-->

KRISIS PANGAN & PEMBANGUNAN DI INDONESIA

BAB I
PENDAHULUAN

                     A.   Latar Belakang

Apa yang harus di tempuh Indonesia dalam mengatasi masalah krisis pangan dan pembangunan pertanian, bagaimana mengentaskan masyarakat miskin yang sebagian besar terkonsentrasi di pedesaan? Pertanyaan itu akhir-akhir ini menjadi topik besar dalam banyak diskusi dari berbagai kalangan baik swasta, pengambil kebijakan mau pun masyarakat sipil. Pasalnya jelas, tingkat import bahan pangan yang tinggi, minimnya lahan produksi pangan, rendahnya daya beli masyarakat dan di satu sisi tingginya angka kemiskinan dan pada focus utamanya adalah masalah krisis pangan.
Persoalan pangan tidak hanya berkait dengan konsumsi dan produksi, tetapi juga soal daya dukung sektor pertanian yang komprehensif. Ada empat aspek yang menjadi prasyarat melaksanakan pembangunan pertanian: (1) akses terhadap kepemilikan tanah; (2) akses input dan proses produksi; (3) akses terhadap pasar; dan (4) akses terhadap kebebasan.
Dari keempat prasyarat di atas, jika kita lihat yang belum dilaksanakan secara konsisten adalah membuka akses petani dalam kepemilikan tanah dan membuka ruang kebebasan untuk berorganisasi dan menentukan pilihan sendiri dalam berproduksi. Pemerintah hingga kini selalu menghindari kedua hal itu karena dianggap mempunyai resiko politik tinggi. Kebijakan pemerintah lebih banyak di fokuskan pada produksi dan pasar.

B.         Rumusan Masalah
1.    Bagaimana krisis pangan di Indonesia?
2.    Bagaimana cara menyelesaikan masalah krisis pangan di Indonesia?
3.    Bagaimana kondisi pertanian Indonesia saat ini?
4.    Bagaimana masalah pembangunan pertanian di Indonesia?
5.    Bagaimana peran pertanian bagi pertanian Indonesia?


C         Tujuan Penulisan
1.    Pembaca dapat mengetahui krisis pangan di Indonesia.
2.    Pembaca dapat mengetahui strategi menyelesaikan masalah pangan di Indonesia.
3.    Pembaca dapat mengetahui kondisi pertanian di Indonesia saat ini.
4.    Pembaca dapat mengetahui masalah pembangunan pertanian di Indonesia.
5.    Pembaca dapat mengetahui peran pertanian bagi perekonomian Indonesia.


BAB II
PEMBAHASAN

A.         Krisis Pangan
Pembangunan pertanian di Indonesia dengan prinsip kemandirian dan berkelanjutan senantiasa harus diwujudkan dari waktu ke waktu, sebagai prasyarat bagi keberlanjutan eksistensi bangsa dalam mengatasi ancaman kelangkaan pangan dunia yang dampaknya semakin terlihat nyata.

B.        Jenis Permasalahan Pangan
Permasalahan pangan didefinisikan sebagai suatu kondisi ketidakmampuan untuk memperoleh pangan yang cukup dan sesuai untuk hidup sehat dan beraktivitas dengan baik untuk sementara waktu dalam jangka panjang. Ada dua jenis permasalahan pangan, yaitu yang bersifat kronis dan bersifat sementara.
Permasalahan pangan kronis merupakan kondisi kurang pangan (untuk tingkat rumah tangga berarti kepemilikan pangan lebih sedikit daripada kebutuhan dan untuk tingkat individu konsumsi pangan lebih rendah dari pada kebutuhan biologis) yang terjadi sepanjang waktu. Sedangkan permasalahan pangan kronis mencakup permasalahan pangan musiman. Permasalahan ini terjadi karena adanya keterbatasan ketersediaan pangan oleh rumah tangga, terutama masyarakat yang berada di pedesaan.

C.         Determinan Masalah Pangan
Permasalahan pangan terjadi jika suatu rumah tangga, masyarakat atau daerah tertentu mengalami ketidak-cukupan pangan untuk memenuhi standar kebutuhan fisiologis bagi pertumbuhan dan kesehatan seluruh individu anggota keluarganya.
Ada tiga hal penting yang mempengaruhi tingkat permasalahan pangan, yaitu :
a.    Kemampuan penyediaan pangan kepada individu/rumah.
b.    Kemampuan individu / rumah tangga untuk mendapatkan pangan.
c.    Proses distribusi dan pertukaran pangan yang tersedia dengan sumber daya yang dimiliki oleh individu/rumah tangga.

Permasalahan pangan tidak hanya ditentukan oleh tiga pilar tersebut namun oleh sejumlah faktor berikut:
a.    Sumber Daya Lahan
Menurut staf khusus dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) (Herman Siregar), lahan sawah terancam semakin cepat berkurang, walaupun sebenarnya lahan yang secara potensial dapat digunakan, belum digunakan masih banyak.
Alasannya, pencetakan sawah baru menemui banyak kendala, termasuk biayanya yang mahal, sehingga tambahan lahan pertanian setiap tahun tidak signifikan dibandingkan dengan luas areal yang terkonversi untuk keperluan non-pertanian.
Ironisnya, laju konversi lahan pertanian tidak bisa dikurangi, bahkan terus meningkat dari tahun ke tahun, sejalan dengan pesatnya urbanisasi (yang didorong oleh peningkatan pendapatan per kapita dan imigrasi dari perdesaan ke perkotaan), dan industrialisasi.

b.    Infrastruktur
Menurut  analisis Khomsan (2008), lambannya pembangunan infrastruktur  ikut berperan menentukan pangsa sektor pertanian dalam mendukung ketahanan pangan.  Pembangunan infrastruktur pertanian sangat penting dalam mendukung produksi pangan yang mantap. Perbaikan infrastruktur  pertanian seyogyanya terus dilakukan sehingga tidak menjadi kendala penyaluran produk pertanian dan tidak mengganggu arus pendapatan ke petani.
Sistem dan jaringan Irigasi (termasuk  bendungan dan waduk) merupakan bagian penting dari infrastruktur pertanian. Ketersediaan jaringan irigasi yang baik, diharapkan dapat meningkatkan volume produksi dan kualitas komoditas pertanian, terutama tanaman pangan.

c.    Teknologi dan Sumber Daya Manusia
Teknologi dan SDM merupakan dua faktor produksi yang sifatnya komplementer, dan ini berlaku di semua sektor, termasuk pertanian. Kualitas SDM di sektor pertanian sangat rendah jika dibandingkan di sektor-sektor ekonomi lainnya seperti industri manufaktur, keuangan, dan jasa. Berdasarkan Sensus Pertanian 2003, lebih dari 50% dari jumlah petani adalah dari kategori berpendidikan rendah, kebanyakan hanya sekolah dasar (SD). Rendahnya pendidikan formal ini tentu sangat berpengaruh terhadap kemampuan petani Indonesia mengadopsi teknologi-teknologi baru, termasuk menggunakan traktor dan mesin pertanian lainnya secara efisien.

d.   Energi
Energi sangat penting untuk kegiatan pertanian lewat dua jalur, yakni langsung dan tidak langsung. Jalur langsung adalah energi seperti listrik atau bahan bakar minyak (BBM) yang digunakan oleh petani dalam kegiatan bertaninya, misalnya dalam menggunakan traktor. Sedangkan lewat jalur tidak langsung adalah energi yang digunakan oleh pabrik pupuk dan pabrik yang membuat input-input lainnya dan alat-alat transportasi dan komunikasi

e.    Modal
Keterbatasan modal menjadi salah satu penyebab rapuhnya ketahanan pangan di Indonesia. Diantara sektor-sektor ekonomi, pertanian yang selalu paling sedikit mendapat kredit dari perbankan (dan juga dana investasi) di Indonesia. Kekurangan modal juga menjadi penyebab banyak petani tidak mempunyai mesin giling sendiri. Padahal jika petani mempunyai mesin sendiri, artinya rantai distribusi bertambah pendek sehingga kesempatan lebih besar bagi petani untuk mendapatkan lebih banyak penghasilan. Berdasarkan SP 2003, tercatat hanya sekitar 3,06% dari jumlah petani yang pernah mendapatkan kredit bank, sedangkan sisanya membiayai kegiatan bertani dengan menggunakan uang sendiri.

f.     Lingkungan Fisik/Iklim
Dampak pemanasan global diduga juga berperan dalam menyebabkan krisis pangan dunia, termasuk di Indonesia, karena pemanasan global menimbulkan periode musim hujan dan musim kemarau yang semakin tidak menentu.
Pola tanam dan estimasi produksi pertanian serta persediaan stok pangan menjadi sulit diprediksi dengan akurat. Pertanian pertanian pangan, merupakan sektor yang paling rentan terhadap dampak perubahan iklim, khususnya yang mengakibatkan musim kering berkepanjangan; hal ini karena pertanian pangan di Indonesia masih sangat mengandalkan pada pertanian sawah yang memerlukan banyak air.
Dampak langsung dari pemanasan global terhadap pertanian di Indonesia adalah penurunan produktivitas dan tingkat produksi sebagai akibat terganggunya siklus air karena perubahan pola hujan dan meningkatnya frekuensi anomali cuaca ekstrim, dapat mengakibatkan pergeseran waktu, musim, dan pola tanam.

D.        Merencanakan strategi untuk menyelesaikan permasalahan pangan yang dihadapi Indonesia :

1.    Pangan merupakan hal fundamental yang dibutuhkan manusia untuk menunjang kelangsungan hidupnya.
2.    Jumlah penduduk Indonesia berdasarkan sensus 2010 mencapai 237,6 juta jiwa atau 3,5 juta lebih dari prediksi sebelumnya. Ledakan jumlah penduduk ini membawa konsekuensi luas, terutama pada kewajiban pemerintah menyediakan pangan, permukiman, fasilitas kesehatan, fasilitas pendidikan, dan fasilitas dasar lain yang dibutuhkan masyarakat .
3.    Kebutuhan pangan dari tahun ke tahun semakin meningkat seiring dengan ledakan jumlah penduduk yang terus meningkat. Jika tidak diselesaikan secara strategis dan jangka panjang, maka akan terjadi krisis multi dimensi yang sifatnya konstruktif.
4.    Model pemecahan permasalahan pangan yang dilakukan Pemerintah saat ini tidak efektif sifatnya jangka pendek.


E.         Model Pemecahan Masalah

Terdapat dua model pemecahan masalah untuk menyelesaikan krisis pangan dan masing-masing model tersebut memiliki kelebihan dan kekurangannya :
Model pertama ialah pemecahan masalah yang sifatnya pragmatis atau pemecahan masalah yang menekankan pada pemenuhan kebutuhan yang sifatnya mendesak, tanpa mengkalkulasikan implikasi jangka panjang.
Hal yang disoroti dalam model ini ialah pada aspek urgensi pemenuhan kebutuhan, tetapi sangat minimal dalam memeta potensi-potensi sumber daya internal yang bisa dioptimalkan untuk memenuhi kebutuhan.
Paradigma dalam model ini ialah pemenuhan kebutuhan sangat mendesak dan tidak ada waktu untuk memikirkan potensi-potensi internal lebih dalam, sehingga yang dipeta adalah sumber daya mana yang sudah tersaji yang bisa langsung dioptimalkan untuk memenuhi kebutuhan. Paradigma model pemecahan masalah ini dipakai oleh Pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan Beras.
Beberapa pekan yang lalu Pemerintah Indonesia melakukan Impor beras dari Vietnam dan India untuk memenuhi kebutuhan beras nasional. Kebijakan impor ini dilakukan karena terdapat permasalahan produksi pertanian dalam negeri yang berimplikasi pada terbatasnya kapasitas produksi yang tidak sebanding dengan permintaan pasar. Kekurangan dari model ini jika diterapkan dalam jangka panjang ialah tumbuhnya ketergantungan terhadap negara penghasil sumber daya dan hal ini berimplikasi pada politik (Politik Ekonomi).

Model kedua ialah model pemecahan masalah filosofis atau jangka panjang. Penekanan model ini adalah pada kuatnya analisis terhadap potensi-potensi internal dan adanya upaya pengembangan potensi – potensi tersebut untuk memenuhi kebutuhan. Model yang kedua ini lebih mengusung pada upaya kemandirian dalam memenuhi kebutuhan. Bagaimana suatu negara bisa mandiri dalam memenuhi kebutuhan masyarakatnya dengan cara mengembangkan potensi-potensi yang ada dalam ruang lingkup negaranya, baik itu potensi SDA maupun SDM.

Kelebihan dari model yang kedua ini ialah kuatnya negara (mandiri) dalam memenuhi kebutuhan masyarakat dan bersifat jangka panjang. Titik tekan model kedua ialah pada upaya pengembangan potensi sumber daya. Membutuhkan waktu untuk melakukan pengembangan. Kebutuhan waktu yang cukup panjang dan sumber daya lain untuk menunjang pengembangan sumber daya menjadi kelemahan pada konteks kebutuhan yang mendesak. Kelebihan metode ini jika pada konteks negara berkembang ialah pada proyeksi masa depan yang mampu menjadikan negara menjadi mandiri, lepas dari ketergantungan terhadap asing dalam memenuhi kebutuhan masyarakatnya.
Model pemecahan masalah yang sifatnya filosofis jika dikontekskan pada masalah pangan (pertanian) adalah pengintegrasian sistem pertanian dari proses produksi sampai distribusi dengan berbasis kualitas. Misalnya dalam proses produksi, bagaimana penggunaan pengetahuan dan alat-alat modern untuk mengolah lahan pertanian. Banyak variabel pembangunan yang harus diperhatikan hubungan sistemiknya, sehingga menjadi formula pembangunan yang ideal

Alternatif Solusi dari model pemecahan masalah yang dijelaskan secara umum di atas ditegaskan ada dua model pemecahan, yaitu yang sifatnya mendesak (pragmatis) dan jangka panjang (filosofis) dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing dalam menyelesaikan masalah. Pemecahan masalah hendaknya mengasumsikan penyelesaian yang sifatnya jangka pendek dan jangka panjang. Dalam menyelesaikan masalah krisis pangan, penulis memakai kombinasi dua model pemecahan masalah di atas dengan landasan untuk mereduksi dan menutupi kekurangan dari masing-masing model pemecahan. Jangka pendek yang tidak memikirkan dampak jangka panjang, begitu juga sebaliknya.
Untuk menegaskan strategi kombinasi model tersebut perlu kiranya kita memeta kondisi indonesia secara umum sebagai pijakan untuk melakukan prosentase dari masing-masing model pemecahan tersebut. Indonesia merupakan negara dengan brand image negara agraris. Kekayaan alam yang melimpah, tanah yang subur, curah hujan yang baik.
Hal tersebut membuktikan bahwa indonesia memiliki modal yang sangat besar untuk memenuhi kebutuhan secara mandiri ke depannya. Permasalahan SDM yang menjadi kendala yang cukup besar. Ketidak mampuan SDM dalam mengelola potensi kekayaan alam indonesia berimplikasi pada minimnya produksi pangan indonesia.
Kebutuhan pangan yang mendesak yang disebabkan oleh ledakan penduduk yang kurang produktifnya proses produksi pangan di indonesia menjadi asumsi bahwa Indonesia harus mengambil kebijakan impor dalam jumlah yang terbatas. Orientasi impor hanya untuk memenuhi kebutuhan.
Punya batas waktu dan kuota. Model pemecahan masalah yang sifatnya filosofis yang berbasis pada upaya pengembangan potensi-potensi sumber daya internal sangat ditekankan. Model pemecahan masalah filosofis harus memiliki acuan masalah yang jelas. Objek mana yang hendak dipecahkan dengan model seperti ini. Untuk itu pembukaan konstruksi pangan di indonesia harus dilakukan.
Jika dilihat, struktur pemenuhan pangan di Indonesia, bahwa kebutuhan pangan banyak ditunjang dari Desa sebagai daerah yang menghasilkan pertanian (Sayur, Buah, Beras, Gula, dls). Desa merupakan basic perekonomian nasional. Desa menunjang kebutuhan orang-orang Desa dan Kota.
Permasalahan yang terjadi ialah banyak orang yang tidak tertarik dengan desa karena kurang begitu prospek secara ekonomi dan mobilitas, sehingga banyak orang memilih urbanisasi. Dampaknya desa sebagai lumbung pangan ditinggalkan. Implikasi besarnya ialah krisis pangan.

F.         Kondisi Pertanian Indonesia Saat Ini

Sumber daya alam yang melimpah negara kita dianugrahi dengan letak wilayah yang strategis dengan iklim tropis yang memungkinkan radiasi matahari diterima sepanjang tahun, suhu di Indonesia yang sangat optimal sangat baik bagi pertumbuhan tanaman. Hampir segala jenis tanaman yang ada di wilayah dunia lain dapat tumbuh di tanah Indonesia ini. Bahkan ada pepetah yang bilang bahwa tongkat yang ditanam di atas bumi indonesia pun akan dapat menjadi pohon karena kesuburan tanahnya.
Luas lahan pertanian di Indonesia sekitar 17 juta hektare. Jika dibagi dengan jumlah petani pangan sebanyak 30 juta orang, maka rata-rata lahan per petani hanya sebatas 0,5 hingga 0,6 hektare. Rendahnya kesadaran dari para pemangku kepentingan di daerah-daerah untuk mempertahankan lahan pertanian produksi, menjadi salah satu penyebab infrastruktur pertanian menjadi buruk. Lahan pertanian yang terkonveksi di Pulau Jawa mencapai 50 ribu hektare per tahun. Khusus di DIY, mencapai 200 hektare per tahun lahan pertanian yang beralih fungsi.
Selain itu jumlah lahan yang diatur dalam perda tak sesuai dengan jumlah pada realitanya. Kondisi tersebut membuat kesempatan alih fungsi semakin menjadi-jadi. Dengan  luas lahan 17 juta hektare Indonesia masih kekurangan lahan pertanian sebanyak 8,2 juta hektare untuk mengatasi kekurangan pangan yang terjadi di Tanah Air. Luas lahan pertanian dan luas panen terlalu sempit bagi 242 juta penduduk (Prof. Sumarno).
Ketersediaan infrastruktur penunjang pertanian yang juga penting namun minim ialah pembangunan dan pengembangan waduk. Pasalnya, dari total areal sawah di Indonesia sebesar 7.230.183 ha, sumber airnya 11 persen (797.971 ha) berasal dari waduk, sementara 89 persen (6.432.212 ha) berasal dari non-waduk. Karena itu, revitalisasi waduk sesungguhnya harus menjadi prioritas karena tidak hanya untuk mengatasi kekeringan, tetapi juga untuk menambah layanan irigasi nasional.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan, 42 waduk saat ini dalam kondisi waspada akibat berkurangnya pasokan air selama kemarau. Sepuluh waduk telah kering, sementara 19 waduk masih berstatus normal.
Produktivitas pertanian Indonesia masih rendah akibat sempitnya lahan petani di mana rata-rata lahan per petani hanya sebatas 0,5 hingga 0,6 hektare. Hal ini menyebabkan produktivitas rendah akibat sempitnya lahan jika mengutip pendapat Prof. sumarno, idealnya untuk satu orang penduduk tersedia 1.000 meter lahan pertanian. Menurut data dari BPS tahun 2011, produktivitas tanaman padi di Indonesia adalah sebesar 51.19 kuintal per hektar. Hal ini seharusnya menjadi perhatian khusus bagi pemerintah untuk meningkatkan produktivitas dengan membuka lahan baru pertanian.

G.         Lima Masalah Pembangunan Pertanian

Upaya mewujudkan pembangunan pertanian tidak terlepas dari berbagai macam masalah yang dihadapi:
Masalah pertama yaitu penurunan kualitas dan kuantitas sumber daya lahan pertanian. Dari segi kualitas, faktanya lahan dan pertanian kita sudah mengalami degradasi yang luar biasa, dari sisi kesuburannya akibat dari pemakaian pupuk an-organik. Berdasarkan Data Katalog BPS, Juli 2012, Angka Tetap (ATAP) tahun 2011, untuk produksi komoditi padi mengalami penurunan produksi Gabah Kering Giling (GKG) hanya mencapai  65,76 juta ton dan lebih rendah 1,07 persen dibandingkan tahun 2010. Jagung sekitar 17,64 juta ton pipilan kering atau 5,99 persen lebih rendah tahun 2010, dan kedelai sebesar 851,29 ribu ton biji kering atau 4,08 persen lebih rendah dibandingkan 2010, sedangkan kebutuhan pangan selalu meningkat seiring pertambahan jumlah penduduk Indonesia.
Berbagai hasil riset mengindikasikan bahwa sebagian besar lahan pertanian intensif di Indonesia, terutama di Pulau Jawa telah menurun produktivitasnya, dan mengalami degradasi lahan terutama akibat rendahnya kandungan C-organik dalam tanah yaitu kecil dari 2 persen.
Padahal, untuk memperoleh produktivitas optimal dibutuhkan kandungan C-organik lebih dari 2,5 persen atau kandungan bahan organik tanah > 4,3 persen. Berdasarkan kandungan C-organik tanah/lahan pertanian tersebut menunjukkan lahan sawah intensif di Jawa dan di luar Jawa tidak sehat lagi tanpa diimbangi pupuk organik dan pupuk hayati, bahkan pada lahan kering yang ditanami palawija dan sayur-sayuran di daerah dataran tinggi di berbagai daerah. Sementara itu, dari sisi kuantitasnya konfeksi lahan di daerah Jawa memiliki kultur dimana orang tua akan memberikan pembagian lahan kepada anaknya turun temurun, sehingga terus terjadi penciutan luas lahan pertanian yang beralih fungsi menjadi lahan bangunan dan industri.

Masalah kedua yang dialami saat ini adalah terbatasnya aspek ketersediaan infrastruktur penunjang pertanian yang juga penting namun minim ialah pembangunan dan pengembangan waduk.
Pasalnya, dari total areal sawah di Indonesia sebesar 7.230.183 ha, sumber airnya 11 persen (797.971 ha) berasal dari waduk, sementara 89 persen (6.432.212 ha) berasal dari non-waduk. Karena itu, revitalisasi waduk sesungguhnya harus menjadi prioritas karena tidak hanya untuk mengatasi kekeringan, tetapi juga untuk menambah layanan irigasi nasional. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan, 42 waduk saat ini dalam kondisi waspada akibat berkurangnya pasokan air selama kemarau. Sepuluh waduk telah kering, sementara 19 waduk masih berstatus normal. Selain itu masih rendahnya kesadaran dari para pemangku kepentingan di daerah-daerah untuk mempertahankan lahan pertanian produksi, menjadi salah satu penyebab infrastruktur pertanian menjadi buruk.

Masalah ketiga adalah adanya kelemahan dalam sistem alih teknologi. Ciri utama pertanian modern adalah produktivitas, efisiensi, mutu dan kontinuitas pasokan yang terus menerus harus selalu meningkat dan terpelihara.
Produk-produk pertanian kita baik komoditi tanaman pangan (hortikultura), perikanan, perkebunan dan peternakan harus menghadapi pasar dunia yang telah dikemas dengan kualitas tinggi dan memiliki standar tertentu. Tentu saja produk dengan mutu tinggi tersebut dihasilkan melalui suatu proses yang menggunakan muatan teknologi standar.
Indonesia menghadapi persaingan yang keras dan tajam tidak hanya di dunia tetapi bahkan di kawasan ASEAN. Namun tidak semua teknologi dapat diadopsi dan diterapkan begitu saja karena pertanian di negara sumber teknologi mempunyai karakteristik yang berbeda dengan negara kita, bahkan kondisi lahan pertanian di tiap daerah juga berbeda-beda
Teknologi tersebut harus dipelajari, dimodifikasi, dikembangkan, dan selanjutnya baru diterapkan ke dalam sistem pertanian kita. Dalam hal ini peran kelembagaan sangatlah penting, baik dalam inovasi alat dan mesin pertanian yang memenuhi kebutuhan petani maupun dalam pemberdayaan masyarakat.  Lembaga-lembaga ini juga dibutuhkan untuk menilai respon sosial, ekonomi masyarakat terhadap inovasi teknologi, dan melakukan penyesuaian dalam pengambilan kebijakan mekanisasi pertanian.
Masalah keempat, muncul dari terbatasnya akses layanan usaha terutama di permodalan. Kemampuan petani untuk membiayai usaha taninya sangat terbatas sehingga produktivitas yang dicapai masih di bawah produktivitas potensial. Mengingat keterbatasan petani dalam permodalan tersebut dan rendahnya aksesibilitas terhadap sumber permodalan formal, maka dilakukan pengembangkan dan mempertahankan beberapa penyerapan input produksi biaya rendah (low cost production) yang sudah berjalan ditingkat petani. Selain itu, penanganan pasca panen dan pemberian kredit lunak serta bantuan langsung kepada para petani sebagai pembiayaan usaha tani cakupannya diperluas. Sebenarnya, pemerintah telah menyediakan anggaran sampai 20 Triliun untuk bisa diserap melalui tim Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Bank BRI khusus Kredit Bidang Pangan dan Energi.

Masalah kelima adalah masih panjangnya mata rantai tata niaga pertanian, sehingga menyebabkan petani tidak dapat menikmati harga yang lebih baik, karena pedagang telah mengambil untung terlalu besar dari hasil penjualan. Pada dasarnya komoditas pertanian itu memiliki beberapa sifat khusus, baik untuk hasil pertanian itu sendiri, untuk sifat dari konsumen dan juga untuk sifat dari kegiatan usaha tani tersebut.
Sehingga dalam melakukan kegiatan usaha tani diharapkan dapat dilakukan dengan seefektif dan seefisien mungkin, dengan memanfaatkan lembaga pemasaran baik untuk pengelolaan, pengangkutan, penyimpanan dan pengolahannya. Terlepas dari masalah-masalah tersebut, tentu saja sektor pertanian masih saja menjadi tumpuan harapan, tidak hanya dalam upaya menjaga ketahanan pangan nasional tetapi juga dalam penyediaan lapangan kerja, sumber pendapatan masyarakat dan penyumbang devisa bagi Negara.

H.         Peran Pertanian Bagi Perekonomian Indonesia

Sektor pertanian merupakan sektor yang tetap memiliki peranan yang penting dalam struktur perekonomian nasional. Beberapa alasan yang mendasari pentingnya pertanian di Indonesia:
a.  Potensi sumber daya alam yang besar dan beragam.
b.  Pangsa terhadap pendapatan nasional cukup besar.
c.  Besarnya penduduk yang menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian.
d.  Menjadi basis pertumbuhan ekonomi di pedesaan.

Sumodiningrat (2000) menyatakan peran-peran sektor pertanian dalam pembangunan perekonomian nasional dapat dilihat dari indikator-indikator, antara lain sebagai berikut :
a.    Pertanian merupakan penghasil makanan pokok penduduk.
b.    Komoditas pertanian merupakan bahan baku industri manufaktur pertanian.
c.    Komoditas pertanian sebagai penentu sstabilitas harga karena harga produk-produk pertanian memiliki bobot yang besar dalam indeks harga konsumen.
d.   keterkaitan sektor pertanian dengan sektor lainnya dapat menciptakan titik temu antar sektor yang lebih efektif.

Disamping indikator-indikator di atas, peran sektor pertanian dalam perekonomian nasional secara empiris terbukti cukup nyata baik dalam perekonomian yang cukup normal maupun pada saat perekonmian menghadapi krisis. Hal ini dilihat dari dua indikator penting yaitu kontribusi pada sektor PDB, dan penyerapan tenaga kerja.


BAB III
PENUTUP

A.         Kesimpulan
·      Permasalahan pangan didefinisikan sebagai suatu kondisi ketidakmampuan untuk memperoleh pangan yang cukup dan sesuai untuk hidup sehat dan beraktivitas dengan baik untuk sementara waktu dalam jangka panjang. Ada dua jenis permasalahan pangan, yaitu yang bersifat kronis dan bersifat sementara.
·      Masalah pembangunan pertanian Indonesia: Masalah Pertama yaitu penurunan kualitas dan kuantitas sumber daya lahan pertanian.
Masalah Kedua yaitu terbatasnya aspek ketersediaan infrastruktur penunjang pertanian. Masalah ketiga yaitu adanya kelemahan dalam sistem alih teknologi. Masalah keempat yaitu muncul dari terbatasnya akses layanan usaha terutama di permodalan. Masalah kelima yaitu masih panjangnya mata rantai tata niaga pertanian.
·      Alasan pentingnya pertanian di Indonesia: (a) potensi sumber daya alam yang besar dan beragam (b) pangsa terhadap pendapatan nasional cukup besar (c) besarnya penduduk yang menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian (d) menjadi basis pertumbuhan ekonomi di pedesaan.
·      Peran sektor pertanian dalam perekonomian Indonesia : (a) pertanian merupakan penghasil makanan pokok penduduk (b) komoditas pertanian merupakan bahan baku industri manufaktur pertanian (c) komoditas pertanian sebagai penentu stabilitas harga (d) keterkaitan sektor pertanian dengan sektor lainnya dapat menciptakan titik temu antar sektor yang lebih efektif.





DAFTAR PUSTAKA

Soemarno, Prof. Dr. Ir. MS. 2012. “Ketahanan Pangan Food Security”. http://marno.lecture.ub.ac.id/files/2012/04/kompendium-ketahanan-pangan. ppt. Diakses pada tanggal 02 November 2013.
Nugrayasa, Oktavio. 2012. 5 Masalah Yang Membelit Pembangunan Pertanian diIndonesia. www.setkab.go.id diakses pada tanggal 02 November 2013.


























0 Response to "KRISIS PANGAN & PEMBANGUNAN DI INDONESIA"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel