QANUN ACEH TENTANG BAITUL MAL
QANUN ACEH NOMOR 10 TAHUN 2007
TENTANG BAITUL MAL
BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA
GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM,
Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan Syariat Islam dan mengoptimalkan pendayagunaan zakat, wakaf, dan harta agama sebagai potensi ekonomi umat Islam, perlu dikelola secara optimal dan efektif oleh sebuah lembaga profesional yang bertanggungjawab;
b. bahwa dalam kenyataannya, pengelolaan zakat, wakaf dan harta agama lainnya telah lama dikenal dalam masyarakat Aceh, namun pengelolaannya belum dapat secara optimal;
c. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 180 ayat (1) huruf d, Pasal 191 dan Pasal 192 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, berkenaan dengan zakat, wakaf, dan harta agama dikelola oleh Baitul Mal yang diatur dengan Qanun Aceh;
d. bahwa untuk maksud tersebut, perlu membentuk Qanun Aceh tentang Baitul Mal.
Mengingat : 1. Al-Qur’an;
2. Al-Hadist;
3. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956, tentang Pembentukan Daerah Otonom Propinsi Atjeh dan Perubahan Peraturan Propinsi Sumatera Utara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956
Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
1103);
4. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat
(Lembaran Negara Republik Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor
164, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3885);
5. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan
6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109);
7. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4280);
8. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor Tahun 2004 Nomor 4355);
9. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
10. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun
2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 3 tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 4548);
11. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 159 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4459);
12. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 4611, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4611);
13. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 62
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4633 );
15. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2007 tentang Penanganan Permasalahan Hukum dalam rangka Pelaksanaan Rehabilitasi dan Rekontruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias di Provinsi Sumatera Utara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 119);
16. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4737);
17. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 89);
18. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140);
19. Peraturan Daerah (Qanun) Propinsi Daerah Istimewa Aceh Nomor 5
Tahun 2000 tentang Pelaksanaan Syariat Islam (Lembaran Daerah
Propinsi Daerah Istimewa Aceh Tahun 2000 Nomor 30);
20. Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 10 Tahun 2002 tentang Peradilan Syariat Islam (Lembaran Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2002 Nomor 2 Seri E Nomor 2, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 4);
21. Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 11 Tahun 2002 tentang Pelaksanaan Syariat Islam Bidang Aqidah, Ibadah, dan Syiar Islam (Lembaran Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun
2002 Nomor 54 Seri E Nomor 15, Tambahan Lembaran Daerah
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 5);
22. Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 2 Tahun 2003 tentang Susunan, Kedudukan dan Kewenangan Kabupaten/Kota
23. Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 3 Tahun 2003 tentang Susunan, Kedudukan dan Kewenangan Pemerintah Kecamatan dalam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (Lembaran Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2003 Nomor 16
Seri D Nomor 6, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam Nomor 19);
24. Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 5 Tahun 2003 tentang Pemerintahan Gampong (Lembaran Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2003 Nomor 17 Seri D Nomor 7, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 21);
25. Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan
Qanun (Lembaran Daerah Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2007
Nomor 03, Tambahan Lembaran Daerah Nanggroe Aceh Darussalam
Tahun 2007 Nomor 03);
26. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah;
27. Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia, Nomor 373 Tahun
2003 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT ACEH
dan
GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM MEMUTUSKAN :
Menetapkan : QANUN ACEH TENTANG BAITUL MAL.
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1
Dalam Qanun ini yang dimaksud dengan :
1. Aceh adalah Daerah Provinsi yang merupakan kesatuan masyarakat hukum yang bersifat istimewa dan diberi kewenangan khusus untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, yang dipimpin oleh seorang Gubernur.
2. Kabupaten/Kota adalah bagian dari daerah provinsi sebagai suatu kesatuan masyarakat hukum yang diberi kewenangan khusus untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang dipimpin oleh seorang Bupati/Walikota.
3. Mukim adalah kesatuan masyarakat hukum di bawah kecamatan yang terdiri atas gabungan beberapa gampong yang mempunyai batas wilayah tertentu yang dipimpin oleh Imeum Mukim atau nama lain dan berkedudukan langsung di bawah Camat.
4. Gampong atau nama lain adalah kesatuan masyarakat hukum yang berada di bawah Mukim dan dipimpin oleh Keuchik atau nama lain yang berhak menyelenggarakan urusan rumah tangga sendiri.
5. Pemerintahan Aceh adalah pemerintahan daerah provinsi dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyelenggarakan urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Aceh dan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh sesuai dengan fungsi dan kewenangan masing-masing.
6. Pemerintahan Kabupaten/Kota adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh pemerintah Kabupaten/Kota dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota sesuai dengan fungsi dan kewenangan masing-masing.
7. Gubernur adalah Kepala Pemerintah Aceh yang dipilih melalui suatu proses
8. Bupati/Walikota adalah kepala pemerintahan daerah kabupaten/kota yang dipilih melalui suatu proses demokratis yang dilakukan berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.
9. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Aceh yang selanjutnya disebut Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) adalah unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah Aceh yang anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.
10. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota yang selanjutnya disebut Dewan Perwakilan Rakyat kabupaten/kota (DPRK) adalah unsur penyelenggara pemerintahan kabupaten/kota yang anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.
11. Baitul Mal adalah Lembaga Daerah Non Struktural yang diberi kewenangan untuk mengelola dan mengembangkan zakat, wakaf, harta agama dengan tujuan untuk kemaslahatan umat serta menjadi wali/wali pengawas terhadap anak yatim piatu dan/atau hartanya serta pengelolaan terhadap harta warisan yang tidak ada wali berdasarkan Syariat Islam.
12. Lembaga Amil Zakat yang selanjutnya disebut LAZ adalah institusi pengelola zakat yang sudah ada atas prakarsa masyarakat dan didaftarkan pada Baitul Mal.
13. Unit Pengumpul Zakat yang selanjutnya disebut UPZ adalah satuan organisasi yang dibentuk oleh Baitul Mal Aceh dan Kabupaten/Kota dengan tugas mengumpulkan zakat para muzakki pada instansi pemerintah dan lingkungan swasta.
14. Zakat adalah bagian dari harta yang wajib disisihkan oleh sorang muslim atau badan (koorporasi) sesuai dengan ketentuan Syariat Islam untuk disalurkan kepada yang berhak menerimanya dibawah pengelolaan Baitul Mal.
15. Zakat Fitrah adalah sejumlah bahan makanan pokok atau uang senilai harganya yang dikeluarkan oleh setiap orang Islam untuk diri dan tanggungannya pada akhir Ramadhan sesuai dengan ketentuan syari’at.
16. Zakat Maal adalah zakat yang dikenakan atas harta yang disisihkan oleh seorang muslim atau badan yang dimilki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan syari’at.
17. Muzakki adalah orang atau badan yang berkewajiban menunaikan zakat.
18. Mustahik adalah orang atau badan yang berhak menerima zakat.
19. Harta Benda Wakaf adalah harta benda yang memiliki daya tahan lama dan/atau manfaat jangka panjang serta mempunyai nilai ekonomi menurut syariat yang
21. Nazhir adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari wakif untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya.
22. Harta Agama adalah sejumlah kekayaan umat Islam yang bersumber dari zakat, infaq, shadaqah, wakaf, hibah, meusara, harta wasiat, harta warisan, dan lain-lain yang diserahkan kepada Baitul Mal untuk di kelola dikembangkan sesuai dengan ketentuan Syariat.
23. Pengelolaan Harta Agama adalah serangkaian kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pemeliharaan, pelaksanaan dan pengawasan terhadap penetapan, pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan oleh Baitul Mal.
24. Mahkamah Syar’iyah Aceh dan Mahkamah Syar’iyah Kabupaten/Kota adalah pengadilan selaku pelaksana kekuasaan kehakiman dalam lingkungan peradilan agama yang merupakan bagian dari sistem peradilan nasional.
25. Perwalian adalah kewenangan yang diberikan kepada seseorang atau badan sebagai wakil dari anak atau sebagai pengampu dari orang yang tidak cakap untuk melakukan suatu perbuatan hukum demi kepentingan dan atas nama anak atau orang yang tidak mempunyai orang tua atau orang tuanya tidak cakap melakukan perbuatan hukum.
26. Wali adalah orang atau badan yang menjalankan kekuasaannya terhadap anak atau orang yang tidak mempunyai orang tuanya lagi atau orang tua dan ianya tidak cakap melakukan perbuatan hukum, baik untuk kepentingan pribadi, maupun harta kekayaannya.
27. Harta yang tidak diketahui pemiliknya adalah harta yang meliputi harta tidak bergerak, maupun harta bergerak, termasuk surat berharga, simpanan di bank, klaim asuransi yang tidak diketahui lagi pemilik atau tidak ada lagi ahli warisnya.
28. Majelis Permusyawaratan Ulama selanjutnya disebut MPU adalah majelis yang anggotanya terdiri atas ulama dan cendikiawan muslim yang merupakan mitra kerja Pemerintah Aceh, Pemerintah Kabupaten/Kota dan DPRA/DPRK baik pada tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota maupun Kecamatan.
29. Pembina Kecamatan adalah pihak yang berwewenang melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap Baitul Mal Kemukiman dan Baitul Mal Gampong atau nama lain dalam Kecamatan tersebut.
30. Badan Usaha adalah suatu badan yang meliputi perseroan terbatas, perseroan
31. Kepala Urusan Agama Kecamatan, selanjutnya disingkat KAKUAKEC adalah Kepala Urusan Agama di kecamatan yang merupakan aparat paling bawah dari Departemen Agama Republik Indonesia.
32. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Aceh, yang selanjutnya disebut Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah Provinsi Aceh yang ditetapkan dengan Qanun Aceh.
33. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota, yang selanjutnya disebut Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten/Kota (APBK) adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah Kabupaten/Kota yang ditetapkan dengan Qanun Kabupaten/Kota.
34. Pejabat Pengelola Keuangan Daerah, selanjutnya disingkat PPKD adalah kepala satuan kerja pengelola keuangan daerah yang mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan APBA/APBK dan bertindak sebagai bendahara umum daerah.
35. Bendahara Umum Daerah, selanjutnya disingkat BUD adalah PPKD yang bertindak dalam kapasitas sebagai bendahara umum daerah.
36. ‘Uqubat adalah ketentuan atau ancaman hukuman terhadap pelanggar jarimah ta’zir yang berkenaan dengan zakat.
BAB II
PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN ORGANISASI BAITUL MAL Bagian Kesatu
Pembentukan Baitul Mal
Pasal 2
Dengan Qanun ini dibentuk Baitul Mal Aceh, Baitul Mal Kabupaten/Kota, Baitul Mal
Kemukiman dan Baitul Mal Gampong.
Pasal 3
(1) Baitul Mal Aceh adalah Lembaga Daerah Non Struktural yang dalam melaksanakan tugasnya bersifat independen sesuai dengan ketentuan syariat, dan bertanggung jawab kepada Gubernur.
(2) Baitul Mal Kabupaten/Kota adalah Lembaga Daerah Non Struktural yang dalam melaksanakan tugasnya bersifat independen sesuai dengan ketentuan syariat, dan
(3) Baitul Mal Mukim adalah Lembaga Kemukiman Non Struktural yang dalam melaksanakan tugasnya bersifat independen sesuai dengan ketentuan syariat, dan bertanggung jawab kepada Baitul Mal Kabupaten/Kota.
(4) Baitul Mal Gampong adalah Lembaga Gampong Non Struktural yang dalam melaksanakan tugasnya bersifat independen sesuai dengan ketentuan syariat, dan bertanggung jawab kepada Baitul Mal Kabupaten/Kota.
Bagian Kedua
Susunan Organisasi Baitul Mal Aceh
Pasal 4
(1) Badan Pelaksana Baitul Mal Aceh terdiri atas Kepala, Sekretaris, Bendahara, Bidang Pengawasan, Bidang Pengumpulan, Bidang Pendistribusian dan Pendayagunaan, Bidang Sosialisasi dan Pengembangan dan Bidang Perwalian yang terdiri dari Sub Bidang dan Sub Bagian.
(2) Jabatan Kepala, Wakil Kepala, Sekretaris, Bendahara, Kepala Subbag dan Kepala Sub Bidang Baitul Mal Aceh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Gubernur.
(3) Untuk dapat diangkat sebagai pejabat/pimpinan badan Baitul Mal Aceh harus memenuhi syarat sebagai berikut :
a. bertaqwa kepada Allah SWT dan taat beribadah;
b. amanah, jujur dan bertanggungjawab;
c. memiliki kredibilitas dalam masyarakat;
d. mempunyai pengetahuan tentang zakat, waqaf, harta agama dan harta lainnya serta manajemen;
e. memiliki komitmen yang kuat untuk mengembangkan pengelolaan zakat, waqaf, harta agama dan harta lainnya, dan
f. syarat-syarat lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Sebelum diangkat sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Gubernur membentuk tim independen yang bersifat ad hoc untuk melakukan uji kelayakan dan kepatutan terhadap calon-calon Kepala dan Wakil Kepala Baitul Mal Aceh.
(6) Calon Kepala dan Wakil Kepala Baitul Mal Aceh, sebelum ditunjuk dan diangkat oleh Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terlebih dahulu harus mendapat persetujuan Pimpinan DPRA, melalui telaahan Komisi terkait.
(7) Ketentuan lebih lanjut tentang struktur organisasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur dalam peraturan Gubernur.
Bagian Ketiga
Susunan Organisasi Baitul Mal Kabupaten/Kota
Pasal 5
(1) Badan Pelaksana Baitul Mal Kabupaten/Kota terdiri atas Kepala, Sekretaris, Bendahara, Bagian Pengumpulan, Bagian Pendistribusian dan Pendayagunaan, Bagian Sosialisasi dan Pembinaan dan Bagian perwalian yang terdiri dari Sub Bagian dan Seksi.
(2) Jabatan Kepala, Sekretaris, Bendahara dan Kepala Subbag dan Kepala Sub Bidang Baitul Mal Kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Bupati/Walikota.
(3) Pembinaan Baitul Mal Mukim dan Gampong atau nama lain dilaksanakan oleh Camat, Kepala KUA Kecamatan dan Ketua MPU Kecamatan di bawah koordinasi Baitul Mal kabupaten/Kota.
(4) Untuk dapat diangkat sebagai pejabat/pimpinan badan Baitul Mal Kabupaten/Kota harus memenuhi syarat sebagai berikut :
a. bertaqwa kepada Allah SWT dan taat beribadah;
b. amanah, jujur dan bertanggung jawab;
c. memiliki kredibilitas dalam masyarakat;
d. mempunyai pengetahuan tentang zakat, waqaf, harta agama dan harta lainnya serta manajemen;
e. memiliki komitmen yang kuat untuk mengembangkan pengelolaan zakat, waqaf, harta agama dan harta lainnya, dan
f. syarat-syarat lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Sebelum diangkat sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Bupati/Walikota membentuk
(6) Tata cara uji kelayakan dan kepatutan pemilihan Kepala dan Wakil Kepala Baitul Mal
Kabupaten/Kota ditetapkan dengan keputusan Bupati/Walikota.
(7) Calon Kepala dan Wakil Kepala Baitul Mal Kabupaten/Kota, sebelum ditunjuk dan diangkat oleh Bupati/Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terlebih dahulu harus mendapat persetujuan Pimpinan DPRK, melalui telaahan Komisi terkait.
(8) Ketentuan lebih lanjut tentang struktur organisasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur dalam peraturan Bupati/Walikota.
Bagian Keempat
Susunan Organisasi Baitul Mal Kemukiman
Pasal 6
(1) Pada tingkat kemukiman dapat dibentuk Badan Pelaksana Baitul Mal kemukiman.
(2) Badan Pelaksana Baitul Mal Kemukiman sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah Lembaga Non Struktural terdiri atas Ketua yang karena jabatannya dilaksanakan oleh Imuem Mesjid Kemukiman atau nama lain, Sekretaris, Bendahara, Seksi Perwalian, Seksi Perencanaan dan Pendataan dan Seksi Pengawasan yang ditetapkan oleh Imuem Mukim atau nama lain.
(3) Ketentuan lebih lanjut tentang struktur organisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam peraturan Bupati/Walikota.
Bagian Kelima
Susunan Organisasi Baitul Mal Gampong
Pasal 7
(1) Badan Pelaksana Baitul Mal Gampong atau nama lain adalah Lembaga Non Struktural, yang terdiri atas Ketua yang karena jabatannya dilaksanakan oleh Imuem Meunasah atau Imuem Mesjid atau nama lain, Sekretaris, Bendahara, Urusan Perwalian, Urusan Pengumpulan dan Urusan Penyaluran yang ditetapkan oleh Keuchik atau nama lain.
(2) Ketentuan lebih lanjut tentang struktur organisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam peraturan Bupati/Walikota.
BAB III
KEWENANGAN DAN KEWAJIBAN BAITUL MAL Bagian Kesatu
Ruang Lingkup Kewenangan
Pasal 8
(1) Baitul Mal mempunyai fungsi dan kewenangan sebagai berikut:
a. mengurus dan mengelola zakat, wakaf, dan harta agama;
b. melakukan pengumpulan, penyaluran dan pendayagunaan zakat;
c. melakukan sosialisasi zakat, wakaf dan harta agama lainnya;
d. menjadi wali terhadap anak yang tidak mempunyai lagi wali nasab, wali pengawas terhadap wali nashab, dan wali pengampu terhadap orang dewasa yang tidak cakap melakukan perbuatan hukum;
e. menjadi pengelola terhadap harta yang tidak diketahui pemilik atau ahli warisnya berdasarkan putusan Mahkamah Syari’ah; dan
f. membuat perjanjian kerjasama dengan pihak ketiga untuk meningkatkan pemberdayaan ekonomi umat berdasarkan prinsip saling menguntungkan.
(2) Kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan ketentuan syari’at dan peraturan perundang-undangan.
Pasal 9
Dalam menjalankan kewenangannya yang berkaitan dengan syar’iat, Baitul Mal berpedoman pada fatwa MPU Aceh.
Bagian Kedua
Kewenangan dan Kewajiban Baitul Mal Aceh
Pasal 10
(1) Baitul Mal Aceh sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 berwenang mengumpulkan, mengelola dan menyalurkan :
a. Zakat Mal pada tingkat Provinsi meliputi : BUMN, BUMD Aceh dan Perusahaan swasta besar;
1. pejabat/PNS/TNI-POLRI, Karyawan Pemerintah Pusat yang berada di Ibukota
Provinsi;
2. pejabat/PNS/Karyawan lingkup Pemerintah Aceh;
3. pimpinan dan anggota DPRA;
4. karyawan BUMN/BUMD dan perusahan swasta besar pada tingkat Provinsi;
dan
5. ketua, anggota dan karyawan lembaga dan badan daerah tingkat provinsi. c. Harta Agama dan harta waqaf yang berlingkup provinsi.
(2) Membentuk Unit Pengumpul Zakat (UPZ) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) yang ditetapkan dengan keputusan Baitul Mal Aceh.
(3) Meminta Laporan secara periodik setiap 6 (enam) bulan dari Baitul Mal
Kabupaten/Kota.
(4) melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap kegiatan Baitul Mal Kabupaten/ Kota.
Pasal 11
(1) Menyampaikan laporan dan pertanggungjawaban secara periodik setiap 6 (enam)
bulan kepada Gubernur.
(2) Menginformasikan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
kepada masyarakat.
Bagian Kedua
Kewenangan dan Kewajiban Baitul Mal Kabupaten/Kota
Pasal 12
(1) Baitul Mal Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 berwenang mengumpulkan, mengelola dan menyalurkan :
a. zakat mal pada tingkat Kabupaten/Kota meliputi : BUMD dan Badan Usaha yang berklasifikasi menengah.
b. zakat pendapatan dan jasa/ honorarium dari :
1. pejabat/PNS/TNI-POLRI, Karyawan Pemerintah Pusat/Pemerintah Aceh pada tingkat Kabupaten/ Kota;
4. karyawan BUMN/BUMD dan perusahaan swasta yang berada pada tingkat
Kabupaten/Kota.
c. Zakat sewa rumah/pertokoan yang terletak di Kabupaten/Kota. d. Harta Agama dan harta waqaf yang berlingkup kabupaten/kota
(2) membentuk Unit Pengumpul Zakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) yang ditetapkan dengan keputusan Baitul Mal Kabupaten/Kota.
(3) Meminta Laporan secara periodik setiap 6 (enam) bulan dari Baitul Mal Kemukiman dan Gampong atau nama lain.
(4) Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap kegiatan Baitul Mal Kemukiman dan Gampong atau nama lain.
Pasal 13
(1) Menyampaikan laporan dan pertanggungjawaban secara periodik setiap 6 (enam)
bulan kepada Bupati/Walikota.
(2) Menginformasikan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
kepada masyarakat.
Bagian Ketiga
Kewenangan dan Kewajiban Baitul Mal Kemukiman
Pasal 14
Baitul Mal Kemukiman mengelola dan mengembangkan harta agama dan harta waqaf lingkup kemukiman.
Pasal 15
(1) Menyampaikan laporan dan pertanggungjawaban secara periodik setiap 6 (enam)
bulan kepada Baitul Mal Kabupaten/Kota.
(2) Menginformasikan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
kepada masyarakat.
Bagian Keempat
Kewenangan dan Kewajiban Baitul Mal Gampong atau nama lain
Pasal 16
(1) Baitul Mal Gampong atau nama lain berwenang mengelola, mengumpulkan dan
b. zakat hasil perdagangan/usaha kecil, hasil pertanian, hasil peternakan, hasil perikanan dan hasil perkebunan dari masyarakat setempat;
c. zakat emas dan perak; dan
d. harta agama dan harta waqaf dalam lingkup Gampong atau nama lain. (2) Menyelenggarakan tugas-tugas perwalian.
Pasal 17
(1) Menyampaikan laporan dan pertanggungjawaban secara periodik setiap 6 (enam)
bulan kepada Baitul Mal Kabupaten/Kota.
(2) Menginformasikan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
kepada masyarakat.
BAB IV ZAKAT
Bagian Kesatu Kewajiban Zakat Pasal 18
(1) Zakat yang wajib dibayar terdiri atas zakat fitrah, zakat maal, dan zakat penghasilan. (2) Jenis harta yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah :
a. emas, perak, logam mulia lainnya dan uang;
b. perdagangan dan perusahaan;
c. perindustrian;
d. pertanian, perkebunan dan perikanan;
e. perternakan;
f. pertambangan;
g. pendapatan dan jasa; dan e. rikaz.
(3) Jenis harta lain yang wajib dikeluarkan zakatnya diluar yang dimaksud pada ayat (2)
Pasal 19
(1) Perhitungan kadar, nishab dan waktu (haul) zakat mal ditetapkan sebagai berikut :
a. emas, perak, logam mulia dan uang yang telah mencapai nishab 94 gram emas yang disimpan selama setahun, wajib zakatnya 2,5% pertahun;
b. harta perdagangan, perusahaan dan perindustrian yang telah mencapai nishab 94 gram emas pertahun, wajib dikeluarkan zakatnya sebesar 2.5% dari jumlah keuntungan;
c. hasil pertanian dan perkebunan yang telah mencapai nishab 5 wasaq (seukuran
6 gunca padi = 1.200 Kg padi), wajib dikeluarkan zakatnya sebesar 5% untuk setiap panen yang diolah secara intensif dan 10% untuk setiap panen yang diolah secara tradisional;
d. hewan ternak kambing atau sejenisnya yang telah mencapai nishab 40 ekor, wajib dikeluarkan zakatnya sebanyak satu ekor pertahun;
e. hewan ternak sapi, kerbau atau sejenisnya yang telah mencapai nishab 30 ekor wajib dikeluarkan zakatnya sebanyak satu ekor pertahun;
f. barang tambang yang hasilnya mencapai nishab senilai 94 gram emas, wajib dikeluarkan zakatnya sebesar 2.5% untuk setiap produksi/temuan;
g. pendapatan dan jasa yang telah mencapai nishab senilai 94 gram emas setahun, wajib dikeluarkan zakatnya sebesar 2.5%; dan
h. rikaz yang telah mencapai nishab senilai 94 gram emas, wajib dikeluarkanzakatnya sebesar 20% untuk setiap temuan.
(2) Jumlah nishab dan kadar harta lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat
(3) ditetapkan oleh MPU Aceh.
(3) Pembayaran zakat pendapatan/jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g dapat dicicil setiap bulan pada saat menerima pendapatan/jasa, apabila jumlah pendapatan/jasa yang diterima setiap bulan telah mencapai 1/12 dari 94 gram emas atau dibulatkan menjadi 7,84 gram emas.
Pasal 20
(1) Pengumpulan zakat dilakukan oleh Baitul Mal dengan cara menerima atau mengambil
Bagian Kedua Muzakki Pasal 21
(1) Setiap orang yang beragama Islam atau badan yang dimiliki oleh orang Islam dan berdomisili dan/atau melakukan kegiatan usaha di Aceh yang memenuhi syarat sebagai muzakki menunaikan zakat melalui Baitul Mal setempat.
(2) Setiap orang atau badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang tidak memenuhi syarat sebagai muzakki, dapat membayar infaq kepada Baitul Mal sesuai dengan ketentuan syari’at.
Pasal 22
(1) Muzakki dapat melakukan perhitungan sendiri terhadap hartanya dan kewajiban zakatnya berdasarkan ketentuan syari’at.
(2) Dalam hal tidak dapat menghitung sendiri hartanya dan kewajiban zakatnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), muzakki dapat meminta Baitul Mal untuk menghitungnya.
Pasal 23
(1) Zakat selain zakat fitrah, yang dibayarkan kepada Baitul Mal menjadi faktor pengurang terhadap jumlah pajak penghasilan terhutang dari wajib pajak.
(2) Pembayaran zakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mempergunakan Bukti Pembayaran Zakat (BPZ) yang dikeluarkan Baitul Mal Aceh atau Baitul Mal Kabupaten/Kota.
(3) Bukti Pembayaran Zakat (BPZ) yang dapat diakui sebagai bukti pengurang jumlah pajak penghasilan terhutang dari wajib pajak, sekurang-kurangnya harus memuat :
a. nama lengkap wajib zakat/wajib pajak;
b. alamat jelas wajib zakat/wajib pajak;
c. nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
d. nomor Pokok Wajib Zakat (NPWZ);
e. jenis penghasilan yang dibayar zakatnya;
f. sumber/jenis penghasilan dan bulan/tahun perolehannya;
g. besarnya penghasilan; dan
BAB V PENGELOLAAN ZAKAT Bagian Kesatu
Pengelolaan Zakat Provinsi
Pasal 24
(1) Pembayaran zakat pendapatan/jasa sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (1)
huruf g dilakukan melalui tempat muzakki bekerja.
(2) Semua penerimaan zakat yang dikelola Baitul Mal Aceh merupakan sumber PAD Aceh yang harus disetor ke Kas Umum Daerah Aceh.
(3) PAD Aceh sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disimpan dalam rekening tersendiri
Bendaharawaan Umum Daerah (BUD) Aceh yang ditunjuk Gubernur.
(4) Pengumpul dana hasil zakat disampaikan pada rekening tersendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya dapat dicairkan untuk kepentingan program dan kegiatan yang diajukan oleh Kepala Baitul Mal Aceh sesuai dengan asnaf masing- masing.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran zakat oleh Muzakki dan pencairan dana zakat oleh Baitul Mal Aceh dari Bendaharawaan Umum Daerah (BUD) diatur dengan peraturan Gubernur.
Bagian Kedua Pengelolaan Zakat Kabupaten/Kota Pasal 25
(1) Pembayaran zakat pendapatan/jasa sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (1)
huruf g dilakukan melalui tempat muzakki bekerja.
(2) Semua penerimaan zakat yang dikelola Baitul Mal Kabupaten/Kota merupakan sumber PAD Kabupaten/Kota yang harus disetor ke Kas Umum Daerah Kabupaten/Kota.
(3) PAD Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disimpan dalam rekening tersendiri Bendaharawaan Umum Daerah (BUD) Kabupaten/Kota yang ditunjuk Bupati/Walikota.
(4) Pengumpul dana hasil zakat disampaikan pada rekening tersendiri sebagaimana
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran zakat oleh Muzakki dan pencairan dana zakat oleh Baitul Mal Kabupaten/Kota dari Bendaharawaan Umum Daerah (BUD) diatur dengan peraturan Bupati/Walikota.
Bagian Ketiga
Pengelolaan Zakat Gampong atau nama lain
Pasal 26
(1) Penerimaan zakat fitrah diurus oleh Baitul Mal Gampong atau nama lain untuk disalurkan kepada mustahik di lingkungan gampong atau nama lain tersebut sesuai dengan ketentuan syariah.
(2) Zakat fitrah di gampong atau nama lain yang tidak habis dibagi karena terbatas jumlah mustahik dapat dibagi kepada mustahik gampong atau nama lain terdekat.
Pasal 27
(1) Zakat mal yang diurus oleh Baitul Mal Gampong atau nama lain disalurkan kepada mustahik sesuai dengan ketentuan syari’at.
(2) Pembina Kecamatan melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap kegiatan operasional Baitul Mal Kemukiman dan gampong atau nama lainnya.
Pasal 28
Tata cara pengelolaan zakat oleh Baitul Mal Gampong atau nama lain diatur dengan
Peraturan Bupati/Walikota.
BAB VI PENDAYAGUNAAN ZAKAT Pasal 29
(1) Zakat didayagunakan untuk mustahik baik yang bersifat produktif maupun konsumtif berdasarkan ketentuan syari’at.
(2) Mustahik zakat untuk usaha produktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi syarat sebagai berikut :
a. adanya suatu jenis usaha produktif yang layak;
c. bersedia menyampaikan laporan usaha secara periodik setiap 6 (enam) bulan.
(3) Tata cara pendayagunaan zakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh
Kepala Baitul Mal Aceh.
BAB VII
HARTA WAKAF DAN HARTA AGAMA Bagian Kesatu
Harta Wakaf
Pasal 30
Jenis harta wakaf yang dikelola oleh Baitul Mal meliputi benda tidak bergerak dan benda bergerak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 31
(1) Baitul Mal pada setiap tingkatan dapat menjadi nazhir untuk menerima harta wakaf dari wakif guna dikelola dan dikembangkan sesuai dengan ketentuan syari’at.
(2) Penyerahan harta wakaf oleh wakif kepada Baitul Mal sesuai dengan ketentuan syari’at dan peraturan perundang-undangan.
(3) Harta wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (2) di kelola oleh Baitul Mal untuk meningkatkan fungsi, potensi dan manfaat ekonomi harta wakaf tersebut guna kepentingan ibadah dan memajukan kesejahteraan umat.
Pasal 32
Nazhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) mempunyai tugas :
a. melakukan pengadministrasian harta wakaf;
b. mengelola dan mengembangkan harta wakaf sesuai dengan tujuan dan fungsi wakaf;
c. mengawasi dan melindungi harta wakaf;
d. melaporkan pelaksanaan tugasnya secara berjenjang; dan
e. melaporkan pelaksanaannya kepada Gubernur, atau Bupati/Walikota dengan tembusan
Pasal 33
(1) Untuk membiayai pelaksanaan tugas pengelolaan harta wakaf sebagaimana dimaksud dalam pasal 31 ayat (3), nazhir dapat menerima imbalan dari hasil bersih atas pengelolaan dan pengembangan harta wakaf yang besarnya tidak melebihi 10% (sepuluh persen).
(2) Nazhir Provinsi dan Kabupaten/Kota yang telah mendapat gaji/upah karena jabatannya sebagai pengelola Baitul Mal dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Bagian Kedua Harta Agama Pasal 34
Baitul Mal dapat menerima harta agama untuk dikelola sesuai dengan ketentuan Syari’at.
Pasal 35
(1) Penggunaan harta agama sebagaimana dimaksud dalam pasal 34 diutamakan untuk kepentingan ibadah dan kesejahteraan umat.
(2) Penggunaan harta agama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara transparans dan akuntabel.
Bagian Ketiga
Harta Yang Tidak Diketahui Pemiliknya
Pasal 36
(1) Harta yang tidak diketahui pemiliknya, berada di bawah pengawasan dan pengelolaan
Baitul Mal Kabupaten/Kota berdasarkan penetapan Mahkamah Syar’iyah.
(2) Baitul Mal Kabupaten/Kota mengajukan permohonan kepada Mahkamah Syar’iyah untuk ditetapkan sebagai pengelola harta yang tidak diketahui pemiliknya.
(3) Baitul Mal sebagai pengelola harta yang tidak diketahui pemiliknya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak boleh mengalihkan harta tersebut kepada pihak lain.
Pasal 37
(2) Dalam hal Mahkamah Syari’ah mengabulkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Baitul Mal wajib segera mengembalikan harta tersebut kepada pemilik atau ahli warisnya.
Pasal 38
(1) Baitul Mal sebagai pengelola harta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) berhak atas biaya pengelolaan paling banyak 10% (sepuluh per seratus) dari hasil pengelolaan yang ditetapkan oleh Kepala Baitul Mal.
(2) Harta yang tidak diketahui pemiliknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1)
penggunaannya diutamakan untuk kepentingan ibadah dan kesejahteraan umat.
BAB VIII PERWALIAN Pasal 39
(1) Dalam hal orang tua anak atau wali nasab telah meninggal atau tidak cakap melakukan perbuatan hukum, atau tidak diketahui tempat tinggal atau keberadaannya maka Baitul Mal dapat ditunjuk sebagai wali dari anak yang bersangkutan.
(2) Wali sebagaimana dimaksud ayat (1) mengasuh dan mengelola harta kekayaan anak sesuai peraturan perundang-undangan.
(3) Wali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh Mahkamah
Syar’iyah.
Pasal 40
(1) Orang yang tidak cakap bertindak menurut hukum yang orang tuanya atau wali nasab telah meninggal atau tidak cakap bertindak menurut hukum, maka yang bersangkutan dan harta kekayaannya dapat diurus oleh Baitul Mal sebagai wali pengampu sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Dalam hal tidak ada orang yang menjadi wali pengampu maka Baitul Mal sebagai wali pengawas mengajukan permohonan penetapan sebagai wali pengampu kepada Mahkamah Syar’iyah.
Pasal 41
(2) Dalam hal wali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menjalankan tugas sebagaimana mestinya, Baitul Mal sebagai Wali Pengawas dapat mengajukan permohonan sebagai wali pengganti.
(3) Permohonan penggantian wali sebagimana dimaksud pada ayat (2) diajukan oleh
Baitul Mal kepada Mahkamah Syar’iyah setempat.
Pasal 42
(1) Dalam menjalankan tugasnya sebagai wali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1) dan Pasal 41 ayat (2), Baitul Mal wajib:
a. mengurus anak atau orang yang di bawah pengasuhan/pengampuannya dan harta bendanya dengan sebaik-baiknya;
b. membuat daftar harta kekayaan anak atau orang sebagaimana dimaksud pada huruf a yang harta kekayaannya berada dibawah kekuasaannya pada waktu memulai jabatannya serta mencatat semua perubahan-perubahan; dan
c. bertanggungjawab atas kerugian yang terjadi akibat kelalaiannya.
(2) Untuk membiayai pengelolaan harta kekayaan dan pengasuhan anak atau orang tidak cakap yang menjadi tanggungjawabnya, Baitul Mal dapat mengambil biaya dari hasil harta tersebut dalam jumlah wajar yang ditetapkan oleh kepala Baitul Mal setempat.
BAB IX PEMBIAYAAN Pasal 43
(1) Biaya operasional Baitul Mal Aceh dibebankan pada APBA dan sumber lain yang tidak mengikat.
(2) Biaya operasional Baitul Mal Kabupaten/Kota dibebankan pada APBK dan sumber lain yang tidak mengikat.
(3) Biaya operasional Baitul Mal Kemukiman dan Baitul Mal Gampong atau nama lain dibebankan pada senif amil zakat, dan/atau hasil pengelolaan harta agama yang berada dibawah pengelolannya.
Pasal 44
BAB X
PENYIDIKAN DAN PENUNTUTAN Pasal 45
(1) Penyidikan dan penuntutan terhadap pelanggaran pengelolaan zakat dan harta agama dilakukan oleh penyidik berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :
a. penyidik POLRI yang diberi wewenang penyidikan di bidang Syari’at Islam;
b. Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS).
Pasal 46
(1) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam pasal 45 ayat (2) huruf a berwenang :
a. menerima laporan pelanggaran atau pengaduan;
b. melakukan tindakan pertama pada saat dan di tempat kejadian;
c. memanggil orang/ badan untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
d. melakukan penangkapan,penahanan, penggeledahan dan penyitaan;
e. melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
f. mendatangkan ahli apabila diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;
g. menghentikan penyidikan setelah mendapat petunjuk bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan jarimah dan memberitahukan hal tersebut kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya dan pelapor; dan
h. mengadakan tindakan lain menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pasal 45 ayat (2) huruf b dalam melaksanakan kewenangannya berada dibawah koordinasi penyidik sebagaimana dimaksud pasal 45 ayat (2) huruf a.
(3) Dalam melakukan kewenangannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyidik
Penyidik yang mengetahui dan/atau menerima laporan tentang pelanggaran terhadap Qanun ini, wajib segera melakukan penyidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 48
Penuntut umum, menuntut perkara jarimah zakat dan harta agama yang terjadi dalam daerah hukumnya menurut ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 49
Penuntut umum mempunyai kewenangan :
a. menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari penyidik;
b. memberi petunjuk kepada penyidik untuk penyempurnaan apabila ada kekurangan pada penyidikan;
c. membuat surat dakwaan;
d. melimpahkan perkara ke Mahkamah Syari’ah;
e. menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa dan keluarganya tentang ketentuan hari dan waktu perkara disidangkan yang disertai dengan surat panggilan, baik kepada terdakwa maupun saksi untuk datang pada sidang mahkamah yang telah ditentukan;
f. melakukan penuntutan;
g. mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas dan tanggung jawab sabagai penuntut umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
h. melaksanakan putusan hakim.
BAB XI KETENTUAN ‘UQUBAT Pasal 50
Setiap orang Islam atau Badan yang melanggar ketentuan Pasal 21 ayat (1), dihukum karena melakukan jarimah ta’zir dengan ‘uqubat, berupa :
a. denda paling sedikit satu kali nilai zakat yang wajib dibayarkan, paling banyak dua kali
Barang siapa yang membuat surat palsu atau memalsukan surat Baitul Mal yang dapat mengakibatkan gugurnya kewajiban membayar zakat, dihukum karena pemalsuan surat dengan ‘uqubat ta’zir, berupa denda paling banyak Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah), paling sedikit Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) atau hukuman kurungan paling lama tiga bulan atau paling singkat satu bulan.
Pasal 52
Barang siapa yang melakukan, turut melakukan atau membantu melakukan penggelapan zakat, atau harta agama lainnya yang seharusnya diserahkan pengelolaannya kepada Baitul Mal, dihukum karena penggelapan, dengan ‘uqubat ta’zir berupa cambuk di depan umum paling sedikit satu kali, paling banyak tiga kali, dan denda paling sedikit satu kali, paling banyak dua kali, dari nilai zakat, wakaf, atau harta agama lainnya yang digelapkan.
Pasal 53
Petugas Baitul Mal yang melanggar ketentuan Pasal 26 ayat (1), Pasal 27 ayat (1), Pasal
30 ayat (1) dan Pasal 33 dihukum karena melakukan jarimah penyelewengan pengelolaan zakat dan harta agama dengan ‘uqubat ta’zir hukuman denda paling sedikit Rp.
1.000.000,- (satu juta rupiah), paling banyak Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah) atau hukuman kurungan paling singkat 2 (dua) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan membayar kembali kepada Baitul Mal senilai zakat atau harta agama yang diselewengkan.
Pasal 54
Dalam hal jarimah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50, Pasal 51, Pasal 52 dan Pasal
53 dilakukan oleh badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) ‘uqubatnya dijatuhkan kepada pimpinan atau pengurus badan tersebut sesuai dengan tanggung jawabnya.
BAB XII PELAKSANAAN ‘UQUBAT Pasal 55
(1) ‘Uqubat ta’zir yang telah ditetapkan dalam putusan Mahkamah Syar’iyah dilaksanakan oleh jaksa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pelaksanaan ‘uqubat dilakukan segera setelah putusan hakim mempunyai kekuatan
KETENTUAN PERALIHAN Pasal 56
(1) Lembaga Amil Zakat atau Badan Pengumpul Zakat lainnya yang telah ada pada saat qanun ini disahkan dapat melakukan kegiatannya setelah mendaftar pada Baitul Mal Aceh atau Baitul Mal Kabupaten/Kota.
(2) Dalam melaksanakan kegiatannya Lembaga Amil Zakat atau Badan Pengumpul Zakat lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melakukan koordinasi dan melaporkan setiap kegiatannya kepada Baitul Mal Aceh atau Baitul Mal Kabupaten/Kota.
(3) Lembaga Amil Zakat atau Badan Pengumpul Zakat lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihentikan kegiatannya paling lama 5 (lima) tahun.
Pasal 57
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 diatur lebih lanjut dengan keputusan
Badan Baitul Mal Aceh.
Pasal 58
(1) Nazhir waqaf yang telah ada pada saat qanun ini disahkan dapat melanjutkan pengelolaan harta agama setelah mendaftar pada Baitul Mal Kabupaten/Kota.
(2) Dalam melaksanakan kegiatannya Nazhir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melakukan koordinasi dan melaporkan setiap kegiatannya kepada Baitul Mal Kabupaten/Kota.
Pasal 59
Semua lembaga yang mengurus zakat, wakaf, dan harta agama yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 57 dan Pasal 58 dilarang melakukan kegiatan dan semua aset dialihkan menjadi aset Baitul Mal.
Pasal 60
Semua ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai zakat, waqaf dan harta agama sejauh tidak diatur dan tidak bertentangan dengan Qanun ini dinyatakan tetap
KETENTUAN PENUTUP Pasal 61
Ketentuan lebih lanjut tentang pelaksanaan pengelolaan zakat, harta wakaf, dan harta agama lainnya diatur dengan:
a. Peraturan Gubernur untuk lingkup Provinsi Aceh;
b. Peraturan Bupati/Walikota untuk lingkup Kabupaten/Kota, Kemukiman dan Gampong atau nama lain.
Pasal 62
Pada saat Qanun ini mulai berlaku, Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 7
Tahun 2004 tentang Pengelolaan Zakat (Lembaran Daerah Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam Tahun 2004 Nomor Seri B Nomor 4) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 63
Qanun ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar semua orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Qanun ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Aceh.
Disahkan di Banda Aceh
pada tanggal 17 Januari 2008 M
8 Muharam 1429 H GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM,
IRWANDI YUSUF Diundangkan di Banda Aceh
pada tanggal 18 Januari 2008 M
9 Muharam 1429 H
SEKRETARIS DAERAH ACEH, NANGGROE ACEH DARUSSALAM
PENJELASAN ATAS QANUN ACEH
NOMOR 10 TAHUN 2007
TENTANG BAITUL MAL
A. UMUM
Pemberlakuan Syariat Islam di Aceh berdasarkan Undang-undang Nomor 44
Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh telah mendorong Pemerintah Aceh untuk membentuk lembaga-lembaga yang didasarkan pada ketentuan hukum Islam yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat Aceh. Salah satu lembaga tersebut adalah Baitul Mal. Lembaga ini sangat strategis dan penting keberadaannya dalam rangka mengoptimalkan pendayagunaan zakat, waqaf dan harta agama sebagai potensi ekonomi umat Islam yang perlu dikelola secara efektif oleh sebuah lembaga profesional yang bertanggung jawab.
Berdasarkan ketentuan Pasal 191 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, Badan Baitul Mal, mempunyai kewenangan untuk mengelola zakat, waqaf dan harta agama.
Disamping itu adanya Peraturan Pemerintah pengganti Undang-undang (Perpu) Nomor 2 Tahun 2007 tentang Penanganan Masalah Hukum dalam rangka pelaksanaan Rehabilitasi dan Rekontruksi wilayah dan kehidupan masyarakat Aceh di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara yang mengatur tentang Baitul Mal dan Perwalian serta tanah yang tidak diketahui pemiliknya.
Berdasarkan hal tersebut perlu dibentuk Qanun Baitul Mal agar tugas dan wewenang Baitul Mal dapat dilaksanakan secara efektif.
B. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup Jelas
Pasal 2
Cukup Jelas
Pasal 3
Cukup Jelas
Ayat (1)
Bagi Gampong yang tidak memiliki meunasah maka ketua dijabat oleh imuem mesjid setempat
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 8
Cukup Jelas
Pasal 9
Cukup Jelas
Pasal 10
Cukup Jelas
Pasal 11
Cukup Jelas
Pasal 12 ayat (1)
Yang dimaksud dengan perusahaan klasifikasi menengah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Cukup Jelas
Pasal 13
Cukup Jelas
Pasal 14
Cukup Jelas
Pasal 15
Cukup Jelas
Pasal 16
Cukup Jelas
Pasal 17
Cukup Jelas
Pasal 22
Cukup Jelas
Pasal 23
Cukup Jelas
Pasal 24
Cukup Jelas
Pasal 25
Cukup Jelas
Pasal 26
Cukup Jelas
Pasal 27
Cukup Jelas
Pasal 28
Cukup Jelas
Pasal 29
Cukup Jelas
Pasal 30
Cukup Jelas
Pasal 31
Cukup Jelas
Pasal 32 huruf a
Pengadministrasian meliputi antara lain: pendataan dan pensertifikatan
Huruf b
Cukup Jelas
Huruf c
Cukup Jelas
Huruf d
Cukup Jelas
Huruf e
Harta agama selain zakat, antara lain infak, shadakah, hibah, wasiat, waris dan kafarat, termasuk harta tanpa pemiliknya.
Pasal 35
Cukup Jelas
Pasal 36
Cukup Jelas
Pasal 37
Cukup Jelas
Pasal 38
Cukup Jelas
Pasal 39
Cukup Jelas
Pasal 40
Cukup Jelas
Pasal 41
Cukup Jelas
Pasal 42
Cukup Jelas
Pasal 43
Cukup Jelas
Pasal 44
Cukup Jelas
Pasal 45
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Penyidik yang dimaksud harus beragama Islam dan memahami hukum Islam
Pasal 46
Cukup Jelas
Pasal 47
Cukup Jelas
Pasal 48
Cukup Jelas
Pasal 49
Cukup Jelas
Pasal 50
Cukup Jelas
Pasal 53
Cukup Jelas
Pasal 54
Cukup Jelas
Pasal 55
Cukup Jelas
Pasal 56
Cukup Jelas
Pasal 57
Cukup Jelas
Pasal 58
Cukup Jelas
Pasal 59
Cukup Jelas
Pasal 60
Cukup Jelas
Pasal 61
Cukup Jelas
Pasal 62
Cukup Jelas
Pasal 63
Cukup Jelas.
TENTANG BAITUL MAL
BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA
GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM,
Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan Syariat Islam dan mengoptimalkan pendayagunaan zakat, wakaf, dan harta agama sebagai potensi ekonomi umat Islam, perlu dikelola secara optimal dan efektif oleh sebuah lembaga profesional yang bertanggungjawab;
b. bahwa dalam kenyataannya, pengelolaan zakat, wakaf dan harta agama lainnya telah lama dikenal dalam masyarakat Aceh, namun pengelolaannya belum dapat secara optimal;
c. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 180 ayat (1) huruf d, Pasal 191 dan Pasal 192 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, berkenaan dengan zakat, wakaf, dan harta agama dikelola oleh Baitul Mal yang diatur dengan Qanun Aceh;
d. bahwa untuk maksud tersebut, perlu membentuk Qanun Aceh tentang Baitul Mal.
Mengingat : 1. Al-Qur’an;
2. Al-Hadist;
3. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956, tentang Pembentukan Daerah Otonom Propinsi Atjeh dan Perubahan Peraturan Propinsi Sumatera Utara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956
Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
1103);
4. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat
(Lembaran Negara Republik Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor
164, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3885);
5. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan
6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109);
7. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4280);
8. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor Tahun 2004 Nomor 4355);
9. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
10. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun
2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 3 tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 4548);
11. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 159 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4459);
12. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 4611, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4611);
13. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 62
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4633 );
15. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2007 tentang Penanganan Permasalahan Hukum dalam rangka Pelaksanaan Rehabilitasi dan Rekontruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias di Provinsi Sumatera Utara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 119);
16. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4737);
17. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 89);
18. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140);
19. Peraturan Daerah (Qanun) Propinsi Daerah Istimewa Aceh Nomor 5
Tahun 2000 tentang Pelaksanaan Syariat Islam (Lembaran Daerah
Propinsi Daerah Istimewa Aceh Tahun 2000 Nomor 30);
20. Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 10 Tahun 2002 tentang Peradilan Syariat Islam (Lembaran Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2002 Nomor 2 Seri E Nomor 2, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 4);
21. Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 11 Tahun 2002 tentang Pelaksanaan Syariat Islam Bidang Aqidah, Ibadah, dan Syiar Islam (Lembaran Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun
2002 Nomor 54 Seri E Nomor 15, Tambahan Lembaran Daerah
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 5);
22. Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 2 Tahun 2003 tentang Susunan, Kedudukan dan Kewenangan Kabupaten/Kota
23. Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 3 Tahun 2003 tentang Susunan, Kedudukan dan Kewenangan Pemerintah Kecamatan dalam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (Lembaran Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2003 Nomor 16
Seri D Nomor 6, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam Nomor 19);
24. Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 5 Tahun 2003 tentang Pemerintahan Gampong (Lembaran Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2003 Nomor 17 Seri D Nomor 7, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 21);
25. Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan
Qanun (Lembaran Daerah Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2007
Nomor 03, Tambahan Lembaran Daerah Nanggroe Aceh Darussalam
Tahun 2007 Nomor 03);
26. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah;
27. Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia, Nomor 373 Tahun
2003 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT ACEH
dan
GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM MEMUTUSKAN :
Menetapkan : QANUN ACEH TENTANG BAITUL MAL.
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1
Dalam Qanun ini yang dimaksud dengan :
1. Aceh adalah Daerah Provinsi yang merupakan kesatuan masyarakat hukum yang bersifat istimewa dan diberi kewenangan khusus untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, yang dipimpin oleh seorang Gubernur.
2. Kabupaten/Kota adalah bagian dari daerah provinsi sebagai suatu kesatuan masyarakat hukum yang diberi kewenangan khusus untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang dipimpin oleh seorang Bupati/Walikota.
3. Mukim adalah kesatuan masyarakat hukum di bawah kecamatan yang terdiri atas gabungan beberapa gampong yang mempunyai batas wilayah tertentu yang dipimpin oleh Imeum Mukim atau nama lain dan berkedudukan langsung di bawah Camat.
4. Gampong atau nama lain adalah kesatuan masyarakat hukum yang berada di bawah Mukim dan dipimpin oleh Keuchik atau nama lain yang berhak menyelenggarakan urusan rumah tangga sendiri.
5. Pemerintahan Aceh adalah pemerintahan daerah provinsi dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyelenggarakan urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Aceh dan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh sesuai dengan fungsi dan kewenangan masing-masing.
6. Pemerintahan Kabupaten/Kota adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh pemerintah Kabupaten/Kota dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota sesuai dengan fungsi dan kewenangan masing-masing.
7. Gubernur adalah Kepala Pemerintah Aceh yang dipilih melalui suatu proses
8. Bupati/Walikota adalah kepala pemerintahan daerah kabupaten/kota yang dipilih melalui suatu proses demokratis yang dilakukan berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.
9. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Aceh yang selanjutnya disebut Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) adalah unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah Aceh yang anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.
10. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota yang selanjutnya disebut Dewan Perwakilan Rakyat kabupaten/kota (DPRK) adalah unsur penyelenggara pemerintahan kabupaten/kota yang anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.
11. Baitul Mal adalah Lembaga Daerah Non Struktural yang diberi kewenangan untuk mengelola dan mengembangkan zakat, wakaf, harta agama dengan tujuan untuk kemaslahatan umat serta menjadi wali/wali pengawas terhadap anak yatim piatu dan/atau hartanya serta pengelolaan terhadap harta warisan yang tidak ada wali berdasarkan Syariat Islam.
12. Lembaga Amil Zakat yang selanjutnya disebut LAZ adalah institusi pengelola zakat yang sudah ada atas prakarsa masyarakat dan didaftarkan pada Baitul Mal.
13. Unit Pengumpul Zakat yang selanjutnya disebut UPZ adalah satuan organisasi yang dibentuk oleh Baitul Mal Aceh dan Kabupaten/Kota dengan tugas mengumpulkan zakat para muzakki pada instansi pemerintah dan lingkungan swasta.
14. Zakat adalah bagian dari harta yang wajib disisihkan oleh sorang muslim atau badan (koorporasi) sesuai dengan ketentuan Syariat Islam untuk disalurkan kepada yang berhak menerimanya dibawah pengelolaan Baitul Mal.
15. Zakat Fitrah adalah sejumlah bahan makanan pokok atau uang senilai harganya yang dikeluarkan oleh setiap orang Islam untuk diri dan tanggungannya pada akhir Ramadhan sesuai dengan ketentuan syari’at.
16. Zakat Maal adalah zakat yang dikenakan atas harta yang disisihkan oleh seorang muslim atau badan yang dimilki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan syari’at.
17. Muzakki adalah orang atau badan yang berkewajiban menunaikan zakat.
18. Mustahik adalah orang atau badan yang berhak menerima zakat.
19. Harta Benda Wakaf adalah harta benda yang memiliki daya tahan lama dan/atau manfaat jangka panjang serta mempunyai nilai ekonomi menurut syariat yang
21. Nazhir adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari wakif untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya.
22. Harta Agama adalah sejumlah kekayaan umat Islam yang bersumber dari zakat, infaq, shadaqah, wakaf, hibah, meusara, harta wasiat, harta warisan, dan lain-lain yang diserahkan kepada Baitul Mal untuk di kelola dikembangkan sesuai dengan ketentuan Syariat.
23. Pengelolaan Harta Agama adalah serangkaian kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pemeliharaan, pelaksanaan dan pengawasan terhadap penetapan, pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan oleh Baitul Mal.
24. Mahkamah Syar’iyah Aceh dan Mahkamah Syar’iyah Kabupaten/Kota adalah pengadilan selaku pelaksana kekuasaan kehakiman dalam lingkungan peradilan agama yang merupakan bagian dari sistem peradilan nasional.
25. Perwalian adalah kewenangan yang diberikan kepada seseorang atau badan sebagai wakil dari anak atau sebagai pengampu dari orang yang tidak cakap untuk melakukan suatu perbuatan hukum demi kepentingan dan atas nama anak atau orang yang tidak mempunyai orang tua atau orang tuanya tidak cakap melakukan perbuatan hukum.
26. Wali adalah orang atau badan yang menjalankan kekuasaannya terhadap anak atau orang yang tidak mempunyai orang tuanya lagi atau orang tua dan ianya tidak cakap melakukan perbuatan hukum, baik untuk kepentingan pribadi, maupun harta kekayaannya.
27. Harta yang tidak diketahui pemiliknya adalah harta yang meliputi harta tidak bergerak, maupun harta bergerak, termasuk surat berharga, simpanan di bank, klaim asuransi yang tidak diketahui lagi pemilik atau tidak ada lagi ahli warisnya.
28. Majelis Permusyawaratan Ulama selanjutnya disebut MPU adalah majelis yang anggotanya terdiri atas ulama dan cendikiawan muslim yang merupakan mitra kerja Pemerintah Aceh, Pemerintah Kabupaten/Kota dan DPRA/DPRK baik pada tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota maupun Kecamatan.
29. Pembina Kecamatan adalah pihak yang berwewenang melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap Baitul Mal Kemukiman dan Baitul Mal Gampong atau nama lain dalam Kecamatan tersebut.
30. Badan Usaha adalah suatu badan yang meliputi perseroan terbatas, perseroan
31. Kepala Urusan Agama Kecamatan, selanjutnya disingkat KAKUAKEC adalah Kepala Urusan Agama di kecamatan yang merupakan aparat paling bawah dari Departemen Agama Republik Indonesia.
32. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Aceh, yang selanjutnya disebut Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah Provinsi Aceh yang ditetapkan dengan Qanun Aceh.
33. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota, yang selanjutnya disebut Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten/Kota (APBK) adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah Kabupaten/Kota yang ditetapkan dengan Qanun Kabupaten/Kota.
34. Pejabat Pengelola Keuangan Daerah, selanjutnya disingkat PPKD adalah kepala satuan kerja pengelola keuangan daerah yang mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan APBA/APBK dan bertindak sebagai bendahara umum daerah.
35. Bendahara Umum Daerah, selanjutnya disingkat BUD adalah PPKD yang bertindak dalam kapasitas sebagai bendahara umum daerah.
36. ‘Uqubat adalah ketentuan atau ancaman hukuman terhadap pelanggar jarimah ta’zir yang berkenaan dengan zakat.
BAB II
PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN ORGANISASI BAITUL MAL Bagian Kesatu
Pembentukan Baitul Mal
Pasal 2
Dengan Qanun ini dibentuk Baitul Mal Aceh, Baitul Mal Kabupaten/Kota, Baitul Mal
Kemukiman dan Baitul Mal Gampong.
Pasal 3
(1) Baitul Mal Aceh adalah Lembaga Daerah Non Struktural yang dalam melaksanakan tugasnya bersifat independen sesuai dengan ketentuan syariat, dan bertanggung jawab kepada Gubernur.
(2) Baitul Mal Kabupaten/Kota adalah Lembaga Daerah Non Struktural yang dalam melaksanakan tugasnya bersifat independen sesuai dengan ketentuan syariat, dan
(3) Baitul Mal Mukim adalah Lembaga Kemukiman Non Struktural yang dalam melaksanakan tugasnya bersifat independen sesuai dengan ketentuan syariat, dan bertanggung jawab kepada Baitul Mal Kabupaten/Kota.
(4) Baitul Mal Gampong adalah Lembaga Gampong Non Struktural yang dalam melaksanakan tugasnya bersifat independen sesuai dengan ketentuan syariat, dan bertanggung jawab kepada Baitul Mal Kabupaten/Kota.
Bagian Kedua
Susunan Organisasi Baitul Mal Aceh
Pasal 4
(1) Badan Pelaksana Baitul Mal Aceh terdiri atas Kepala, Sekretaris, Bendahara, Bidang Pengawasan, Bidang Pengumpulan, Bidang Pendistribusian dan Pendayagunaan, Bidang Sosialisasi dan Pengembangan dan Bidang Perwalian yang terdiri dari Sub Bidang dan Sub Bagian.
(2) Jabatan Kepala, Wakil Kepala, Sekretaris, Bendahara, Kepala Subbag dan Kepala Sub Bidang Baitul Mal Aceh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Gubernur.
(3) Untuk dapat diangkat sebagai pejabat/pimpinan badan Baitul Mal Aceh harus memenuhi syarat sebagai berikut :
a. bertaqwa kepada Allah SWT dan taat beribadah;
b. amanah, jujur dan bertanggungjawab;
c. memiliki kredibilitas dalam masyarakat;
d. mempunyai pengetahuan tentang zakat, waqaf, harta agama dan harta lainnya serta manajemen;
e. memiliki komitmen yang kuat untuk mengembangkan pengelolaan zakat, waqaf, harta agama dan harta lainnya, dan
f. syarat-syarat lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Sebelum diangkat sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Gubernur membentuk tim independen yang bersifat ad hoc untuk melakukan uji kelayakan dan kepatutan terhadap calon-calon Kepala dan Wakil Kepala Baitul Mal Aceh.
(6) Calon Kepala dan Wakil Kepala Baitul Mal Aceh, sebelum ditunjuk dan diangkat oleh Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terlebih dahulu harus mendapat persetujuan Pimpinan DPRA, melalui telaahan Komisi terkait.
(7) Ketentuan lebih lanjut tentang struktur organisasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur dalam peraturan Gubernur.
Bagian Ketiga
Susunan Organisasi Baitul Mal Kabupaten/Kota
Pasal 5
(1) Badan Pelaksana Baitul Mal Kabupaten/Kota terdiri atas Kepala, Sekretaris, Bendahara, Bagian Pengumpulan, Bagian Pendistribusian dan Pendayagunaan, Bagian Sosialisasi dan Pembinaan dan Bagian perwalian yang terdiri dari Sub Bagian dan Seksi.
(2) Jabatan Kepala, Sekretaris, Bendahara dan Kepala Subbag dan Kepala Sub Bidang Baitul Mal Kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Bupati/Walikota.
(3) Pembinaan Baitul Mal Mukim dan Gampong atau nama lain dilaksanakan oleh Camat, Kepala KUA Kecamatan dan Ketua MPU Kecamatan di bawah koordinasi Baitul Mal kabupaten/Kota.
(4) Untuk dapat diangkat sebagai pejabat/pimpinan badan Baitul Mal Kabupaten/Kota harus memenuhi syarat sebagai berikut :
a. bertaqwa kepada Allah SWT dan taat beribadah;
b. amanah, jujur dan bertanggung jawab;
c. memiliki kredibilitas dalam masyarakat;
d. mempunyai pengetahuan tentang zakat, waqaf, harta agama dan harta lainnya serta manajemen;
e. memiliki komitmen yang kuat untuk mengembangkan pengelolaan zakat, waqaf, harta agama dan harta lainnya, dan
f. syarat-syarat lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Sebelum diangkat sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Bupati/Walikota membentuk
(6) Tata cara uji kelayakan dan kepatutan pemilihan Kepala dan Wakil Kepala Baitul Mal
Kabupaten/Kota ditetapkan dengan keputusan Bupati/Walikota.
(7) Calon Kepala dan Wakil Kepala Baitul Mal Kabupaten/Kota, sebelum ditunjuk dan diangkat oleh Bupati/Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terlebih dahulu harus mendapat persetujuan Pimpinan DPRK, melalui telaahan Komisi terkait.
(8) Ketentuan lebih lanjut tentang struktur organisasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur dalam peraturan Bupati/Walikota.
Bagian Keempat
Susunan Organisasi Baitul Mal Kemukiman
Pasal 6
(1) Pada tingkat kemukiman dapat dibentuk Badan Pelaksana Baitul Mal kemukiman.
(2) Badan Pelaksana Baitul Mal Kemukiman sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah Lembaga Non Struktural terdiri atas Ketua yang karena jabatannya dilaksanakan oleh Imuem Mesjid Kemukiman atau nama lain, Sekretaris, Bendahara, Seksi Perwalian, Seksi Perencanaan dan Pendataan dan Seksi Pengawasan yang ditetapkan oleh Imuem Mukim atau nama lain.
(3) Ketentuan lebih lanjut tentang struktur organisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam peraturan Bupati/Walikota.
Bagian Kelima
Susunan Organisasi Baitul Mal Gampong
Pasal 7
(1) Badan Pelaksana Baitul Mal Gampong atau nama lain adalah Lembaga Non Struktural, yang terdiri atas Ketua yang karena jabatannya dilaksanakan oleh Imuem Meunasah atau Imuem Mesjid atau nama lain, Sekretaris, Bendahara, Urusan Perwalian, Urusan Pengumpulan dan Urusan Penyaluran yang ditetapkan oleh Keuchik atau nama lain.
(2) Ketentuan lebih lanjut tentang struktur organisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam peraturan Bupati/Walikota.
BAB III
KEWENANGAN DAN KEWAJIBAN BAITUL MAL Bagian Kesatu
Ruang Lingkup Kewenangan
Pasal 8
(1) Baitul Mal mempunyai fungsi dan kewenangan sebagai berikut:
a. mengurus dan mengelola zakat, wakaf, dan harta agama;
b. melakukan pengumpulan, penyaluran dan pendayagunaan zakat;
c. melakukan sosialisasi zakat, wakaf dan harta agama lainnya;
d. menjadi wali terhadap anak yang tidak mempunyai lagi wali nasab, wali pengawas terhadap wali nashab, dan wali pengampu terhadap orang dewasa yang tidak cakap melakukan perbuatan hukum;
e. menjadi pengelola terhadap harta yang tidak diketahui pemilik atau ahli warisnya berdasarkan putusan Mahkamah Syari’ah; dan
f. membuat perjanjian kerjasama dengan pihak ketiga untuk meningkatkan pemberdayaan ekonomi umat berdasarkan prinsip saling menguntungkan.
(2) Kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan ketentuan syari’at dan peraturan perundang-undangan.
Pasal 9
Dalam menjalankan kewenangannya yang berkaitan dengan syar’iat, Baitul Mal berpedoman pada fatwa MPU Aceh.
Bagian Kedua
Kewenangan dan Kewajiban Baitul Mal Aceh
Pasal 10
(1) Baitul Mal Aceh sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 berwenang mengumpulkan, mengelola dan menyalurkan :
a. Zakat Mal pada tingkat Provinsi meliputi : BUMN, BUMD Aceh dan Perusahaan swasta besar;
1. pejabat/PNS/TNI-POLRI, Karyawan Pemerintah Pusat yang berada di Ibukota
Provinsi;
2. pejabat/PNS/Karyawan lingkup Pemerintah Aceh;
3. pimpinan dan anggota DPRA;
4. karyawan BUMN/BUMD dan perusahan swasta besar pada tingkat Provinsi;
dan
5. ketua, anggota dan karyawan lembaga dan badan daerah tingkat provinsi. c. Harta Agama dan harta waqaf yang berlingkup provinsi.
(2) Membentuk Unit Pengumpul Zakat (UPZ) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) yang ditetapkan dengan keputusan Baitul Mal Aceh.
(3) Meminta Laporan secara periodik setiap 6 (enam) bulan dari Baitul Mal
Kabupaten/Kota.
(4) melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap kegiatan Baitul Mal Kabupaten/ Kota.
Pasal 11
(1) Menyampaikan laporan dan pertanggungjawaban secara periodik setiap 6 (enam)
bulan kepada Gubernur.
(2) Menginformasikan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
kepada masyarakat.
Bagian Kedua
Kewenangan dan Kewajiban Baitul Mal Kabupaten/Kota
Pasal 12
(1) Baitul Mal Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 berwenang mengumpulkan, mengelola dan menyalurkan :
a. zakat mal pada tingkat Kabupaten/Kota meliputi : BUMD dan Badan Usaha yang berklasifikasi menengah.
b. zakat pendapatan dan jasa/ honorarium dari :
1. pejabat/PNS/TNI-POLRI, Karyawan Pemerintah Pusat/Pemerintah Aceh pada tingkat Kabupaten/ Kota;
4. karyawan BUMN/BUMD dan perusahaan swasta yang berada pada tingkat
Kabupaten/Kota.
c. Zakat sewa rumah/pertokoan yang terletak di Kabupaten/Kota. d. Harta Agama dan harta waqaf yang berlingkup kabupaten/kota
(2) membentuk Unit Pengumpul Zakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) yang ditetapkan dengan keputusan Baitul Mal Kabupaten/Kota.
(3) Meminta Laporan secara periodik setiap 6 (enam) bulan dari Baitul Mal Kemukiman dan Gampong atau nama lain.
(4) Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap kegiatan Baitul Mal Kemukiman dan Gampong atau nama lain.
Pasal 13
(1) Menyampaikan laporan dan pertanggungjawaban secara periodik setiap 6 (enam)
bulan kepada Bupati/Walikota.
(2) Menginformasikan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
kepada masyarakat.
Bagian Ketiga
Kewenangan dan Kewajiban Baitul Mal Kemukiman
Pasal 14
Baitul Mal Kemukiman mengelola dan mengembangkan harta agama dan harta waqaf lingkup kemukiman.
Pasal 15
(1) Menyampaikan laporan dan pertanggungjawaban secara periodik setiap 6 (enam)
bulan kepada Baitul Mal Kabupaten/Kota.
(2) Menginformasikan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
kepada masyarakat.
Bagian Keempat
Kewenangan dan Kewajiban Baitul Mal Gampong atau nama lain
Pasal 16
(1) Baitul Mal Gampong atau nama lain berwenang mengelola, mengumpulkan dan
b. zakat hasil perdagangan/usaha kecil, hasil pertanian, hasil peternakan, hasil perikanan dan hasil perkebunan dari masyarakat setempat;
c. zakat emas dan perak; dan
d. harta agama dan harta waqaf dalam lingkup Gampong atau nama lain. (2) Menyelenggarakan tugas-tugas perwalian.
Pasal 17
(1) Menyampaikan laporan dan pertanggungjawaban secara periodik setiap 6 (enam)
bulan kepada Baitul Mal Kabupaten/Kota.
(2) Menginformasikan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
kepada masyarakat.
BAB IV ZAKAT
Bagian Kesatu Kewajiban Zakat Pasal 18
(1) Zakat yang wajib dibayar terdiri atas zakat fitrah, zakat maal, dan zakat penghasilan. (2) Jenis harta yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah :
a. emas, perak, logam mulia lainnya dan uang;
b. perdagangan dan perusahaan;
c. perindustrian;
d. pertanian, perkebunan dan perikanan;
e. perternakan;
f. pertambangan;
g. pendapatan dan jasa; dan e. rikaz.
(3) Jenis harta lain yang wajib dikeluarkan zakatnya diluar yang dimaksud pada ayat (2)
Pasal 19
(1) Perhitungan kadar, nishab dan waktu (haul) zakat mal ditetapkan sebagai berikut :
a. emas, perak, logam mulia dan uang yang telah mencapai nishab 94 gram emas yang disimpan selama setahun, wajib zakatnya 2,5% pertahun;
b. harta perdagangan, perusahaan dan perindustrian yang telah mencapai nishab 94 gram emas pertahun, wajib dikeluarkan zakatnya sebesar 2.5% dari jumlah keuntungan;
c. hasil pertanian dan perkebunan yang telah mencapai nishab 5 wasaq (seukuran
6 gunca padi = 1.200 Kg padi), wajib dikeluarkan zakatnya sebesar 5% untuk setiap panen yang diolah secara intensif dan 10% untuk setiap panen yang diolah secara tradisional;
d. hewan ternak kambing atau sejenisnya yang telah mencapai nishab 40 ekor, wajib dikeluarkan zakatnya sebanyak satu ekor pertahun;
e. hewan ternak sapi, kerbau atau sejenisnya yang telah mencapai nishab 30 ekor wajib dikeluarkan zakatnya sebanyak satu ekor pertahun;
f. barang tambang yang hasilnya mencapai nishab senilai 94 gram emas, wajib dikeluarkan zakatnya sebesar 2.5% untuk setiap produksi/temuan;
g. pendapatan dan jasa yang telah mencapai nishab senilai 94 gram emas setahun, wajib dikeluarkan zakatnya sebesar 2.5%; dan
h. rikaz yang telah mencapai nishab senilai 94 gram emas, wajib dikeluarkanzakatnya sebesar 20% untuk setiap temuan.
(2) Jumlah nishab dan kadar harta lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat
(3) ditetapkan oleh MPU Aceh.
(3) Pembayaran zakat pendapatan/jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g dapat dicicil setiap bulan pada saat menerima pendapatan/jasa, apabila jumlah pendapatan/jasa yang diterima setiap bulan telah mencapai 1/12 dari 94 gram emas atau dibulatkan menjadi 7,84 gram emas.
Pasal 20
(1) Pengumpulan zakat dilakukan oleh Baitul Mal dengan cara menerima atau mengambil
Bagian Kedua Muzakki Pasal 21
(1) Setiap orang yang beragama Islam atau badan yang dimiliki oleh orang Islam dan berdomisili dan/atau melakukan kegiatan usaha di Aceh yang memenuhi syarat sebagai muzakki menunaikan zakat melalui Baitul Mal setempat.
(2) Setiap orang atau badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang tidak memenuhi syarat sebagai muzakki, dapat membayar infaq kepada Baitul Mal sesuai dengan ketentuan syari’at.
Pasal 22
(1) Muzakki dapat melakukan perhitungan sendiri terhadap hartanya dan kewajiban zakatnya berdasarkan ketentuan syari’at.
(2) Dalam hal tidak dapat menghitung sendiri hartanya dan kewajiban zakatnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), muzakki dapat meminta Baitul Mal untuk menghitungnya.
Pasal 23
(1) Zakat selain zakat fitrah, yang dibayarkan kepada Baitul Mal menjadi faktor pengurang terhadap jumlah pajak penghasilan terhutang dari wajib pajak.
(2) Pembayaran zakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mempergunakan Bukti Pembayaran Zakat (BPZ) yang dikeluarkan Baitul Mal Aceh atau Baitul Mal Kabupaten/Kota.
(3) Bukti Pembayaran Zakat (BPZ) yang dapat diakui sebagai bukti pengurang jumlah pajak penghasilan terhutang dari wajib pajak, sekurang-kurangnya harus memuat :
a. nama lengkap wajib zakat/wajib pajak;
b. alamat jelas wajib zakat/wajib pajak;
c. nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
d. nomor Pokok Wajib Zakat (NPWZ);
e. jenis penghasilan yang dibayar zakatnya;
f. sumber/jenis penghasilan dan bulan/tahun perolehannya;
g. besarnya penghasilan; dan
BAB V PENGELOLAAN ZAKAT Bagian Kesatu
Pengelolaan Zakat Provinsi
Pasal 24
(1) Pembayaran zakat pendapatan/jasa sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (1)
huruf g dilakukan melalui tempat muzakki bekerja.
(2) Semua penerimaan zakat yang dikelola Baitul Mal Aceh merupakan sumber PAD Aceh yang harus disetor ke Kas Umum Daerah Aceh.
(3) PAD Aceh sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disimpan dalam rekening tersendiri
Bendaharawaan Umum Daerah (BUD) Aceh yang ditunjuk Gubernur.
(4) Pengumpul dana hasil zakat disampaikan pada rekening tersendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya dapat dicairkan untuk kepentingan program dan kegiatan yang diajukan oleh Kepala Baitul Mal Aceh sesuai dengan asnaf masing- masing.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran zakat oleh Muzakki dan pencairan dana zakat oleh Baitul Mal Aceh dari Bendaharawaan Umum Daerah (BUD) diatur dengan peraturan Gubernur.
Bagian Kedua Pengelolaan Zakat Kabupaten/Kota Pasal 25
(1) Pembayaran zakat pendapatan/jasa sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (1)
huruf g dilakukan melalui tempat muzakki bekerja.
(2) Semua penerimaan zakat yang dikelola Baitul Mal Kabupaten/Kota merupakan sumber PAD Kabupaten/Kota yang harus disetor ke Kas Umum Daerah Kabupaten/Kota.
(3) PAD Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disimpan dalam rekening tersendiri Bendaharawaan Umum Daerah (BUD) Kabupaten/Kota yang ditunjuk Bupati/Walikota.
(4) Pengumpul dana hasil zakat disampaikan pada rekening tersendiri sebagaimana
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran zakat oleh Muzakki dan pencairan dana zakat oleh Baitul Mal Kabupaten/Kota dari Bendaharawaan Umum Daerah (BUD) diatur dengan peraturan Bupati/Walikota.
Bagian Ketiga
Pengelolaan Zakat Gampong atau nama lain
Pasal 26
(1) Penerimaan zakat fitrah diurus oleh Baitul Mal Gampong atau nama lain untuk disalurkan kepada mustahik di lingkungan gampong atau nama lain tersebut sesuai dengan ketentuan syariah.
(2) Zakat fitrah di gampong atau nama lain yang tidak habis dibagi karena terbatas jumlah mustahik dapat dibagi kepada mustahik gampong atau nama lain terdekat.
Pasal 27
(1) Zakat mal yang diurus oleh Baitul Mal Gampong atau nama lain disalurkan kepada mustahik sesuai dengan ketentuan syari’at.
(2) Pembina Kecamatan melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap kegiatan operasional Baitul Mal Kemukiman dan gampong atau nama lainnya.
Pasal 28
Tata cara pengelolaan zakat oleh Baitul Mal Gampong atau nama lain diatur dengan
Peraturan Bupati/Walikota.
BAB VI PENDAYAGUNAAN ZAKAT Pasal 29
(1) Zakat didayagunakan untuk mustahik baik yang bersifat produktif maupun konsumtif berdasarkan ketentuan syari’at.
(2) Mustahik zakat untuk usaha produktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi syarat sebagai berikut :
a. adanya suatu jenis usaha produktif yang layak;
c. bersedia menyampaikan laporan usaha secara periodik setiap 6 (enam) bulan.
(3) Tata cara pendayagunaan zakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh
Kepala Baitul Mal Aceh.
BAB VII
HARTA WAKAF DAN HARTA AGAMA Bagian Kesatu
Harta Wakaf
Pasal 30
Jenis harta wakaf yang dikelola oleh Baitul Mal meliputi benda tidak bergerak dan benda bergerak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 31
(1) Baitul Mal pada setiap tingkatan dapat menjadi nazhir untuk menerima harta wakaf dari wakif guna dikelola dan dikembangkan sesuai dengan ketentuan syari’at.
(2) Penyerahan harta wakaf oleh wakif kepada Baitul Mal sesuai dengan ketentuan syari’at dan peraturan perundang-undangan.
(3) Harta wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (2) di kelola oleh Baitul Mal untuk meningkatkan fungsi, potensi dan manfaat ekonomi harta wakaf tersebut guna kepentingan ibadah dan memajukan kesejahteraan umat.
Pasal 32
Nazhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) mempunyai tugas :
a. melakukan pengadministrasian harta wakaf;
b. mengelola dan mengembangkan harta wakaf sesuai dengan tujuan dan fungsi wakaf;
c. mengawasi dan melindungi harta wakaf;
d. melaporkan pelaksanaan tugasnya secara berjenjang; dan
e. melaporkan pelaksanaannya kepada Gubernur, atau Bupati/Walikota dengan tembusan
Pasal 33
(1) Untuk membiayai pelaksanaan tugas pengelolaan harta wakaf sebagaimana dimaksud dalam pasal 31 ayat (3), nazhir dapat menerima imbalan dari hasil bersih atas pengelolaan dan pengembangan harta wakaf yang besarnya tidak melebihi 10% (sepuluh persen).
(2) Nazhir Provinsi dan Kabupaten/Kota yang telah mendapat gaji/upah karena jabatannya sebagai pengelola Baitul Mal dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Bagian Kedua Harta Agama Pasal 34
Baitul Mal dapat menerima harta agama untuk dikelola sesuai dengan ketentuan Syari’at.
Pasal 35
(1) Penggunaan harta agama sebagaimana dimaksud dalam pasal 34 diutamakan untuk kepentingan ibadah dan kesejahteraan umat.
(2) Penggunaan harta agama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara transparans dan akuntabel.
Bagian Ketiga
Harta Yang Tidak Diketahui Pemiliknya
Pasal 36
(1) Harta yang tidak diketahui pemiliknya, berada di bawah pengawasan dan pengelolaan
Baitul Mal Kabupaten/Kota berdasarkan penetapan Mahkamah Syar’iyah.
(2) Baitul Mal Kabupaten/Kota mengajukan permohonan kepada Mahkamah Syar’iyah untuk ditetapkan sebagai pengelola harta yang tidak diketahui pemiliknya.
(3) Baitul Mal sebagai pengelola harta yang tidak diketahui pemiliknya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak boleh mengalihkan harta tersebut kepada pihak lain.
Pasal 37
(2) Dalam hal Mahkamah Syari’ah mengabulkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Baitul Mal wajib segera mengembalikan harta tersebut kepada pemilik atau ahli warisnya.
Pasal 38
(1) Baitul Mal sebagai pengelola harta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) berhak atas biaya pengelolaan paling banyak 10% (sepuluh per seratus) dari hasil pengelolaan yang ditetapkan oleh Kepala Baitul Mal.
(2) Harta yang tidak diketahui pemiliknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1)
penggunaannya diutamakan untuk kepentingan ibadah dan kesejahteraan umat.
BAB VIII PERWALIAN Pasal 39
(1) Dalam hal orang tua anak atau wali nasab telah meninggal atau tidak cakap melakukan perbuatan hukum, atau tidak diketahui tempat tinggal atau keberadaannya maka Baitul Mal dapat ditunjuk sebagai wali dari anak yang bersangkutan.
(2) Wali sebagaimana dimaksud ayat (1) mengasuh dan mengelola harta kekayaan anak sesuai peraturan perundang-undangan.
(3) Wali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh Mahkamah
Syar’iyah.
Pasal 40
(1) Orang yang tidak cakap bertindak menurut hukum yang orang tuanya atau wali nasab telah meninggal atau tidak cakap bertindak menurut hukum, maka yang bersangkutan dan harta kekayaannya dapat diurus oleh Baitul Mal sebagai wali pengampu sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Dalam hal tidak ada orang yang menjadi wali pengampu maka Baitul Mal sebagai wali pengawas mengajukan permohonan penetapan sebagai wali pengampu kepada Mahkamah Syar’iyah.
Pasal 41
(2) Dalam hal wali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menjalankan tugas sebagaimana mestinya, Baitul Mal sebagai Wali Pengawas dapat mengajukan permohonan sebagai wali pengganti.
(3) Permohonan penggantian wali sebagimana dimaksud pada ayat (2) diajukan oleh
Baitul Mal kepada Mahkamah Syar’iyah setempat.
Pasal 42
(1) Dalam menjalankan tugasnya sebagai wali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1) dan Pasal 41 ayat (2), Baitul Mal wajib:
a. mengurus anak atau orang yang di bawah pengasuhan/pengampuannya dan harta bendanya dengan sebaik-baiknya;
b. membuat daftar harta kekayaan anak atau orang sebagaimana dimaksud pada huruf a yang harta kekayaannya berada dibawah kekuasaannya pada waktu memulai jabatannya serta mencatat semua perubahan-perubahan; dan
c. bertanggungjawab atas kerugian yang terjadi akibat kelalaiannya.
(2) Untuk membiayai pengelolaan harta kekayaan dan pengasuhan anak atau orang tidak cakap yang menjadi tanggungjawabnya, Baitul Mal dapat mengambil biaya dari hasil harta tersebut dalam jumlah wajar yang ditetapkan oleh kepala Baitul Mal setempat.
BAB IX PEMBIAYAAN Pasal 43
(1) Biaya operasional Baitul Mal Aceh dibebankan pada APBA dan sumber lain yang tidak mengikat.
(2) Biaya operasional Baitul Mal Kabupaten/Kota dibebankan pada APBK dan sumber lain yang tidak mengikat.
(3) Biaya operasional Baitul Mal Kemukiman dan Baitul Mal Gampong atau nama lain dibebankan pada senif amil zakat, dan/atau hasil pengelolaan harta agama yang berada dibawah pengelolannya.
Pasal 44
BAB X
PENYIDIKAN DAN PENUNTUTAN Pasal 45
(1) Penyidikan dan penuntutan terhadap pelanggaran pengelolaan zakat dan harta agama dilakukan oleh penyidik berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :
a. penyidik POLRI yang diberi wewenang penyidikan di bidang Syari’at Islam;
b. Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS).
Pasal 46
(1) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam pasal 45 ayat (2) huruf a berwenang :
a. menerima laporan pelanggaran atau pengaduan;
b. melakukan tindakan pertama pada saat dan di tempat kejadian;
c. memanggil orang/ badan untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
d. melakukan penangkapan,penahanan, penggeledahan dan penyitaan;
e. melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
f. mendatangkan ahli apabila diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;
g. menghentikan penyidikan setelah mendapat petunjuk bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan jarimah dan memberitahukan hal tersebut kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya dan pelapor; dan
h. mengadakan tindakan lain menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pasal 45 ayat (2) huruf b dalam melaksanakan kewenangannya berada dibawah koordinasi penyidik sebagaimana dimaksud pasal 45 ayat (2) huruf a.
(3) Dalam melakukan kewenangannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyidik
Penyidik yang mengetahui dan/atau menerima laporan tentang pelanggaran terhadap Qanun ini, wajib segera melakukan penyidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 48
Penuntut umum, menuntut perkara jarimah zakat dan harta agama yang terjadi dalam daerah hukumnya menurut ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 49
Penuntut umum mempunyai kewenangan :
a. menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari penyidik;
b. memberi petunjuk kepada penyidik untuk penyempurnaan apabila ada kekurangan pada penyidikan;
c. membuat surat dakwaan;
d. melimpahkan perkara ke Mahkamah Syari’ah;
e. menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa dan keluarganya tentang ketentuan hari dan waktu perkara disidangkan yang disertai dengan surat panggilan, baik kepada terdakwa maupun saksi untuk datang pada sidang mahkamah yang telah ditentukan;
f. melakukan penuntutan;
g. mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas dan tanggung jawab sabagai penuntut umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
h. melaksanakan putusan hakim.
BAB XI KETENTUAN ‘UQUBAT Pasal 50
Setiap orang Islam atau Badan yang melanggar ketentuan Pasal 21 ayat (1), dihukum karena melakukan jarimah ta’zir dengan ‘uqubat, berupa :
a. denda paling sedikit satu kali nilai zakat yang wajib dibayarkan, paling banyak dua kali
Barang siapa yang membuat surat palsu atau memalsukan surat Baitul Mal yang dapat mengakibatkan gugurnya kewajiban membayar zakat, dihukum karena pemalsuan surat dengan ‘uqubat ta’zir, berupa denda paling banyak Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah), paling sedikit Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) atau hukuman kurungan paling lama tiga bulan atau paling singkat satu bulan.
Pasal 52
Barang siapa yang melakukan, turut melakukan atau membantu melakukan penggelapan zakat, atau harta agama lainnya yang seharusnya diserahkan pengelolaannya kepada Baitul Mal, dihukum karena penggelapan, dengan ‘uqubat ta’zir berupa cambuk di depan umum paling sedikit satu kali, paling banyak tiga kali, dan denda paling sedikit satu kali, paling banyak dua kali, dari nilai zakat, wakaf, atau harta agama lainnya yang digelapkan.
Pasal 53
Petugas Baitul Mal yang melanggar ketentuan Pasal 26 ayat (1), Pasal 27 ayat (1), Pasal
30 ayat (1) dan Pasal 33 dihukum karena melakukan jarimah penyelewengan pengelolaan zakat dan harta agama dengan ‘uqubat ta’zir hukuman denda paling sedikit Rp.
1.000.000,- (satu juta rupiah), paling banyak Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah) atau hukuman kurungan paling singkat 2 (dua) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan membayar kembali kepada Baitul Mal senilai zakat atau harta agama yang diselewengkan.
Pasal 54
Dalam hal jarimah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50, Pasal 51, Pasal 52 dan Pasal
53 dilakukan oleh badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) ‘uqubatnya dijatuhkan kepada pimpinan atau pengurus badan tersebut sesuai dengan tanggung jawabnya.
BAB XII PELAKSANAAN ‘UQUBAT Pasal 55
(1) ‘Uqubat ta’zir yang telah ditetapkan dalam putusan Mahkamah Syar’iyah dilaksanakan oleh jaksa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pelaksanaan ‘uqubat dilakukan segera setelah putusan hakim mempunyai kekuatan
KETENTUAN PERALIHAN Pasal 56
(1) Lembaga Amil Zakat atau Badan Pengumpul Zakat lainnya yang telah ada pada saat qanun ini disahkan dapat melakukan kegiatannya setelah mendaftar pada Baitul Mal Aceh atau Baitul Mal Kabupaten/Kota.
(2) Dalam melaksanakan kegiatannya Lembaga Amil Zakat atau Badan Pengumpul Zakat lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melakukan koordinasi dan melaporkan setiap kegiatannya kepada Baitul Mal Aceh atau Baitul Mal Kabupaten/Kota.
(3) Lembaga Amil Zakat atau Badan Pengumpul Zakat lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihentikan kegiatannya paling lama 5 (lima) tahun.
Pasal 57
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 diatur lebih lanjut dengan keputusan
Badan Baitul Mal Aceh.
Pasal 58
(1) Nazhir waqaf yang telah ada pada saat qanun ini disahkan dapat melanjutkan pengelolaan harta agama setelah mendaftar pada Baitul Mal Kabupaten/Kota.
(2) Dalam melaksanakan kegiatannya Nazhir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melakukan koordinasi dan melaporkan setiap kegiatannya kepada Baitul Mal Kabupaten/Kota.
Pasal 59
Semua lembaga yang mengurus zakat, wakaf, dan harta agama yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 57 dan Pasal 58 dilarang melakukan kegiatan dan semua aset dialihkan menjadi aset Baitul Mal.
Pasal 60
Semua ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai zakat, waqaf dan harta agama sejauh tidak diatur dan tidak bertentangan dengan Qanun ini dinyatakan tetap
KETENTUAN PENUTUP Pasal 61
Ketentuan lebih lanjut tentang pelaksanaan pengelolaan zakat, harta wakaf, dan harta agama lainnya diatur dengan:
a. Peraturan Gubernur untuk lingkup Provinsi Aceh;
b. Peraturan Bupati/Walikota untuk lingkup Kabupaten/Kota, Kemukiman dan Gampong atau nama lain.
Pasal 62
Pada saat Qanun ini mulai berlaku, Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 7
Tahun 2004 tentang Pengelolaan Zakat (Lembaran Daerah Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam Tahun 2004 Nomor Seri B Nomor 4) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 63
Qanun ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar semua orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Qanun ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Aceh.
Disahkan di Banda Aceh
pada tanggal 17 Januari 2008 M
8 Muharam 1429 H GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM,
IRWANDI YUSUF Diundangkan di Banda Aceh
pada tanggal 18 Januari 2008 M
9 Muharam 1429 H
SEKRETARIS DAERAH ACEH, NANGGROE ACEH DARUSSALAM
PENJELASAN ATAS QANUN ACEH
NOMOR 10 TAHUN 2007
TENTANG BAITUL MAL
A. UMUM
Pemberlakuan Syariat Islam di Aceh berdasarkan Undang-undang Nomor 44
Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh telah mendorong Pemerintah Aceh untuk membentuk lembaga-lembaga yang didasarkan pada ketentuan hukum Islam yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat Aceh. Salah satu lembaga tersebut adalah Baitul Mal. Lembaga ini sangat strategis dan penting keberadaannya dalam rangka mengoptimalkan pendayagunaan zakat, waqaf dan harta agama sebagai potensi ekonomi umat Islam yang perlu dikelola secara efektif oleh sebuah lembaga profesional yang bertanggung jawab.
Berdasarkan ketentuan Pasal 191 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, Badan Baitul Mal, mempunyai kewenangan untuk mengelola zakat, waqaf dan harta agama.
Disamping itu adanya Peraturan Pemerintah pengganti Undang-undang (Perpu) Nomor 2 Tahun 2007 tentang Penanganan Masalah Hukum dalam rangka pelaksanaan Rehabilitasi dan Rekontruksi wilayah dan kehidupan masyarakat Aceh di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara yang mengatur tentang Baitul Mal dan Perwalian serta tanah yang tidak diketahui pemiliknya.
Berdasarkan hal tersebut perlu dibentuk Qanun Baitul Mal agar tugas dan wewenang Baitul Mal dapat dilaksanakan secara efektif.
B. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup Jelas
Pasal 2
Cukup Jelas
Pasal 3
Cukup Jelas
Ayat (1)
Bagi Gampong yang tidak memiliki meunasah maka ketua dijabat oleh imuem mesjid setempat
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 8
Cukup Jelas
Pasal 9
Cukup Jelas
Pasal 10
Cukup Jelas
Pasal 11
Cukup Jelas
Pasal 12 ayat (1)
Yang dimaksud dengan perusahaan klasifikasi menengah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Cukup Jelas
Pasal 13
Cukup Jelas
Pasal 14
Cukup Jelas
Pasal 15
Cukup Jelas
Pasal 16
Cukup Jelas
Pasal 17
Cukup Jelas
Pasal 22
Cukup Jelas
Pasal 23
Cukup Jelas
Pasal 24
Cukup Jelas
Pasal 25
Cukup Jelas
Pasal 26
Cukup Jelas
Pasal 27
Cukup Jelas
Pasal 28
Cukup Jelas
Pasal 29
Cukup Jelas
Pasal 30
Cukup Jelas
Pasal 31
Cukup Jelas
Pasal 32 huruf a
Pengadministrasian meliputi antara lain: pendataan dan pensertifikatan
Huruf b
Cukup Jelas
Huruf c
Cukup Jelas
Huruf d
Cukup Jelas
Huruf e
Harta agama selain zakat, antara lain infak, shadakah, hibah, wasiat, waris dan kafarat, termasuk harta tanpa pemiliknya.
Pasal 35
Cukup Jelas
Pasal 36
Cukup Jelas
Pasal 37
Cukup Jelas
Pasal 38
Cukup Jelas
Pasal 39
Cukup Jelas
Pasal 40
Cukup Jelas
Pasal 41
Cukup Jelas
Pasal 42
Cukup Jelas
Pasal 43
Cukup Jelas
Pasal 44
Cukup Jelas
Pasal 45
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Penyidik yang dimaksud harus beragama Islam dan memahami hukum Islam
Pasal 46
Cukup Jelas
Pasal 47
Cukup Jelas
Pasal 48
Cukup Jelas
Pasal 49
Cukup Jelas
Pasal 50
Cukup Jelas
Pasal 53
Cukup Jelas
Pasal 54
Cukup Jelas
Pasal 55
Cukup Jelas
Pasal 56
Cukup Jelas
Pasal 57
Cukup Jelas
Pasal 58
Cukup Jelas
Pasal 59
Cukup Jelas
Pasal 60
Cukup Jelas
Pasal 61
Cukup Jelas
Pasal 62
Cukup Jelas
Pasal 63
Cukup Jelas.
0 Response to "QANUN ACEH TENTANG BAITUL MAL"
Post a Comment