-->

MAKALAH METODE DAN PENDEKATAN DALAM MEMAHAMI (TAFSIR) AL-QUR'AN

PEMBAHASAN

Al-Qur’an menjadi salah satu mukjizat besar Nabi Muhammad SAW, sebab turunnya Al Qur’an melalui perantara beliau, AL Qur’an mempunyai peranan yang sangat penting untuk keberlangsungan umat manusia di Dunia. Betapa tidak, semua persoalan manusia di dunia sebagian besar dapat ditemukan jawabannya pada Al Qur’an. Oleh karenannya kemudian Al Qur’an di yakini sebagai firman Allah yang menjadi sumber hukum Islam pertama sebelum Hadist.
Banyaknya persoalan manusia yang berkembang dimasyarakat pada akhir-akhir ini, salah satu penyebabnya ditengarai banyak manusia yang sudah mulai meninggalkan dan melupakan Al Qur’an. Kalau begini maka yang salah adalah kita semua bukan Al Qur’annya.di dalam Al Qur’an Banyak ayat-ayat yang mengandung makna untuk menyelesaikan persoalan manusia baik dalam hubungan muamalah ataupun ’ubudiyah, namun sayang, semua ini belum tergali guna memberikan pencerahan kepada umat manusia.
Dalam menggali ataupun memahami ayat-ayat Al Qur’an diperlukan perangkat-perangkat dan instrumen keilmuan yang lain, seperti Ilmu Nahwu, Sharaf (Bahasa Arab), Fiqh, Ushul Fiqh, Ulumul Qur’an, Sosiologi, Antropologi dan budaya   guna mewujudkan AL Qur’an sebagai pedoman dan pegangan umat Islam yang berlaku sepanjang zaman. Memang memahami ayat-ayat Al Quran dengan benar tidaklah mudah, sejarah mencatat, terdapat beberapa kosa kata pada ayat AL Qur’an yang tidak difahami oleh sebagian sahabat nabi dan sahabat langsung menanyakan hal tersebut kepada Nabi, namun untuk masa kita saat ini akan bertanya kepada siapa tatkala kita menemukan beberapa ayat yang sulit untuk difahami. Belum lagi ayat-ayat mutasyabihat yang masih banyak mengandung misteri dari maksud ayat tersebut secara tertulis.[1]
Sebelum lebih jauh membahas tentang metode dan pendekatan dalam memahami (tafsir) Al Qur’an, kita fahami terlebih dahulu tentang metode itu sendiri. Kata  ”Metode” berasal dari bahasa Yunani yakni methodos, kata ini terdiri dari dua (2) kata, yakni meta, yang berarti menuju, melalui, mengikuti, sesudah; dan kata modos¸ yang berarti jala, perjalanan, cara dan arah. Kata methods sendiri berarti penelitian, metode ilmiah, hipotesa ilmiah atau uraian ilmiah. Dalam bahasa Inggris, kata tersebut sering disebut dengan method, dan dalam bahasa Arab kata tersebut diterjemahkan dengan istilah manhaj atau Thariqah.[2]


A.    Tafsir Tematik
Tafsir Tematik atau yang juga dikenal dengan Tafsir Maudhu’i merupakan salah satu dari jenis tafsir yang banyak diminati. Model Penafsiran ini banyak diminati oleh umat Islam,  karena di samping mudah dipahami, juga sangat sesuai dengan kebutuhan zaman. Hingga kini jenis penafsiran ini terus mengalami perkembangan, khususnya di kalangan akademisi. Tulisan ini di samping akan mengkaji secara historis, juga memaparkan aspek teknis-metodologisnya. Sehingga para pembaca akan memahami urgensinya dalam memahami kandungan ayat-ayat al-Quran.
Banyak pengertian yang dapat diberikan terhadap tafsir tematik. secara etimologi maudhu`i berarti tema atau pembicaraan. Menurut Ali Hasan Al-Aridh, Tafsir Tematik adalah suatu metode yang ditempuh oleh seorang mufassir dengan jalan menghimpun seluruh ayat-ayat Alquran ynag berbicara tentang suatu pokok pembicaraan atau tema (maudhu`i) yang mengarah kepada satu pengertian atau tujuan. Al-Farmawi juga memberikan pengertian tentang terhadap Tafsir Tematik yaitu suatu metode menghimpun ayat-ayat Alquran yang memiliki kesamaan tema dan arah serta menyusunnya berdasarkan turunnya ayat-ayat tersebut, kemudian merangkainya dengan keterangan-keterangan serta mengambil suatu kesimpulan. Sedangkan menurut Zahir bin Awadh, Tafsir Maudu­’i yaitu : suatu metode pengeumpulan ayat-ayat Alquran yang terpisah-pisah dari berbagai surat dalam Alquran yang berhubungan dengan opik (tema) yang sama baik secara lafaz maupun hukum, dan menafsirkannya sesuai dengan tujuan-tujuan Alquran.[3]
Dalam buku Baqir Hakim, Allamah Baqir Shadr mengemukakan bahwa ada tiga arti dari kata Maudhu’iy:
1.      Objektivitas,  adalah sikap amanah dan konsistensi serta sikap berpegang teguh pada ketentuan-ketentuan ilmiah yang berlandaskan kepada realitas peristiwa dalam membahas setiap perkara dan kejadian yang sama, tanpa terpengaruh sedikitpun dengan perasaan dan pendirian peribadinya, serta tidak memihak dalam menentukan hukum-hukum serta hasil-hasil yang diperoleh dari pembahasannya.
2.      Memiliki makna memulai pembahasan dari tema yang merupakan peristiwa nyata yang dikembalikan kepada ayat-ayat Al-Quran, untuk mengetahui pendirian (Mawqif) dari peristiwa nyata tersebut. Karena itulah, seorang mufassir yang menggunakan Metode Tafsir Maudhu’iy (Tematik) harus memusatkan perhatiannya pada tema-tema yang berkaitan dengan kehidupan, akidah, sosial dan fenomena-fenomena alam, di samping ia juga harus menguasai permasalahan-permaslahan seputar tema-tema tersebut yang di dapatkan melalui pemikiran manusia, mengetahui solusi permasalahan tersebut yang disambungkan oleh pemikiran manusia, serta mengetahui apa-apa yang tercatat dalam sejarah sebagai pertanyaan dan poin-poin yang belum dijabarkan. Setelah itu barulah seorang mufassir memulai Tanya jawabnya dengan Al-Quran, saat mufassir bertanya dan Al-Quran menjawab. Dengan demikian diharapkan mufassir dapat mengetahui sikap Al-Quran terhadap tema yang ditanyakan.
3.      Terkadang istilah Maudhu’iy dimaksudkan untuk menyebutkan apa-apa yang dinisbatkan kepada suatu tema. Saat seorang mufassir memilih tema tertentu, kemudian mengumpulkan ayat-ayat Al-Quran yang berkaitan dengan tema tersebut dan menafsirkannya, serta berusaha menyimpulkan pandangan Al-Quran dari ayat-ayat yang berkaitan dengan tema tersebut. 
Jika dilihat dari sejarahnya, Tafsir Maudhu’iy bukanlah merupakan fenomena baru. Menurut Al-Farmawy, benih penafsiran seperti ini sudah ada sejak zaman Nabi saw. sebab penafsiran Al-Quran dengan Al-Quran menurutnya merupakan embrio bagi munculnya tafsir maudhu’iy selain merupakan tafsir bi al-ma’tsur.
Metode Tafsir Maudu`iy (Tematik) merupakan salah satu cara menafsirkan Al-Quran dengan mengggunakan metode mengumpulkan atau menyusun ayat-ayat Al-Quran menjadi sebuah tema atau judul. Pencetus metode tafsir ini adalah Syeikh Mahmud Syaltut (Grand Syeikh Al-Azhar). Pada Januari 1960, beliau menyusun kitab tafsir Al-Quran Al-Karim. Dalam tafsir tersebut, beliau membahas surat demi surat, atau bagian-bagian tertentu dalam satu surat, kemudian merangkainya dengan tema sentral yang terdapat dalam satu surat tersebut.  Kemudian pada tahun 1977, untuk mendalami Metode Tafsir Maudu`iy (Tematik) ini Prof. Dr. Abdul Hay Al-Farmawiy menulis buku Al-Bidayah Fi Al-Tafsir Al-Mawdhu’i. 
Selain itu, Prof. Dr. Ahmad Sayyid Al-Kumiy, juga merupakan pencetus metode, ketika metode tafsir ini ditetapkan sebagai mata kuliah di jurusan Tafsir Fakultas Ushuluddin di Jami’ah al-Azhar pada tahun 1981. Beliau mencetuskan ide metode tafsir dengan jalan menghimpun seluruh atau sebagian ayat-ayat, dari beberapa surat yang berbicara tentang suatu topik, untuk dikaitkan satu dengan lainnya sehingga pada akhirnya diambil kesimpulan menyeluruh tentang masalah tersebut menurut pandangan Al-Quran.
Sebenarnya metode ini sudah lahir sejak Nabi Muhammad saw., dimana beliau sering kali menafsirkan ayat dengan ayat yang lain, seperti ketika menjelaskan arti Zhulum dalam QS. al-An’am ayat 82:
tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä óOs9ur (#þqÝ¡Î6ù=tƒ OßguZ»yJƒÎ) AOù=ÝàÎ/ y7Í´¯»s9'ré& ãNßgs9 ß`øBF{$# Nèdur tbrßtGôgB
Yang Artinya: “ orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka Itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.”

Nabi menjelaskan bahwa zhulum yang dimaksud adalah syirik sambil membaca firman Allah dalam QS. Lukman ayat 13.
øŒÎ)ur tA$s% ß`»yJø)ä9 ¾ÏmÏZö/ew uqèdur ¼çmÝàÏètƒ ¢Óo_ç6»tƒ Ÿw õ8ÎŽô³è@ «!$$Î/ ( žcÎ) x8÷ŽÅe³9$# íOù=Ýàs9 ÒOŠÏàtã
Yang artinya: “ dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".[4]
Dengan penafsiran Nabi tersebut berarti beliau telah menanamkan tafsir maudhu’i/tematik dan memberi isyarat bahwa lafal-lafal yang sukar diketahui maksudnya dalam suatu ayat perlu dicari penjelasannya pada lafal-lafal yang terdapat dalam ayat yang lain. Dalam konteks ini, Abdul Hayyi al-Farmawi mengatakan bahwa semua ayat yang ditafsirkan dengan ayat al-Quran adalah termasuk tafsir maudhu’i dan sekaligus merupakan permulaan pertumbuhan tafsir maudhu’i.[5]
Orang yang mengamati tafsir tematik dengan seksama, akan mengetahui bahwa tafsir itu merupakan satu usaha yang amat berat, tetapi sangat terpuji, karena dapat memudahkan orang dalam memahami dan menghayati ajaran-ajaran al-Quran, dapat melayani siapa saja yang menyelesaikan problem-problem yang dihadapinya, karena pemaparan teks-teks al-Quran diwujudkan dalam bermacam-macam tema atau masalah.
Menurut pendapat Ahmad Sayid al-Kumi, hidup di zaman modern sekarang ini sangat membutuhkan kehadiran corak tafsir tematik. Karena dengan cara kerja yang sedemikian itu memungkinkan seseorang memahami masalah yang dibahas dan segera sampai kepada hakikat masalah dengan jalan singkat, praktis dan mudah.
Tafsir tematik mempunyai nilai kualitas tafsir yang paling tinggi. Karena seleksi penafsiran harus bermuara kepada kehendak firman Ilahi. Semua gagasan mufassir yang dihasilkan dari pengalaman kehidupan yang mungkin benar dan salah harus dikonsultasikan kepada wawasan Qurani.



KESIMPULAN

            Dari pemaparan di atas dapat penulis ambil kesimpulan, antara lain:
1.      Dalam menggali ataupun memahami ayat-ayat Al Qur’an diperlukan perangkat-perangkat dan instrumen keilmuan yang lain, seperti Ilmu Nahwu, Sharaf (Bahasa Arab), Fiqh, Ushul Fiqh, Ulumul Qur’an, Sosiologi, Antropologi dan budaya   guna mewujudkan AL Qur’an sebagai pedoman dan pegangan umat Islam yang berlaku sepanjang zaman.
2.      Tafsir Tematik atau yang juga dikenal dengan Tafsir Maudhu’i merupakan salah satu dari jenis tafsir Al-Quran
3.      Adapun tafsir tematik secara umum dapat dibagi menjadi dua, yaitu: (1) tematik berdasar surah al-Qur’an; dan (2) tematik berdasar subyek.
4.      Sebenarnya metode ini sudah lahir sejak Nabi Muhammad saw., dimana beliau sering kali menafsirkan ayat dengan ayat yang lain, seperti ketika menjelaskan arti Zhulum.




DAFTAR PUSTAKA

ttps://khanwar.wordpress.com






http://belantarailmu.blogspot.co.id




[1] https://khanwar.wordpress.com/metode-dan-pendekatan-tafsir-al-qur%E2%80%99an-oleh-yusuf-effendi-s-h-i/
[2] Ibid,…
[3] http://makalahlaporanterbaru1.blogspot.co.id/2012/03/makalah-tafsir-tematik.html
[4] http://fikar0760.blogspot.co.id/2014/12/tafsir-maudhui.html
[5]https://bambies.wordpress.com/2014/04/17/tafsir-maudhui/

0 Response to "MAKALAH METODE DAN PENDEKATAN DALAM MEMAHAMI (TAFSIR) AL-QUR'AN"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel