PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
BAB II TINJAUAN
PUSTAKA
II.1 Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan sebagai proses mengembangkan, memandirikan, menswadayakan, memperkuat
posisi tawar menawar masyarakat lapisan bawah terhadap kekuatan-kekuatan penekan di
segala bidang dan sektor kehidupan. Konsep pemberdayaan (masyarakat desa)
dapat dipahami juga dengan dua cara pandang.
1. pemberdayaan dimaknai
dalam
konteks
menempatkan
posisi
berdiri
masyarakat.
Posisi masyarakat bukanlah obyek
penerima manfaat (beneficiaries) yang tergantung pada pemberian dari pihak luar seperti pemerintah, melainkan dalam posisi sebagai subyek
(agen atau partisipan yang
bertindak) yang berbuat secara mandiri.
Berbuat secara mandiri bukan berarti lepas
dari tanggungjawab negara. Pemberian layanan publik (kesehatan, pendidikan, perumahan, transportasi dan seterusnya) kepada masyarakat tentu merupakan
tugas (kewajiban) negara.
Masyarakat yang mandiri
sebagai partisipan berarti terbukanya ruang
dan kapasitas mengembangkan potensi-
kreasi, mengontrol lingkungan
dan sumberdayanya sendiri, menyelesaikan masalah
secara mandiri, dan ikut menentukan proses politik di ranah negara. Masyarakat ikut
berpartisipasi dalam proses pembangunan dan pemerintahan (Sutoro Eko, 2002).
2. Pemberdayaan adalah
bagian dari paradigma pembangunan yang memfokuskan
perhatiannya kepada semua aspek yang prinsipil
dari manusia di lingkungannya
yakni mulai dari aspek intelektual, Sumber Daya Manusia,
aspek material dan fisik, sampai kepada aspek manajerial. Aspek-aspek
tersebut
bisa jadi dikembangkan menjadi
aspek sosial budaya, ekonomi,
politik, keamanan dan lingkungan.
3. Pemberdayaan Masyarakat adalah upaya
untuk menciptakan atau
meningkatkan kapasitas masyarakat, baik secara individu maupun berkelompok, dalam memecahkan
berbagai persoalan terkait upaya peningkatan kualitas
hidup, kemandirian dan
kesejahteraannya. Pemberdayaan masyarakat memerlukan keterlibatan
yang besar
dari perangkat Pemerintah daerah serta berbagai pihak untuk
memberikan
kesempatan dan menjamin keberlanjutan berbagai hasil yang dicapai.
Permendagri RI No 7 tahun
2007 tentang Kader Pemberdayaan
Masyarakat, dinyatakan bahwa pemberdayaan masyarakat adalah suatu strategi yang digunakan dalam
pembangunan masyarakat sebagai upaya untuk menunjukkan kemampuan dan kemandirian dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara (pasal 1
ayat 8).
Melihat dari penjelasan
diatas inti dari pemberdayaan masyarakat adalah merupakan
strategi untuk mewujudkan
kemampuan
dan kemandirian masyarakat. Dan
perberdayaan bisa diartikan memberi kemampuan kepada orang yang lemah. Bukan hanya dalam
arti tidak
terbatas kemampuan
ekonomi, tapi juga kemampuan lainnya yang bisa membuat orang lain
berdaya seperti dalam politik, budaya, sosial, agama dan lainnya. Harus dicatat, kemampuan ini
bukan hanya berarti mampu memiliki uang, modal, tapi kekuatan atau mobilitas yang
tinggi pun itu kemampuan pemberdayaan
diri sendiri.
Menurut (Loekman Soetrisno,
1995), Strategi pemberdayaan yang telah diupayakan selama ini dapat
diklasifikasikan sebagai
berikut:
1. Aspek manegerial, yang meliputi; peningkatan produktivitas/omset/tingkat hunian, meningkatkan
kemampuan
pasar, dan pengembangan
sumber
daya manusia.
2. Aspek permodalan, yang meliputi;
bantuan modal
(penyisihan 1-5% keuntungan BUMN dan kewajiban untuk menyalurkan kredit usaha kecil minimum
20% dari portofolio kredit Bank) dan kemudahan kredit.
3. Mengembangkan program kemitraan dengan besar usaha, baik bapak-anak angkat, keterkaitan hulu-hilir (forward linkage), keterkaitan
hilir-hulu (backward linkage) dan subkontrak.
4. Pengembangan sentra industri
kecil dalam suatu kawasan
apakah PIK (pemukiman Industri Kecil),
LIK (Lingkungan Industri Kecil), SUIK (Sarana Usaha Industri Kecil) yang
didukung oleh UPT (Unit Pelayanan Teknis), dan TPI
(Tenaga Penyuluh
Industri).
5. Pembinaan untuk bidang usaha dan daerah
tertentu lewat KUB (kelompok usaha
bersama), KOPINKRA (Koperasi
industri Kecil dan Kerajinan).
II.1.1` Tugas-Tugas
Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan masyarakat bisa
dilakukan oleh banyak elemen: Pemerintah, perguruan tinggi, lembaga swadaya
masyarakat, pers, partai politik, lembaga donor, aktor- aktor masyarakat sipil, atau
oleh organisasi masyarakat lokal sendiri. Birokrasi Pemerintah tentu saja sangat strategis karena mempunyai banyak keunggulan
dan kekuatan yang luar biasa ketimbang unsur-unsur lainnya: mempunyai dana,
aparat yang banyak, kewenangan untuk membuat kerangka legal, kebijakan
untuk pemberian layanan publik, dan lain-lain.
Proses pemberdayaan bisa berlangsung lebih kuat, komprehensif dan berkelanjutan bila
berbagai unsur tersebut membangun kemitraan dan jaringan yang didasarkan
pada prinsip saling percaya
dan menghormati (Sutoro Eko, 2002)
Konsep pemberdayaan berangkat dari asumsi yang berbeda dengan pembinaan.
Pemberdayaan berangkat dari asumsi hubungan yang setara antar semua elemen masyarakat
dan negara. Para ahli mengatakan bahwa pemberdayaan sangat percaya bahwa “kecil itu indah”, bahwa setiap orang itu mempunyai kearifan yang
perlu dibangkitkan dan dihargai. Kalau konsep pembinaan cenderung mengabaikan prinsip kearifan semua orang itu. Dalam
konteks pemberdayaan, semua unsur (pejabat,
perangkat negara, wakil rakyat, para
ahli, politisi, orpol, ormas,
LSM,
pengusaha,
ulama, mahasiswa,
serta rakyat
banyak) berada
dalam posisi setara, yang tumbuh bersama melalui proses belajar bersama-sama. Masing- masing elemen harus memahami dan menghargai kepentingan maupun perbedaan
satu sama lain. Perberdayaan tersebut dimaksudkan agar masing-masing unsur
semakin meningkat kemampuannya,
semakin kuat, semakin mandiri, serta memainkan perannya masing-masing tanpa mengganggu peran yang lain. Justru dengan pemberdayaan
kemampuan dan peran yang berbedabeda tersebut
tidak diseragamkan, melainkan dihargai dan dikembangkan
kerjasama,
sehingga bisa terjalin kerjasama yang baik.
II.1.2 Prinsip-Prinsip dan Tahapan Pemberdayaan Masyarakat
Menurut (Suharto, 2006:68) prinsip-prinsip
pemberdayaan masyarakat adalah sebagai berikut:
1. Pemberdayaan adalah proses kolaboratif. Oleh karena itu harus ada kerjasama sebagai
patner.
2. Proses pemberdayaan menempatkan
masyarakat sebagai aktor atau subjek yang
kompeten
dan mampu menjangkau
sumber-sumber dan kesempatan-kesempatan.
3. Masyarakat harus melihat diri mereka sendiri
sebagai agen penting
yang dapat mempengaruhi
perubahan.
4. Kompetensi
diperoleh dan dipertajam melalui pengalaman hidup, khususnya
pengalaman yang memberikan
perasaan mampu pada masyarakat.
5. Solusi-solusi yang berasal dari situasi khusus, hasus beragam
dan menghargai
keberagaman yang
berasal dari
faktor-faktor yang
berada pada
situasi masalah
tersebut.
6. Jaringan-jaringan sosial informal merupakan
sumber dukungan yang penting bagi
penurunan ketegangan dan meningkatkan kompetensi
serta kemampuan untuk mengendalikan seseorang.
7. Masyarakat harus berpartisipasi dalam memberdayakan diri mereka sendiri,
tujuan, cara dan hasilmharus dirumuskan
oleh mereka sendiri.
8. Tingkat kesadaran
merupakan kunci dalam pemberdayaan, karena pengetahuan dan
mobilisasi tindakan bagi perubahan.
9. Pemberdayaan melibatkan akses terhadap sumber-sumber dan
kemampuan untuk menggunakan sumber-sumber tersebut secara
efektif.
10. Proses pemberdayaan bersifat dinamis,
sinergis,
dinamis, evolutif, dikarenakan permasalahan selalu
memiliki beragam solusi.
11. Pemberdayaan dicapai melalui struktur-struktur personal lain melalui pembangunan ekonomi secara paralel.
Nugroho (2007)
pemberdayaan
adalah sebuah
“proses menjadi” bukan “proses
instan”. Sebagai proses, pemberdayaan mempunyai tiga tahapan yaitu penyadaran, pengkapasitasan, dan pendayaan.
Gambar
2.1
Tiga Tahapan
dalam Proses Pemberdayan
Penyadaran >>> Pengkapasitasan >>> Pendayaan
Sumber: Randy R Wrihatnolo
dan Riant Nugroho Dwidjowijoto, ”Manajemen
Pemberdayaan. Sebuah Pengantar dan Panduan
Untuk Pemberdayaan Masyarakat”,
2007.
1. Dalam tahap penyadaran, target sasaran adalah masyarakat yang kurang mampu yang
harus diberikan pemahaman bahwa mereka mempunyai hak
untuk menjadi berada
atau mampu. Disamping itu juga mereka harus dimotivasi
bahwa mereka mempunyai kemampuan
untuk keluar dari kemiskinannya. Proses ini dapat dipercepat
dan dirasionalisasikan hasilnya
dengan hadirnya upaya pendampingan.
2. Tahap pengkapasitasan bertujuan untuk memampukan masyarakat yang
kurang
mampu sehingga mereka memiliki keterampilan untuk mengelola
peluang
yang akan diberikan. Dimana tahap
ini dilakukan dengan cara memberikan pelatihan-pelatihan, lokakarya dan kegiatan
sejenisnya yang bertujuan untuk meningkatkan life skill dari
masyarakat tersebut.
3. Pada tahap pendayaan, masyarakat diberikan peluang yang disesuaikan dengan
kemampuan yang dimiliki melalui partisipasi aktif
dan berkelanjutan yang ditempuh
dengan memberikan peran yang lebih besar secara bertahap,
sesuai dengan kapasitas dan kapabilitasnya
serta diakomodasi aspirasinya dan dituntun untuk melakukan
self evaluation
terhadap pilihan dan hasil pelaksanaan atas pilihan tersebut.
Menurut (Suharto:67-68), pelaksanaan proses
dan pencapaian tujuan pemberdayaan masyarakat dapat dicapai melalui penerapan pendekatan pemberdayaan yang disingkat menjadi 5P, yaitu:
1. Pemungkinan,
menciptakan suasana atau iklim memungkinkan potensi masyarakat
berkembang secara optimal. Pemberdayaan
harus mampu membebaskan masyarakat
dari sekat-sekat kultural dan strukturak yang menghambat.
2. Penguatan, memperkuat
pengetahuan dan kemampuan
yang dimiliki
masyarakat
dalam memecahkan
masalah dan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Pemberdayaan harus
menumbuhkembangkan
segenap kemampuan
dan kepercayaan diri masyarakat
yang menunjang kemandirian.
3.
Perlindungan, melindungi masyarakat
terutama kelompok-kelompok lemah agar tidak
tertindas oleh kelompok
yang kuat, menghindari persaingan
yang tidak seimbang (apalagi tidak sehat) antara yang
kuat dan yang lemah dan mencegah terjadinya eksploitasi kelompok yang kuat dan kelompok yang lemah. Pemberdayaan harus
diarahkan pada penghapusan segala jenis
diskriminasi dan dominasi yang menguntungkan masyarak
kecil.
4. Penyokongan, memberikan bimbingan dan dukungan
agar masyarakat mampu menjalankan
peranan dan tugas-tugas
kehidupannya. Pemberdayaan
harus mampu
menyokong masyarakat agar tidak terjatuh kedalam posisi yang semakin lemah dan
terpinggirkan.
5. Pemeliharaan, memelihara kondisi yang kondusif agar tidak terjadi keseimbangan
distribusi kekuasaan antara
berbagai
kelompok dalam
masyarakat. Pemberdayaan harus mampu menjamin keselarasan dan
keseimbangan yang memungkinkan setiap
orang memperoleh kesempatan berusaha.
II.1.3 Kebijakan-kebijakan Pemberdayaan
Gagasan pemberdayaan berangkat dari realitas obyektif yang merujuk
pada kondisi struktural yang
timpang dari sisi alokasi kekuasaan
dan pembagian akses sumberdaya masyarakat. Pemberdayaan sebenarnya merupakan sebuah alternatif pembangunan yang
sebelumnya dirumuskan menurut
cara pandang developmentalisme/modernisasi
(http://www.ireyogya.org/sutoro/pemberdayaan masyarakat desa.pdf. diakses pada tanggal 24
januari 2013).
Adapun kebijakan-kebijakan
tentang pemberdayaan
masyarakat
adalah sebagai berikut:
a) Kebijakan Pemerintah
tentang pemberdayaan masyarakat secara
tegas tertuang didalam GBHN Tahun 1999, serta Undang-undang Nomor: 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah. Didalam GBHN Tahun 1999, khususnya didalam
“Arah Kebijakan Pembangunan
Daerah”, antara lain dinyatakan
“mengembangkan otonomi daerah
secara luas, nyata dan bertanggung
jawab dalam rangka pemberdayaan masyarakat, lembaga
ekonomi,
lembaga politik, lembaga
hukum, lembaga
keagamaan, lembaga adat dan lembaga swadaya masyarakat, serta seluruh
potensi masyarakat dalam wadah NKRI “.
b) Sedangkan didalam Undang-undang. Nomor: 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah
Daerah, antara lain ditegas-kan
bahwa “Hal-hal yang mendasar dalam Undang- undang ini adalah mendorong
untuk memberdayakan
masyarakat, menumbuhkembangkan prakarsa dan kreativitas, serta meningkatkan
peran serta masyarakat “.
c) Mencermati rumusan kebijakan Pemerintah
didalam dua
dokumen kebijakan tersebut,
dapat disimpulkan bahwa “kebijakan
pemberdayaan masyarakat merupakan
bagian yang tak terpisahkan dari kebijakan otonomi daerah”. Setiap
upaya yang dilakukan dalam
rangka pemberdayaan masyarakat akan secara langsung mendukung upaya pemantapan dan
penguatan otonomi daerah,
dan setiap upaya yang dilakukan dalam rangka pemantapan dan penguatan otonomi daerah akan memberikan dampak
terhadap upaya pemberdayaan masyarakat.
d) Dalam Undang-undang Nomor: 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) Tahun 2000-2004 dan Program
Pembangunan Daerah
(BAPPEDA) dinyatakan bahwa tujuan pemberdayaan masyarakat adalah meningkatkan keberdayaan masyarakat
melalui penguatan lembaga dan organisasi masyarakat
setempat, penanggulangan kemiskinan dan perlindungan sosial masyarakat,
peningkatan keswadayaan masyarakat luas guna membantu masyarakat untuk meningkatkan kehidupan
ekonomi, sosial dan politik”.
e) Dalam rangka mengemban tugas dalam bidang pemberdayaan masyarakat, Badan Pemberdayaan Masyarakat telah menetapkan visi, misi, kebijakan,
strategi dan program pemberdayaan
masyarakat.
II.2 Pengerian Usaha Kecil dan
Menengah (UKM)
Usaha Kecil dan Menengah (UKM) adalah sebuah istilah yang mengacu pada jenis usaha kecil yang memiliki kekayaan bersih paling
banyak Rp 200.000.000,- tidak termasuk
tanah dan bangunan tempat usaha. (http://kangheru.multiply.com/journal/item/47/Pengertian- Usaha-Kecil-Menengah-UKM-diakses pada tanggal
10 januari 2013 pukul 19.00)
Pengertian tentang UKM
sangat beragam,
baik itu dari instansi,
pemerintah dan bahkan UU
yaitu sebagai berikut:
1. Menurut Keputusan
Presiden RI No. 99 tahun
1998,
pengertian
UKM adalah Kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil
dengan bidang usaha yang secara
mayoritas merupakan kegiatan usaha
kecil dan perlu dilindungi untuk mencegah
dari persaingan yang
tidak sehat.
2. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS)
Pengertian usaha kecil menengah berdasarkan kuantitas tenaga kerja adalah bahwa
usaha kecil merupakan
entitas usaha yang memiliki jumlah tenaga kerja 5 s/d 19
orang. Sedangkan, usaha menengah memiliki entitas usaha yang memiliki jumlah tenaga kerja 20 s/d 29 orang.
3. Menurut UU No. 20 Tahun 2008
Usaha kecil menengah
dibagi kedalam dua (2) yakni:
a) Usaha kecil adalah entitas yang memiliki kriteri
sebagai berikut:
Kekayaan bersih
lebih dari Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai
dengan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Dan memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300.000.000,00 (tiga
ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).
b) Sementara itu, yang disebut dengan Usaha
Menengah adalah entitas usaha yang memiliki kriteria sebagai
berikut :
Kekayaan
bersih lebih dari Rp 500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan
tempat usaha. Dan memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta
rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh milyar
rupiah).
II.2.1 Kriteria-Kriteria UKM
Adapun kriteria
UKM menutut UU No. 9 Tahun 1995
adalah sebagai berikut
:
1) Memiliki kekayaan bersih paling sedikit Rp. 200.000.000,- (Dua Ratus Juta Rupiah)
tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
usaha.
2) Memiliki hasil penjualan tahunan
paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (Satu Miliar
Rupiah).
3) Milik warga Negara Indonesia (WNI)
4) Berdiri sendiri, bukan
merupakan anak usaha perusahaan atau cabang
perusahaan yang tidak dimiliki,
dikuasai atau berafiliasi
langsung maupun tidak langsung dengan usaha besar atau menengah.
5) Berbentuk usaha orang perorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum atau
badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi
(http://bumukm.com/berita/17/Kriteria-Usaha-Mikro,-Kecil-dan-Menengah (UMKM) html-diakses pada tanggal 14 januari 2013 pukul 22.00)
II.3 Pengertian Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat (PNPM) Mandiri
PNPM Madiri adalah program nasional
dalam wujud kerangka-kebijakan
sebagai dasar dan acuan pelaksanaan program-program penanggulangan kemiskinan berbasis
pemberdayaan masyarakat. PNPM Mandiri dilaksanakan melalui harmonisasi dan
pengembangan sistem serta mekanisme dan prosedur
program, penyediaan pendampingan dan pendanaan stimulan untuk mendorong prakarsa dan inovasi
masyarakat dalam upaya penanggulangan kemiskinan yang berkelanjutan.
II.3.1 Pendekatan PNPM
Mandiri
Pendekatan atau upaya-upaya rasional dalam mencapai tujuan program dengan memperhatikan prinsip-prinsip pengelolan
program adalah pembangunan
yang berbasis masyarakat dengan:
1. Menggunakan Kecamatan sebagai fokus program untuk mengharmonisasikan
perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian program.
2. Memposisikan masyarakat
sebagai penentu/pengambil kebijakan dan pelaku utama pembangunan pada tingkat local.
3. Mengutamakan nilai-nilai universal dan budaya lokal
dalam proses pembangunan partisipatif.
4. Menggunakan pendekatan pemberdayaan
masyarakat yang sesuai dengan karakteristik sosial,
budaya dan geografis.
5. Melalui proses pemberdayaan
yang terdiri atas pembelajaran,
kemandirian, dan keberlanjutan.
II.3.2 Prinsip Dasar PNPM Mandiri
PNPM Mandiri menekankan prinsip-prinsip dasar
sebagai berikut :
1. Bertumpu Pada Pembangunan Manusia.
Pelaksanaan PNPM Mandiri senantiasa
bertumpu pada peningkatan harkat
dan martabat manusia seutuhnya.
2. Otonomi. Dalam
pelasanaan
PNPM Mandiri,
masyarakat
memiliki kewenangan secara mandiri untuk berpartisipasi dan mengelola
kegiatan pembangunan secara swakelola.
3. Desentralisasi. Kewenangan pengelolaan kegiatan pembangunan sektoral dan
kewilayahan dilimpahkan kepada Pemerintah daerah atau masyarakat sesuai dengan kepastiannya.
4. Berorientasi pada masyarakat Miskin. Semua kegiatan yang dilaksanakan
mengutamakan kepentingan dan
kebutuhan masyarakat miskin dan kelompok
masyarakat yang kurang beruntung.
5. Partisipasi. Masyarakat
terlibat secara
aktif dalam setiap
proses pengambilan
keputusan pembangunan dan secara gotong
royong menjalankan pembangunan.
6. Kesetaraan dan Keadilan Gender.
Laki-laki dan perempuan mempunyai kesetaraan dalam
perannya disetiap
tahap
pembangunan
dan
dalam
menikmati secara adil manfaat
kegiatan pembangunan.
7. Demokratis. Setiap
pengambilan keputusan pembangunan dilakukan secara
musyawarah dan mufakat dengan
tetap berorientasi pada
kepentingan masyarakat miskin.
8. Transparansi dan
Akuntabel.
Masyarakat harus
memiliki akses yang
memadai
terhadap segala informasi dan proses pengambilan keputusan sehingga pengelolaan kegiatan dapat dilaksanakan secara terbuka dan dipertanggunggugatkansecara moral, teknis, legal maupun
admistratif.
9. Prioritas. Pemerintah dan masyarakat harus memprioritaskan pemenuhankebutuhan untuk pengentasan kemiskinan dengan mendayagunakansecara
optimal berbagai sumberdaya
yang terbatas.
10. Kolaborasi. Semua
pihal yang berkepentingan
dalam
penanggulangankemiskinan
didorong untuk mewujudkan kerjasama
dan sinergiantar
pemangku kepentingan dalam penanggulangan
kemiskinan.
11. Keberlanjutan. Setiap pengambilan keputusan harus mempertimbangkankepentingan peningkatan kesejahteraan masyarakat
tidak hanyasaat ini tapi
juga di masa depan dengan tetap menjaga kelestarianlingkungan.
12. Sederhana. Semua
aturan, mekanisme dan
prosedur dalam pelaksanaan
PNPMMandiri harus sederhana,
fleksibel, mudah dipahami, dan mudah
dikelola, serta dapat dipertanggungjawabkan oleh masyarakat.
II.3.3 Tujuan PNPM Mandiri
1. Tujuan Umum
Meningkatnya kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin secara mandiri.
2. Tujuan Khusus
a. Meningkatnya partisipasi seluruh masyarakat, termasuk masyarakat miskin,
kelompok perempuan, komunitas adat terpencil dan
kelompok masyarakat lainnya yang rentan dan sering terpinggirkan ke dalam proses pengambilan
keputusan dan pengelolaan
pembangunan.
b. Meningkatnya
kapasitas kelembagaan masyarakat yang mengakar, representatif dan akuntabel.
c. Meningkatnya kapasitas Pemerintah
dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat terutama masyarakat
miskin melalui kebijakan, program
dan penganggaran yang berpihak pada masyarakat miskin
(pro poor).
d. Meningkatnya sinergi masyarakat, Pemerintah daerah, swasta, asosiasi, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, organisasi masyarakat dan kelompok perduli lainnya untuk mengefektifkan upaya-upaya
penanggulangan kemiskinan.
e. Meningkatnya
keberadaan dan kemandirian
masyarakat serta
kapasitas Pemerintah daerah dan kelompok perduli setempat dalam menanggulangi kemiskinan
di wilayahnya.
f. Meningkatnya
modal sosial masyarakat yang berkembang
sesuai dengan
potensi sosial dan budaya serta untuk melestarikan
kearifan lokal.
g. Meningkatnya inovasi
dan pemanfaatan teknologi tepat guna, informasi dan komunikasi
dalam pemberdayaan masyarakat.
II.3.4 Dasar Hukum PNPM Mandiri
Dasar hukum pelaksanaan PNPM Mandiri mengacu pada landasan
konstitusional Undang-undang Dasar 1945 beserta amandemennya, Pancasila, dan peraturan
perundang- undangan yang berlaku, serta landasan
khusus pelaksanaan PNPM Mandiri
yang akan
disusun kemudian. Peraturan perundang-undangan khususnya terkait sistem
Pemerintahan,
perencanaan, keuangan negara, dan
kebijakan penanggulangan kemiskinan adalah sebagai berikut:
1. Sistem Pemerintahan
Dasar peraturan
perundangan sistem Pemerintahan yang digunakan adalah:
a. Undang-undang Nomor: 22 Tahun 1999. Undang-undang Nomor: 32 Tahun
2004 tentang
Pemerintahan Daerah.
b. Peraturan
Pemerintah
Nomor: 72 Tahun 2005 tentang Pemerintah
Desa. c. Peraturan Pemerintah Nomor: 73 Tahun 2005 tentang
Kelurahan.
d. Peraturan
Presiden Nomor:
54
Tahun
2005
tentang
Tim
Koordinasi
Penanggulangan
Kemiskinan.
2. Sistem Perencanaan
Dasar peraturan perundangan sistem perencanaan terkait
adalah:
a. Undang-undang Nomor: 25 Tahun 2004
tentang
SistemPerencanaan
Pembangunan
Nasional (SPPN).
b.
Undang-undang Nomor:
17
Tahun
2007
tentang
RencanaPembangunan
Jangka Panjang
Nasional 2005-2025.
c. Peraturan Presiden
Nomor: 7 Tahun
2005
tentang RencanaPembangunan
Jangka Menengah
(RPJM) Nasional 2004-2009.
d. Peraturan Pemerintah Nomor: 39 Tahun 2006 tentang Tata CaraPengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan.
e. Peraturan Pemerintah Nomor: 40 Tahun 2007 tentang Tata CaraPenyusunan
Rencana Pembangunan
Nasional.
f. Instruksi Presiden
Nomor: 9 Tahun 2000 tentangPengarusutamaan
Gender
dalam Pembangunan Nasional.
3. Sistem Keuangan Negara
Dasar peraturan perundangan sistem keuangan negara adalah sebagai berikut :
a. Undang-undang Nomor: 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor
4286);
b. Undang-undang Nomor: 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4455);
c. Undang-undang Nomor:
33
Tahun
2004
tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4438);
d. Peraturan Pemerintah Nomor: 57 Tahun 2005 tentang
Hibah Kepada Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 139, Tambahan LembaranNegara Republik Indonesia Nomor 4577);
e. Peraturan Pemerintah Nomor: 2 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengadaan
Pinjaman dan atau
Penerimaan
Hibah
serta
Penerusan Pinjaman dan/atau
Hibah Luar Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2006 Nomor
3, Tambahan LembaranNegara Republik
Indonesia Nomor 4597);
f. Keputusan Presiden
Nomor: 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan
Barang/jasa Pemerintah;
g. Peraturan Menteri PPN/Kepala Bappenas Nomor: 005/MPPN/06/2006 tentang Tata cara Perencanaan dan
Pengajuan Usulan serta Penilaian Kegiatan
yang Dibiayai dari Pinjaman/Hibah
Luar Negeri;
h. Peraturan Menteri Keuangan
Nomor: 52/PMK.010/2006 tentang
Tata Cara
Pemberian
Hibah kepada Daerah;
i. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor: 13 Tahun 2006 tentangPedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah.
II.3.5 Struktur Organisasi PNPM Mandiri
Penyelenggaraan PNPM Mandiri dilakukan secara berjenjang dari tingkat nasional
sampai tingkat desa/kelurahan
dengan pengorganisasian
sebagai berikut.
1. Tingkat Nasional
Penanggung jawab pengelolaan program
tingkat nasional PNPM Mandiri Perkotaan adalah Departemen Pekerjaan Umum yang bertindak sebagai lembaga penyelenggara
program (executing agency).
Untuk melaksanakan Program
Penanggulangan Kemiskinan
di Perkotaan (P2KP) agar dapat mencapai sasaran yang telah ditetapkan dan terciptanya sinergidengan program lainnya untuk mengoptimalkan hasil yang
dicapai dalam rangka keberlanjutan program
sekaligus mendukung pelaksanaan
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan
(PNPM-Mandiri Perkotaan), telah dibentuk Unit Manajemen Program Penanggulangan Kemiskinan
di Perkotaan (PMU
P2KP) sesuai Keputusan Menteri Pekerjaan
Umum nomor
358/KPTS/M/2008 tanggal 10 Juni 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit
Manajemen
Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (PMU P2KP).
2. Tingkat Propinsi
Di tingkat propinsi
dikoordinasikan langsung oleh Gubernur setempat melalui Bapeda Propinsi dengan menunjuk Tim Koordinasi Pelaksanaan PNPM yang anggotanya terdiri dari pejabat instansi terkait di daerah di
bawah koordinasi TKPKD Propinsi.
Sebagai pelaksana ditunjuk Dinas
Pekerjaan Umum/Bidang Ke-Cipta Karya-an di
bawah kendali/koordinasi
Satker Non Vertikal
Tertentu
(SNVT) PBL tingkat propinsi. Tugas Kepala SNVT PBL Propinsi adalah :
a. Melaksanakan kegiatan teknis dan administratif untuk pelaksanaan PNPM
Mandiri Perkotaan sesuai arah kebijakan
PMU-P2KP ;
b.
Mengelola tata pelaporan pelaksanaan PNPM Mandiri
Perkotaan;
c. Mempertanggungjawabkan seluruh
pengeluaran dana sesuai ketentuan yang
berlaku;
d. Bersama dgn KMW dan TKPKD menindak lanjuti berbagai pengaduan
terkait PNPM Mandiri Perkotaan sampai proses hukum/ke tangan penegak hukum dengan tetap mengutamakan
penyelesaian secara kekeluargaan.
3. Tingkat Kota/Kabupaten
Di tingkat Kabupaten/Kota dikoordinasikan
langsung oleh Walikota/Bupati setempat melalui Bapeda Kabupaten/Kota dengan menunjuk Tim
Koordinasi Pelaksanaan PNPM (TKPP) yang
anggotanya terdiri dari pejabat instansi terkait di daerah di
bawah koordinasi TKPKD Kabupaten/Kota. TKPKD Kota/ Kabupaten dalam PNPM
Mandiri Perkotaan berperan mengkoordinasikan TKPP dari berbagai program penanggulangan kemiskinan.
4. Tingkat Kecamatan
Di tingkat kecamatan, unsur utama pelaksanaan PNPM
Mandiri Perkotaan
yaitu
sebagai berikut :
a. Camat
Peran pokok
Camat adalah memberikan
dukungan dan
jaminan atas kelancaran pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan di wilayah kerjanya, dengan rincian tugas sebagai berikut:
1) Melakukan sosialisasi
program
PNPM
Mandiri
Perkotaan kepada
Lurah dan perangkat kelurahan
di wilayah kerjanya;
2)
Memfasilitasi berlangsungnya koordinasi dan konsolidasi dalam pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan di wilayah kerjanya;
3) Melakukan pemantauan
pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan di wilayah kerjanya dan
menerima serta
memverifikasi
laporan para Lurah / Kades;
4) Mendorong dan
mendukung
tumbuhnya forum
LKM tingkat kecamatan;
5) Memfasilitasi berlangsungnya integrasi antara rencana program masyarakat
dan
program
daerah lainnya
dalam Musrenbang Kecamatan;
6) Melakukan koordinasi dan kerjasama dengan Forum
LKM di tingkat kecamatan/kota/kabupaten, KSM, dan kelompok peduli lainnya untuk meningkatkan keberhasilan PNPM Mandiri Perkotaan di wilayah kerjanya; serta
7) Berkoordinasi dengan PJOK dan Tim
Fasilitator dalam penyelesaian persoalan, konflik dan penanganan
pengaduan mengenai pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan di wilayahnya.
b. Penanggung Jawab Operasional Kegiatan
(PJOK)
Di tingkat kecamatan ditunjuk PJOK (Penanggung
Jawab Operasional Kegiatan). PJOK
adalah perangkat kecamatan yang diangkat oleh
Walikota/Bupati) untuk pengendalian kegiatan
di tingkat
kelurahan
administrasi pelaksanaan
PNPM Mandiri Perkotaan di
wilayah kerjanya.Tugas pokok PJOK adalah sebagai berikut:
1) Memantau
pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan di wilayah kerjanya;
2) Melaksanakan administrasi
program berupa penandatanganan SPPB, memproses
SPPB ke bank pembayar
dan lain-lain;
3) Membuat laporan bulanan pelaksanaan tugas setiap bulan. Laporan
bulanan dibuat
rangkap tiga untuk
diserahkan sebelum tanggal
15
setiap bulan kepada bupati/walikota. Laporan
tersebut dikirim juga
sebagai tembusan kepada Camat dan Lurah/Kades di wilayah kerjanya;
4) Membuat laporan
pertanggungjawaban pada akhir masa jabatannya
dan menyerahkannya kepada Walikota/Bupati paling lambat satu bulan setelah masa tugasnya sebagai PJOK berakhir. Jika terjadi pergantian PJOK antar waktu, maka PJOK sebelumnya harus membuat Berita
Acara Serah Terima Pekerjaan kepada PJOK
penggantinya. Berita Acara tersebut
memuat pelaksanaan tugas, hasil-hasil
kegiatan, hasil monitoring dan evaluasi serta
dilengkapi dengan uraian dan
penjelasanpenggunaan dana
BOP-PJOK;
5) Melakukan koordinasi dan sinkronisasi kegiatan PNPM Mandiri Perkotaan dengan KMW dan Tim Fasilitator untuk bersama- samamenangani penyelesaian permasalahan dan pengaduan mengenai
pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan di wilayah kerjanya;
6) Melakukan pemeriksaan
terhadap penggunaan dana yang telah
disalurkan kepada masyarakat (LKM/KSM/Panitia/dsb) sesuai dengan
usulan yang disetujui Fasilitator.
5. Tingkat Kelurahan/Desa
Di tingkat kelurahan/desa,
unsur utama pelaksanaan PNPM Mandiri
Perkotaan adalah (1) Lurah/Kades dan perangkatnya, (2) Relawan masyarakat,
(3) LKM (Lembaga Keswadayaan Masyarakat),
(4)
KSM
(Kelompok
Swadaya Masyarakat)dengan peran dan tugas masing-masing
unsur yaitu sebagai berikut :
a. Lurah
atau Kepala Desa
Secara umum
peran utama Kepala Kelurahan/Lurah dan Kepala Desa adalah
memberikan
dukungan dan jaminan agar pelaksanaan PNPM Mandiri
Perkotaan di wilayah kerjanya dapat berjalan dengan lancar sesuai dengan
aturan yang
berlaku sehingga tujuan
yang diharapkan melalui PNPM Mandiri Perkotaandapat tercapai
dengan baik.Untuk Itu Lurah/
Kepala Desa dapat mengerahkan perangkat
kelurahan atau desa sesuai dengan fungsi masing- masing.Secara
rinci tugas dan tanggung
jawab Lurah/Kepala Desa dalam
pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan adalah sebagai berikut:
1) Membantu sosialisasi tingkat kelurahan/desa
dan Kesiapan Masyarakat yang
menyatakan kesiapan seluruh
masyarakat untuk mendukung
dan melaksanakan PNPM Mandiri
Perkotaan;
2) Memfasilitasi terselenggaranya
pertemuan pengurus RT/RW dan
masyarakat dengan KMW/Tim Fasilitator, dan relawan masyarakat
dalam upaya penyebarluasan informasi
dan
pelaksanaan
PNPM Mandiri Pedesaan.
3) Memfasilitasi
pelaksanaan
pemetaan swadaya (Community Self Survey) dalam rangka pemetaan kemiskinan dan potensi sumberdaya
masyarakat yang dilaksanakan
secara swadaya oleh masyarakat;
4) Memfasilitasi proses pembentukan
LKM. (Bentuk-bentuk dukungan disesuaikan
dengan kebutuhan masyarakat setempat, serta ketentuan PNPM Mandiri Pedesaan).
5) Memfasilitasi dan
mendukung penyusunan Program
Jangka Menengah Penanggulangan Kemiskinan dan rencana tahunannya oleh masyarakat
yang diorganisasikan
oleh lembaga kepemimpinan
masyarakat
setempat (LKM).
6) Memfasilitasi koordinasi dan sinkronisasi
kegiatan yang terkait dengan penanggulangan kemiskinan termasuk peninjauan lapangan oleh berbagai pihak berkepentingan.
7) Memfasilitasi PJM Pronangkis
sebagai program kelurahan/desa untuk dibahasa didalam Musrenbang kelurahan/desa.
8) Memberi laporan bulanan kegiatan PNPM Mandiri Perkotaan diwilayahnya kepada Camat.
9) Berkoordinasi dengan Tim
Fasilitator, relawan masyarakat dan LKM,
memfasilitasi
penyelesaian persoalan dan konflik serta penanganan
pengaduan yang muncul dalam
pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan
diwilayah kerjanya.
II.4 Defenisi Konsep
Menurut Masri Singarimbun
(1995:37) bahwa konsep adalah istilah yang
digunakan untuk menggambarkan kejadian
secara
abstrak kejadian atau
kelompok individu yang menjadi pusat ilmu sosial. Defenisi
konsep berfungsi untuk menemukan batasan-batasan masalah yang ada dalam
penelitian. Karena dalam penelitian deskriftif diperlukan fokus penelitian agar data penelitian yang akan diteliti dapat terukur validitasnya. Untuk itu dalam
penelitian ini, penulis menguraikan defenisi konsep
sebagai berikut :
1.
Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan Masyarakat adalah upaya
untuk menciptakan atau
meningkatkan kapasitas masyarakat, baik secara individu maupun berkelompok, dalam memecahkan
berbagai persoalan terkait upaya peningkatan kualitas
hidup, kemandirian dan
kesejahteraannya. Pemberdayaan masyarakat memerlukan keterlibatan
yang besar
dari perangkat Pemerintah daerah serta berbagai pihak untuk
memberikan
kesempatan dan menjamin keberlanjutan berbagai hasil
yang dicapai.
2.
Usaha Kecil dan Menengah
(UKM)
Usaha Kecil dan Menengah (UKM) adalah sebuah istilah
yang mengacu pada jenis usaha
kecil yang memiliki kekayaan bersih paling banyak
Rp 200.000.000,- tidak
termasuk tanah dan bangunan tempat
usaha. UKM sesungguhnya merupakan sektor ekonomi yang memiliki efisiensi tinggi dibandingkan usaha dalam skala besar. UKM yang lebih banyak dikelola dan menjadi milik keluarga, memiliki fisibilitas tinggi
dalam menghadapi perubahan pasar.
Jika di bandingkan dengan sektor usaha berskala
besar yang dilingkupi banyak faktor pada saat
sebuah keputusan perusahaan
akan diambil.
Disamping itu,
usaha skala besar biasanya
sangat tergantung
kepada kemajuan teknologi yang dimiliki pula.Risiko
pada usaha skala besarpun lebih
tinggi
dibandingkan UKM.
3.
Progaram Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)
PNPM Madiri
adalah program nasional
dalam wujud kerangka-kebijakan
sebagai dasar dan acuan pelaksanaan program-program penanggulangan kemiskinan
berbasis pemberdayaan
masyarakat. PNPM Mandiri dilaksanakan
melalui harmonisasi dan
pengembangan sistem serta mekanisme dan prosedur program, penyediaan pendampingan dan pendanaan
stimulan untuk mendorong
prakarsa dan inovasi
masyarakat dalam upaya penanggulangan kemiskinan yang
berkelanjutan.
0 Response to "PEMBERDAYAAN MASYARAKAT"
Post a Comment