbagai pengertian dan model
Islamisasi pengetahuan diatas dapat disimpulkan bahwa Islamisasi dilakukan
dalam upaya membangun kembali semangat umat Islam dalam mengembangkan ilmu
pengetahuan melalui kebebasan penalaran intelektual dan kajian-kajian rasional
empirik dan filosofis dengan tetap merujuk kepada kandungan Al-Quran dan sunnah
Nabi, sehingga umat Islam akan bangkit dan maju menyusul ketertinggalannya dari
umat lain, khususnya Barat.
2.2 Pendekatan Islam Terhadap Dikotomi Ilmu
Berbeda dengan Barat, bagi dunia Islam dikotomi bisa
mengandung bahaya. Pandangan dikotomi dapat mengancam realisasi Islam dalam ke
hidupan pribadi dan kebersamaan bermasyarakat, bahkan dikhawatirkan mendistorsi
syari’ah. Akibat yang dirasakan di dalam masyarakat ilmu, seni, dan teknologi
adalah menjadi wajarnya pendapat yang berpendirian ilmu, seni, dan teknologi
adalah bebas nilai. Oleh karena itu, ilmu berkembang tanpa arah yang jelas dari
perspektif kesejahteraan umat manusia.
Di negara-negara maju (Barat), para ilmuwan seperti
berlomba mengembangkan sains dan teknologi yang mempunyai potensi destruktif
sangat tinggi bukan saja terhadap komunitas lain, melainkan juga terhadap
komunitasnya sendiri. Bisa dibayangkan jika saja beberapa negara maju terlibat
perang dengan menggunakan kemampuan senjata dan rudal andalannya, hampir bisa
dipastikan dunia ini akan hancur.
Bila dikotomi ilmu berkembang di dunia Islam, maka di
antara akibatnya adalah tersosialisasikan adanya pembelahan antara ilmu
pengetahuan umum dan agama. Pengetahuan umum di samping pengetahuan yang
mencakup berbagai disiplin dan bidang kehidupan manusia secara kompleks dan
plural, juga dimaksudkan sebagai ilmu yang tidak ada kaitan sama sekali dengan
agama. Sedangkan ilmu pengetahuan agama dimaksudkan sebagai ilmu pengetahuan
yang terbatas bahasannya pada persoalan-persoalan akidah, ibadah, dan akhlak
semata. Dengan kata lain, ilmu pengetahuan agama adalah ilmu pengetahuan yang
wilayah bahasannya terbatas pada keimanan, ritual, dan ethik.
Selanjutnya Umat Islam akan mengalami salah paham
terhadap Islam sendiri. Agama Islam yang seharusnya memiliki ajaran yang
universal, ternyata disalahpahami, sehingga dianggap hanya memiliki ruang gerak
pranata kehidupan yang sempit sekali. Oleh karena itu, pembagian pengetahuan
yang bersifat dikotomis itu, tentu tidak diterima oleh Islam, karena berlawanan
dengan kandungan ajaran Islam sendiri. Jika ini terjadi terus-menerus, maka
akan menjadi malapetaka bagi masa depan umat dan peradaban Islam, sehingga
harus ada usaha keras untuk meluruskannya dalam perspektif Islam.
2.3
Latar Belakang Perlunya Integrasi Ilmu-Ilmu Agama Islam dan Ilmu-Ilmu Umum
Maraknya
kajian dan pemikiran integrasi keilmuan (Islamisasi ilmu pengetahuan) dewasa
ini yang santer didengungkan oleh kalangan intelektual muslim, antara lain
Naquib Al-Attas dan Ismail Raji’Al-Faruqi (1984: ix-xii), tidak lepas dari
kesadaran berislam ditengah pergumulan dunia global yang sarat dengan kemajuan
ilmu teknologi.
Potensi
keyakinan terhadap sistem Islam yang bisa mengungguli sistem ilmu pengetahuan
Barat yang tengah mengalami krisis identitas inilah yang kemudian memberikan
kesadaran baru kepada umat islam untuk melakukan upaya Islamisasi ilmu
pengetahuan.
Usaha
menuju integrasi keilmuan sejatinya telah dimulai sejak abad ke-9, meski
mengalami pasang surut. Pada masa Al-Farabi (lahir tahun 257 H/890 M) gagasan
tentang kesatuan dan hierarki ilmu yang muncul sebagai hasil penyelidikan
tradisional terhadap epistemologi serta merupakan basis bagi penyelidikan hidup
subur dan mendapat tempatnya. Tak peduli dari saluran mana saja, manusia –
pencari ilmu pengetahuan – mendapatkan ilmu itu (osman Bakar, 1998:61-2).
Dengan demikian, gagasan integrasi keilmuan Al-Farabi dilakukan atas dasar
wahyu Islam dari ajaran-ajaran Al-Quran dan Hadist.
Usaha
Natsir untuk mengintegralkan sistem pendidikan Islam direalisasikan dengan
mendirikan lembaga pendidikan Islam, yang menyatukan dua kurikulum, antara
kurikulum yang dipakai sekolah-sekolah tradisional yang lebih banyak memuat
pelajaran umum (Arman Arief, tt:iii). Tidak beda jauh dengan gagasan yang
dikembangkan Harun Nasution dalam upayanya menyatukan dikotomi ilmu-ilmu agama
Islam dan ilmu-ilmu umum di lembaga pendidikan tinggi Islam.
Setidaknya ada dua sebab utama
kelemahan pendekatan ini.
·
Pertama, akar keilmuan yang berbeda
antara ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum.
·
Kedua, modernisasi dan Islamisasi ilmu
pengetahuan melalui kurikulum dan kelembagaan, walaupun dilakukan dengan tujuan
terciptanya integralisme dan integrasi keilmuan Islam Islam dan umum, sampai
kapanpun akan tetap menyisakan dikotomi keilmuan.
Berbagai
dikotomi antara ilmu-ilmu agama Islam dan ilmu-ilmu umum pada kenyataanya tidak
mampu diselesaikan dengan pendekatan modernisasi sebagaimana dilakukan Abduh
dan Ahmad Khan atau Mukti Ali dan Harun Nasution, amak Ismail Raji Al-Faruqi
dan Naquib Al-Attas melakukan pendekatan berbeda dalam rangka Islamisasi
pengetahuan (integrasi keilmuan), yakni dengan pendekatan purifikasi atau
penyucian.
Dikotomi
keilmuan sebagai penyebab kemunduran berkepanjangan umat Islam ini sudah
berlangsung sejak abad ke-16 hingga abad ke-17 yang dikenal sebagai abad
stagnasi pemikiran Islam. Dikotomi ilmu-ilmu agama Islam dan ilmu-ilmu umum
juga disebabkan karena adanya kolonialisme Barat atas Dunia Islam sejak abad
ke-18 hingga abad ke-19, dimana negara-negara Islam tidak mampu menolak
upaya-upaya yang dilakukan Barat, terutama injeksi budaya dan peradabannya.
Dikotomi
ini pada kelanjutannya, berdampak negatif terhadap kemajuan Islam. Menurut
Ikhrom (2001: 87-89), setidaknya ada empat masalah akibat dikotomi ilmu-ilmu
umum dan ilmu-ilmu agama.
·
Pertama, munculnya ambivalensi dalam
sistem pendidikan Islam; dimana selama ini, lembaga-lembaga semacam pesantren
dan madrasah mencitrakan dirinya sebagai lembaga pendidikan Islam dengan corak
tafaqquh fi al-din yang menganggap persoalan mu’amalah bukan garapan mereka;
sementara itu modernisasi sistem pendidikan dengan memasukan kurikulum
pendidikan umum kedalam lembaga tersebut telah mengubah citra pesantren dan
madrasah sebagai lembaga tafaqquh fi al-din tersebut.
·
Kedua, munculnya kesenjangan antara
sistem pendidikan Islam dan ajaran Islam. Sistem pendidikan yang ambivalen
mencerminkan pandangan dikotomis yang memisahkan ilmu-ilmu agama Islam dan
ilmu-ilmu umum (Kuntowijoyo, 1991: 352).
·
Ketiga, terjadinya didintegrasi sistem
pendidikan Islam, dimana masing-masing sistem: (modern/umum) Barat dan agama
(Islam) tetap bersikukuh mempertahankan kediriannya.
·
Keempat, munculnya inferioritas
pengelola lembaga pendidikan Islam. Hal ini disebabkan karena sistem pendidikan
Barat yang pada kenyataanya kurang menghargai nilai-nilai kultural dan moraltelah
dijadikan tolak ukur kemajuan dan keberhasilan sistem pendidikan bangsa kita.
Dengan demikian, paradigma
integrasi ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum muncul sebagai bentuk kekhawatiran
sebagian pemikir muslim terhadap ancaman yang sangat dominan terhadap pandangan
non-muslim, khususnya pandangan ilmuwan Barat sehingga umat Islam harus
menyelamatkan identitas dan otoritas ajaran agamanya.
2.4
Paradigma Ilmu-Ilmu Agama Islam Dan Ilmu-Ilmu Umum
a.
Paradigma Integrasi-Interkoneksi
Paradigma Integrasi-interkoneksi itu
muncul karena adanya dikotomi pendidikan agama sains, dan filsafat. Selain itu
disebabkan oleh perilaku manusia yang berperilaku tidak pada mestinya. Ditambah
pula krisis lingkungan energi dan lain lain. Faktanya dikotomi pendidikan lah
yang menjadi pangkal dari segala faktor munculnya paradigma
integrasi-interkoneksi. Dengan adanya paradigma integrasi-interkoneksi ini
diharapkan mampu mencapai keterpaduan antara pedidikan agama, sains, dan
filsafat. Segala krisis dapat teratasi atau
paling tidak berkurang.
b.
Pengertian,
Tujuan, dan Harapan Integrasi-Interkoneksi
Integrasi-interkoneksi dalah suatu
paradigma, pendekatan, sebagai upaya mempertemukan ilmu agama (Islam), dengan
ilmu-ilmu umum dengan filsafat. Salah satu universitas yang menggunakan
paradigma ini adalah Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. UIN
Sunan Kalijaga menggunakan pedoman ini untuk menyatukan ilmu umum/sains, agama
dan filsafat agar bias tercapai kesatuan ilmu yang intergratif dan
interkonektif. Prof. H. Amin Abdullah adalah tokoh penggagas integrasi di UIN
Sunan Kalijaga. Integrasi-interkoneksi keilmuan diemban sebagai visi dan misi
dari UIN Sunan Kalijaga sebagai awal perubahan atau transformasi dari Institut
Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Kalijaga menjadi UIN Sunan Kalijaga pada tahun
2004. Dialog keilmuan yang bersifat integrasi-interkoneksi dilakukan dalam
wilayah internal ilmu-ilmu keislaman, juga dikembangkan integrasi-interkoneksi
ilmu-ilmu keislaman dengan ilmu umum. Diantara ilmu umum dan ilmu keislaman
menyadari akan keterbatasan pada masing-masing ilmu. Oleh karena itu perlu
adanya dialog diantara keduanya, kerjasama, guna melengkapi kekurangan pada
masing-masing ilmu jika masing-masing berdiri sendiri. Paradigma
integrasi-interkoneksi ini diharapakan mampu mendialogkan segitiga keilmuan UIN
Sunan Kalijaga yang dikenal dengan sudut hadarah
al-nas, hadarah al-‘ilm, dan hadarah
al-falsafah. Sehingga semua
matakuliah yang disampaikan dan dikembangkan di UIN Sunan Kalijaga harus
mencerminkan sebuah keilmuan yang terpadu. Saling menunjang diantara ketiga
entitas keilmuan yang ada (pengembangan keilmuan tidak secara dikotomis).
Selain itu, integrasi-interkoneksi diharapkan mampu menjadi solusi dari
berbagai krisis yang melanda manusia dan alam dewasa ini sebagai akibat dari
ketidakpedulian suatu ilmu terhadap ilmu yang lain.
c.
Landasan
Integrasi-Interkoneksi
Ada beberapa landasan dalam
membangun integrasi-interkoneksi, diantaranya, normative-teologis, filosofis,
kultural, sosiologis, psikologis, historis.
·
Landasan
Normatif-teologis
Cara memahami sesauatu dengan
menggunakan ajaran yang diyakini berasal dari Tuhan. Bersifat mutlak. Al-Qur’an
dan Al-Sunnah tidak membedakan antara ilmu-ilmu agama (Islam) dan ilmu-ilmu
umum (sains-teknologi dan sosial humaniora)
·
Landasan
filosofis
Perpaduan antara ilmu agama dan ilmu
umum diharapkan mampu memahami kompleksitas kehidupan manusia
·
Landasan
cultural
Pendidikan tidak boleh mengabaikan
budaya (potensi) local. Jika budaya atau potensi local tidak dijadikan basis
pengembangan keilmuan maka akan terjadi proses elitism ilmu, sehingga ilmu
menjadi kurang berfungsi dalam kehidupan nyata.
·
Landasan
sosiologis
Landasan sosiologis ini muncul
karena adanya anggapan lulusan Universitas Islam atau UIN Sunan Kalijaga kurang
mampu menyelesaikan masalah masyarakat. Dengan paradigma integrasi interkoneksi
para lulusan Universitas Islam atau UIN Sunan Kalijaga mampu menyelesaikan
masalah masyarakat
·
Landasan
psikologi
Adanya pembacaan parsial dapat
menyebabkan perpecahan kepribadian, oleh karena itu adanya landasan Psikologis
diharapkan mengubah menjadi pembacaan secara terpadu dan menyeluruh memperkuat
kepribadian.
·
Landasan
historis
Pada abad modern tekanan dari ilmu-ilmu agama muolai
berkurang, bahkan hampir tidak ada. Ilmu umum mampu berkembang pesat, namun
mengabaikan norma-norma agama dan etika kemanusiaan. Diharapkan hubungan ilmu
agama dan ilmu umum meningkat, dari kompak menjadi sejahtera dan mencapai
puncak lestari.
2.5
Ilmu-ilmu Agama Islam
Ilmu-ilmu
agama Islam, atau yang dalam bahasa Al-Ghazali disebut dengan al-ulum
al-syariah merupakan ilmu-ilmu yang diperolah dari nabi-nabi dan tidak hadir
melalui akal, seperti aritmatika; atau melalui riset, seperti ilmu kedokteran;
atau melalui pendengaran seperti ilmu bahasa.
·
Ilmu Tauhid/Ilmu Aqidah
Ilmu
tauhid adalah ilmu yang membicarakan tentang sifat – sifat allah swt dan sifat
– sifat para utusanya yang terdiri dari sifat yang wajib, sifat jaiz dan sifat
yang mustahil. selain dari itu juga menerangkan segala yang memungkinkandan
dapat diterima oleh akal, untuk menjadikan bukti dan dalil, dengan dibantu oleh
masalah sam’iyat agar dapat mempercayai dalil itu dengan yakin tanpa keraguan
di hati.
Kitab
: Aqidatul awwam, Jauhar Tauhid dll
·
Ilmu Al-Quran/Ulumul Quran
Secara
etimologi, kata Ulumul Qur’an berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari dua
kata, yaitu “ulum” dan “Al-Qur’an”. Kata ulum adalah bentuk jama’ dari kata
“ilmu” yang berarti ilmu-ilmu. Kata ulum yang disandarkan kepada kata Al-Qur’an
telah memberikan pengertian bahwa ilmu ini merupakan kumpulan sejumlah ilmu
yang berhubungan dengan Al-Qur’an, baik dari segi keberadaanya sebagai
Al-Qur’an maupun dari segi pemahaman terhadap petunjuk yang terkandung di
dalamnaya. Dengan demikian, ilmu tafsir, ilmu qira’at, ilmu rasmil Qur’an, ilmu
I’jazil Qur’an, ilmu asbabun nuzul, dan ilmu-ilmu yang ada kaitanya dengan
Al-Qur’an menjadi bagian dari ulumul Qur’an.
Ilmu
yang membahas tentang keadaan Al-Qur’an dari segi turunya, sanadnya, adabnya
makna-maknanya, baik yang berhubungan lafadz-lafadznya maupun yang berhubungan
dengan hukum-hukumnya, dan sebagainya
·
Ilmu Akhlaq
Ilmu
akhlak adalah ilmu yang mempelajari tentang tingkah laku manusia agar mempunyai
adab dan sopan santun dalam pergaulan baik pergaulan sesama manusia maupun
dengan Sang Pencipta. Kita dibina untuk mengetahui peraturan dan prosedur yang
sesuai agar tidak bertindak sesuka hati. Bila kita mampu mengimplementasikan
ilmu ini maka pergaulan akan menjadi indah dan sangat disayang baik oleh
manusia, hewan maupun Sang Pencipta seperti akhlak Nabi Muhammad SAW. Nabi
sendiri diutus, yang pertama tugasnya adalah memperbaiki akhlak manusia yang
saat itu semua menjurus akhlak Jahiliyah.
Kitab
: Akhlaqul Libanin
·
Ilmu Hadits
Ilmu
Hadis atau yang sering diistilahkan dalam bahasa Arab dengan Ulumul Hadits yang
mengandung dua kata, yaitu ‘ulum’ dan ‘al-Hadis’. Kata ulum dalam bahasa Arab
adalah bentuk jamak dari ‘ilm, jadi berarti ilmu-ilmu, sedangkan al-Hadis dari
segi bahasa mengandung beberapa arti, diantaranya baru, sesuatu yang
dibicarakan, sesuatu yang sedikit dan banyak. Kitab : Fathul Bari, Subulus
Salam, Bulughul Maram dll
·
Ilmu Ushul Fiqih
kata
ushul fiqh adalah kata ganda yang berasal dari kata “ushul” dan “fiqh” yang
secara etimologi mempunyai arti “faham yang mendalam”. Sedangkan ushul fiqh
dalam definisinya secara termologi adalah ilmu tentang kaidah-kaidah yang
membawa kepada usaha merumuskan hukum-hukum syara’ dari dalil-dalinya yang
terperinci. Kitab : Al-Ushul min Ilmil Ushul
·
Ilmu Fiqih
Ilmu
fiqih adalah ilmu untuk mengetahui hukum Allah yang berhubungan dengan segala
amaliah mukallaf baik yang wajib, sunah, mubah, makruh atau haram yang digali
dari dalil-dalil yang jelas (tafshili).
Produk
ilmu fiqih adalah “fiqih”. Sedangkan kaidah-kaidah istinbath (mengeluarkan)
hukum dari sumbernya dipelajari dalam ilmu “Ushul Fiqih”.
Kitab
: Kifayatul Akhyar, Safinatun Najah
·
Ilmu Faraidh
Faroidh
adalah bentuk kata jamak dari kata faridhoh. Sedangkan Faridhoh diambil dari
kata fardh yang artinya taqdir (ketentuan). Ilmu Faraidh merupakan bagian dari
Ilmu Fiqih yaitu Ilmu yang Membahas hukum-hukum waris dan ketentua-ketentuan
serta pembagian-pembagiannya.
Kitab
: Matan Ar-Rahbiyah
·
Ilmu Tajwid
Pengertian
Tajwid menurut bahasa (ethimologi) adalah: memperindah sesuatu.Sedangkan
menurut istilah, Ilmu Tajwid adalah pengetahuan tentang kaidah serta cara-cara
membaca Al-Quran dengan sebaik-baiknya. Tujuan ilmu tajwid adalah memelihara
bacaan Al-Quran dari kesalahan dan perubahan serta memelihara lisan (mulut)
dari kesalahan membaca. Belajar ilmu tajwid itu hukumnya fardlu kifayah, sedang
membaca Al-Quran dengan baik (sesuai dengan ilmu tajwid) itu hukumnya Fardlu
‘Ain. Kitab : Tuhfatul Athfal, Hidayatul Mustafid dll
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1.
Integrasi
adalah pembauran hingga menjadi kesatuan yang utuh atau bulat.
2.
Islamisasi
adalah menunjuk pada proses pengislaman, dimana objeknya adalah orang atau
manusia, bukan ilmu pengetahuan maupun objek lainnya.
3.
Paradigma
integrasi ilmu berarti cara pandang tertentu atau model pendekatan tertentu
terhadap ilmu pengetahuan yang bersifat menyatukan, disebut paradigma integrasi
ilmu integratif atau singkatnya paradigma integrasi ilmu integralistik yaitu
pandangan yang melihat sesuatu ilmu sebagai bagian dari keseluruhan.
4.
Agama
dan ilmu dalam beberapa hal berbeda,
namun dalam pada sisi tertentu memiliki kesamaan. Agama lebih mengedepankan
moralitas dan menjaga tradisi yang sudah mapan (ritual), cenderung eksklusif,
dan subjektif. Sementara ilmu selalu mencari yang baru, tidak terlalu terkait
dengan etika, progresif, bersifat inklusif, dan objektif. Kendati agama dan
ilmu berbeda, keduanya memiliki kesamaan, yakni bertujuan memberi ketenangan
dan kemudahan bagi manusia.
3.2 Saran
Konsep ilmu pada masa abad
pertengahan dan para ilmuwan Muslim diantaranya Al Farabi, Ibnu Khaldun, Al
Ghazali maupun Al Siraziy yang dibawanya pada dasarnya masih belum ada
klasifikasi ilmu disatu sisi dan agama disisi lain. Klasifikasi ilmu yang
diberikan para ahli pada masa ini bukan bertujuan untuk lebih mempermudah
manusia dalam mempelajari ilmu agar manusia memiliki keahlian tertentu dalam
disiplin keilmuan, tapi tidak menafikkan ilmu lain sehingga terjadi
keseimbangan dalam dirinya yang membawa kemanfaatan. Dan inilah falsafah yang
dikandung al qur’an terkait dengan ilmu sebagaimana tercermin dalam wahyu
pertama surat al ‘Alaq: 1-5.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah,
M. Amin, 2002. Studi Agama Normativitas atau Historisitas? (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar)
______________.
2007. Islamic Stadies dalam Paradigma Integrasi-Interkoneksi, Cet I;
Yogyakarta: Penerbit SUKA Press
al-Attas,
Syed Mohd. Naquib .1984, Konsep Pendidikan dalam Islam, terj. Haidar
Bagir, Bandung: Mizan)
Al-Ghazali,
Imam. t.t.. Ihya’u Ulum al-Dien, (Beirut: Dar al-Fikr.)
al-Qardhawi,
Yusuf. 1989. Metode dan Etika Pengembangan Ilmu Perspektif Sunnah. ter.
Hasan Bahri. )Bandung: Rosda Karya)
_______________.
2001. ”Al-Sunnah Masdaran li al-Ma’rifah wal Hadharah” diterjemahkan oleh Abad
Badruzzaman, Sunnah, Ilmu Pengetahuan dan Peradaban, (Yogyakarta: Tiara
Wacana Yogya).
Arief,
Armai. 2005. Reformasi Pendiidkan Islam, Cet. I, Jakarta: CRSD Press
Arifin,
Zainul. Model-Model Relasi Agama dan Sains dalam http://ejournal.uin-malang.ac.id/index.php/psikologi/article/view/353 (Diakses 15 Desember 2011)
Audah,
Ali. 1997. Konkordasi Qur’an, (Bandung: Litera antar Nusa)
Azra,
Azyumardi. 2002, Paradigma Baru Pendidikan Nasional, Rekonstruksi dan
Demokratisasi,(Jakarta: PT Kompas Media Nusantara)
Baali,
Fuad dan Ali Wardi, 1989. Ibnu Khaldun dan Pola Pemikiran Islam (Jakarta:
Pustaka Firdas)
Bagir,
Zainal Abidin dkk. 2009. Integrasi ilmu dan agama: interpretasi
dan aksi. (Bandung: Mizan)
Bakar,
Osman .1997. Hierarki Ilmu Membangun Rangka Pikir Islamisasi Ilmu,
(Bandung: Mizan)
Bakhtiar,
Amsal. 2005. Filsafat Ilmu, (Jakarta: Radjawali Press,). Cetakan Kedua.
Minta materinya,Min
ReplyDeleteMinta materinya Min
ReplyDelete